KABARIKA.ID, JAKARTA – Pakar Pertanian, Agroklimatologi, dan Perubahan Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dwi Apri Nugroho menyebut program cetak sawah baru 3 juta hektar sebagai salah satu solusi untuk mencapai swasembada pangan.
Menurutnya, kebutuhan pangan dalam negeri akan meningkat seiring pertumbuhan penduduk Indonesia yang diproyeksikan akan mencapai 330 juta jiwa pada tahun 2050.
“Cetak sawah itu salah satu solusi untuk mencapai swasembada pangan. Solusi lainnya, kita harus ada inovasi dan pengembangan teknologi pertanian,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Ia juga menjelaskan bahwa program cetak sawah tersebut dapat berkontribusi terhadap swasembada pangan tanpa mengubah fungsi lahan hutan. Program ini, lanjutnya, fokus pada pemanfaatan lahan tidur untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dari satu kali tanam menjadi dua hingga tiga kali per tahun.
“Cetak sawah itu salah satu solusi untuk mencapai swasembada pangan. Terkait cetak sawah ini saya sedikit ada koreksi bahwa cetak sawah itu bukan berarti alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, tapi yang saya tahu cetak sawah ini adalah meningkatkan IP-nya, yang biasanya dalam satu tahun itu satu kali tanam, ditingkatkan menjadi dua hingga tiga kali,” ungkapnya.
Bayu pun menyatakan optimistis bahwa swasembada pangan nasional dapat tercapai. Dirinya menegaskan bahwa swasembada pangan saat ini harus dilakukan segera, mengingat banyak negara yang menerapkan pembatasan ekspor pangan akibat perubahan iklim dan ketidakpastian geopolitik.
“Artinya supply pangan berkurang, sehingga kita harus memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan swasembada pangan,” ujarnya.
Bayu menekankan bahwa pencapaian ini tidak bisa hanya dibebankan kepada Kementerian Pertanian saja, tetapi perlu dikerjakan secara bersama-sama.
Dalam mencapai swasembada melalui program lumbung pangan, ia menyoroti pentingnya kolaborasi semua stakeholder dari hulu hingga hilir, termasuk Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dan Perum Bulog.
“Masing-masing lembaga tersebut mempunyai peran untuk mendukung lumbung pangan itu tadi. Sehingga swasembada pangan itu bisa tercapai. Nah itu yang harus dilakukan, dan itu tidak bisa dibebankan kepada Kementan saja,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Yudi Sastro mengungkapkan produksi padi pada Triwulan III tahun 2024 mencapai 43,28 juta ton GKG atau sebesar 78,09% dari target 2024 yakni sebanyak 55,42 juta ton.
Menurut Yudi, faktor keberhasilan produksi padi antara lain adanya dukungan gerakan percepatan tanam nasional, fasilitasi pengembangan kawasan padi dalam bentuk saprodi dengan total bantuan seluas 1,1 juta hektar, pengendalian OPT dan penanganan dampak perubahan iklim, fasilitasi alsintan pasca panen serta masifnya pendampingan Pusat/Prov/kab/kota dalam gerakan tanam. Kemudian, lanjutnya, keberhasilan tersebut juga didukung kegiatan cetak sawah dan pompanisasi yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dalam upaya percepatan tanam untuk pengamanan produksi.
“Untuk itu, kami akan terus mendukung pengawalan kegiatan pompanisasi agar daerah-daerah yang berpotensi untuk dilakukan percepatan tanam dapat melakukan penanaman, sehingga memberikan kontribusi pada penambahan luas tambah tanam untuk mendukung peningkatan produksi padi 2024,” tuturnya.
Yudi menambahkan, pada tahun 2023, produksi padi telah berhasil melampaui target sebesar 52,12 juta ton GKG, yakni mencapai 53,63 juta ton GKG atau 102,88%. Dukungan bantuan pemerintah pada kegiatan budidaya padi seluas 1,10 juta hektar pada tahun 2023 berkontribusi sebesar 10,46% terhadap realisasi luas tanam dan luas panen padi nasional.
“Dari luas tanam bantuan pemerintah tersebut berkontribusi terhadap produksi padi nasional tahun 2023 sebesar 9,38%,” ungkapnya. (*)