KABARIKA.ID, NEWYORK — Pemilihan umum (Pemilu) Presiden Amerika Serikat (AS) pada 5 November mendatang, telah menimbulkan kecemasan pada hampir tiga per empat warga AS yang disurvei dalam jajak pendapat Asosiasi Psikolog Amerika.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagian psikolog menyebut fenomena ini sebagai gangguan stres Pemilu.

Asosiasi Psikolog Amerika mengatakan, saat Pemilu semakin dekat tingkat stres warga AS meningkat, terlepas dari afiliasi politiknya.

Aliran berita yang terus-menerus, argumen yang membuat stres, dan kekhawatiran tentang masa depan negara, semuanya memberikan tekanan pada kesehatan mental.

Lynn F. Bufka, Ph.D dari Asosasi Psikolog Amerika mengatakan, Iklim politik dan diskusi tentang Pemilu telah menjadi jauh lebih panas dan lebih memecah belah.

“Dan kami bertanya-tanya, apakah hal ini berdampak pada individu? Tentu saja pengalaman mengikuti Pemilu telah menjadi sumber stres yang signifikan bagi banyak individu, dan penelitian lain juga menemukan hasil yang serupa,” ujar Bufka.

Lynn F. Bufka, Ph.D. (Foto: Ist.)

Pakar politik dari University of Nebraska-Lincoln, Prof. Kevin Smith mengatakan stres politik ini telah menimbulkan dampak pada banyak aspek dalam kehidupan.

“Seperlima atau seperempat warga Amerika melaporkan rusaknya hubungan sosial, dan bahkan masalah di tempat kerja, karena politik,” tandas Smith.

Penelitian Smith menunjukkan bahwa orang-orang muda, mereka yang memiliki pandangan condong ke kiri, dan mereka yang banyak terlibat dalam politik, lebih rentan terhadap stres akibat Pemilu.

“Kami tahu bagaimana cara mengurangi dampak kesehatan, yaitu hanya dengan tidak memperhatikan politik! Masalahnya, hal itu mungkin baik untuk kesehatan individu, tapi tidak terlalu baik untuk kesehatan masyarakat,” tambah Smith.

Sementara itu, pakar manajemen stres, Dr. Kiran Dintyala yang dikenal sebagai Dr. Calm, baru-baru ini meluncurkan sebuah buku berjudul “Mantra Politik yang Damai”, di mana dia berbagi nasihat tentang bagaimana mencegah stres berlebihan pada masa pra-Pemilu.

“Pemilu datang dan pergi. Politisi datang dan pergi. Mungkin akan mengubah masa depan (rakyat) sekitar 10 persen atau mungkin 20-30 persen, tapi sebagian besar masa depan mereka. Kebahagiaan mereka bergantung pada apa yang mereka lakukan setiap hari, pada perilaku mereka, pada emosi mereka,” ujar Dintyala.

Bufka mengatakan ada jalan keluar dari masalah psikologis tersebut, karena ini semua tentang memusatkan kendali soal dari mana Anda mendapatkan informasi, dan juga tentang melakukan sesuatu… apa saja… alih-alih menggulirkan berita-berita politik yang penuh malapetaka.

“Terus menerus mengekspos diri kita pada informasi negatif, gambar negatif, dan retorika negatif akan meningkatkan rasa negatif dan stres kita secara keseluruhan. Padahal, kita bisa mengendalikan hal itu. Hal lain yang kami dorong adalah terlibat dalam kegiatan yang bermakna, apakah itu terkait dengan Pemilu atau isu-isu sosial saat ini atau masalah-masalah yang penting bagi Anda,” lanjut Bufka.

Asosasi Psikolog Amerika menegaskan bahwa penting untuk tetap tenang dan menjaga hubungan sosial, karena menghabiskan waktu dengan orang yang dicintai, gaya hidup aktif, serta makan dan tidur yang sehat, semuanya dapat membantu mengurangi kecemasan pada hari-hari sebelum Pemilu. (*/mr)