KABARIKA.ID, GAZA — Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas akhirnya mengonfirmasi berita tentang gugurnya pemimpin mereka, Yahya Sinwar, dalam pertempuran di Rafah, Rabu (16/10/2024).
Pernyataan itu disampaikan oleh Pemimpin Hamas di Gaza, Khalil al-Hayyah, pada Jumat (18/10/2024). Ia menekankan bahwa mereka akan mengikuti jejaknya dalam menghadapi pendudukan sampai mereka dikalahkan.
“Dengan segala kebanggaan, martabat, kehormatan dan martabat, Gerakan Perlawanan Islam Hamas berduka atas rakyat Palestina, seluruh bangsa kita, dan rakyat bebas di dunia. Salah satu orang paling mulia dan paling berani, orang yang mendedikasikan hidupnya untuk Palestina dan menyerahkan jiwanya demi Tuhan dalam perjalanan menuju pembebasannya. Kami berduka atas pemimpin besar nasional, saudara mujahid yang syahid, Yahya al-Sinwar (Abu Ibrahim), kepala biro politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan komandan Pertempuran Topan al-Aqsa, yang menjadi syahid secara heroik, pantang mundur, mengacungkan senjatanya, terlibat dan menghadapi tentara pendudukan di barisan terdepan, bergerak di antara segala posisi tempur, tabah dan teguh di tanah kebanggaan Gaza, membela tanah Palestina dan tempat-tempat sucinya, serta menginspirasi dalam mengobarkan semangat ketabahan, kesabaran, ketabahan dan perlawanan,” bunyi pernyataan Hamas yang dikutip dari Aljazeera.
Sebelumnya, para pejabat Israel sebagaimana dikutip Axios mengatakan bahwa tentara Israel kemungkinan besar telah membunuh Yahya al-Sinwar, dalam sebuah baku tembak di Gaza selatan, kemarin.
Para pejabat itu menambahkan bahwa insiden yang menewaskan Sinwar itu terjadi secara kebetulan, bukan berdasarkan informasi intelijen.
Ketika perang di Gaza memasuki hari ke-377, Radio Angkatan Darat Israel mengumumkan bahwa pemimpin Hamas, Yahya al-Sinwar, telah terbunuh pada Kamis (17/10/2024).
Radio tersebut menambahkan bahwa bentrokan dengan al-Sinwar terjadi di Tel al-Sultan, Rafah, di mana ia mengenakan perlengkapan militer bersama seorang komandan lapangan lainnya.
Sementara itu, Channel 12 Israel melaporkan bahwa keluarga para tawanan menyatakan keprihatinannya atas nasib orang-orang yang mereka cintai yang ditahan oleh Hamas di Gaza, dan menuntut agar pembunuhan Yahya Sinwar digunakan untuk mencapai kesepakatan segera demi kembalinya orang-orang yang mereka cintai.
Dalam sebuah pernyataan bersama, tentara Israel dan Badan Keamanan Dalam Negeri (Shin Bet) mengatakan bahwa mereka telah berhasil melenyapkan Sinwar dalam apa yang mereka gambarkan sebagai “aktivitas militer” di Gaza.
Menurut tentara Israel, tidak ada indikasi bahwa gedung tempat operasi militer tersebut berlangsung, terdapat sandera Israel. Pernyataan bersama tersebut tidak memberikan informasi lebih lanjut tentang operasi militer atau lokasinya.
Media Israel melaporkan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan secara kebetulan, tanpa informasi intelijen sebelumnya, ketika tentara menargetkan sebuah bangunan di mana Sinwar dan militan lainnya berada.
Sejumlah media Israel melaporkan, klaim pembunuhan Yahya Sinwar bermula dari insiden di mana tentara Israel mengidentifikasi tiga pria bersenjata di Tal as-Sultan, sebuah daerah di Rafah di selatan Jalur Gaza.
Israel menganggap al-Sinwar sebagai dalang dari peristiwa pembantaian al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan kematian lebih dari seribu tentara dan pemukim Israel.
Sinwar terpilih sebagai pemimpin gerakan Hamas setelah Israel membunuh Ismail Haniyeh di Iran pada akhir Juli lalu.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kelompok Palestina tidak dapat dilenyapkan dengan pembunuhan para pemimpinnya.
”Hamas adalah gerakan pembebasan yang dipimpin oleh orang-orang yang mencari kebebasan dan martabat, dan hal ini tidak dapat dihancurkan,” kata Basem Naim, anggota senior biro politik Hamas.
Dalam sebuah pernyataan, dia menyebutkan beberapa pemimpin Hamas yang terbunuh di masa lalu dan mengatakan kematian mereka telah meningkatkan popularitas kelompok tersebut.
“Tampaknya Israel percaya bahwa membunuh para pemimpin kami berarti akhir dari gerakan kami dan perjuangan rakyat Palestina. Hamas menjadi lebih kuat dan lebih populer setiap saat, dan para pemimpin ini menjadi ikon bagi generasi mendatang untuk melanjutkan perjalanan menuju Palestina yang merdeka,” tandas Naim. (rus)