KABARIKA.ID, JAKARTA--Akademisi Universitas Andalas Hery Bachrizal Tanjung memberikan apresiasi tinggi kepada Presiden Prabowo Subianto yang menyampaikan pidato tentang pentingnya swasembada pangan usai pelantikan di Gedung Nusantara MPR-DPD-DPR RI, Senayan, Jakarta (20/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Hery, setidaknya ada dua alasan mengapa ia mengamini pidato Presiden Prabowo Indonesia swasembada pangan.

Pertama, pangan menjadi hal yang sangat pokok bagi bangsa Indonesia karena Indonesia termasuk Negara dengan jumlah penduduk nya tinggi pun juga dengan tingkat konsumsi pangan yang tinggi.

Kedua, saat ini masing-masing negara menjaga ketersediaan pangan untuk kebutuhan pangan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak mudah mendapatkan pangan dari dunia internasional. Maka, stakeholder pertanian Indonesia, menurutnya, mesti melakukan kerja keras untuk mewujudkan swasembada pangan.

Hery Bachrizal Tanjung yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Unand menyebutkan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar cita-cita Presiden Prabowo Swasembada pangan terwujud.

“Harap digasbawahi bahwa pelaku atau aktor utama penghasil pangan itu adalah petani, peternak dan juga petambak ikan. Itu pelaku utama. Mereka-lah yang sebenarnya bekerja sehari-hari menghasilkan pangan dengan konteks pertanian, peternakan, dan juga perikanan, dan lain-lain,” kata Hery saat dihubungi, Kamis (24/10).

Karena itu, ia melanjutkan, aktor utama itu harus berkualitas, dan mesti mendapat dukungan penuh untuk mampu berproduksi yang tinggi. Apalagi, sekarang petani banyak yang sudah berusia sekitar 50 tahun ke atas.

“Maka penanganan aspek SDM itu tidak mudah. Kita mesti memiliki program yang jitu agar muncul semakin banyak Petani-petani muda, peternak-peternak muda, serta pemuda perdesaan yang gandrung pada dunia pertanian dan peternakan guna menopang swasembada pangan tersebut,” ujarnya.

Selain itu, petani juga harus didampingi oleh para penyuluh pertanian. Baik penyuluh pertanian yang berstatus PNS, Penyuluh pertanian tenaga kontrak, atau bahkan penyuluh pertanian dalam konteks penyuluh pertanian swadaya.

“Atau mungkin para dosen dan peneliti di bidang pertanian juga bisa diajak sebagai pendamping petani dan peternak tersebut. Nah, karena itu maka segala sarana, program, dan informasi inovasi teknologi produksi harus diupayakan untuk mendekatkan penyuluh dengan petani,” katanya.

Hery juga menegaskan bahwa tidak tidak mungkin terjadi peningkatan produksi dan swasembada jika tidak ada sarana produksi yang tersedia tepat waktu, dan tepat jumlah.

“Benih unggul harus tersedia, baik benih tanaman maupun benih ternak harus tersedia dan mudah dijangkau. Kemudian, pupuk harus tersedia di ranah petani di lokasi petani, di desa, menjelang saat diperlukan oleh tanaman,” ungkapnya.

Aspek penting dan signifkan lainnya menurut Hery adalah pengelolan lahan dan air serta pasca panen yang baik. Penataan kembali kelembagaan penyuluhan pertanian menurutnya juga harus menjadi perhatian.

“Penyuluh pertanian harus mampu beradaptasi dengan baik terhadap tantangan swasembada pangan, dan memiliki kompetensi yang tinggi dalam membantu mengembangkan kapasitas petani,” ujar Hery.

Ia juga menegaskan perlunya integrasi yang lebih baik antara kebijakan tingkat pusat dan daerah dalam mengelola penyuluhan pertanian. Pengelolaan penyuluhan pertanian harus tetap berpusat pada kebijakan nasional, dengan pengembangan dan implementasinya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Lebih bagus lagi jika dapat status penyuluh pertanian ditarik kembali ke Pusat, tetapi ditugaskan membantu kepentingan daerah. (*)