KABARIKA.ID, JAKARTA — Sambutan dari berbagai pihak untuk mendukung program swasembada pangan terus bergulir, termasuk dari perguruan tinggi negeri dan swasta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal itu terlihat pada pertemuan Forum Diskusi Rektor dengan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, Selasa (29/10/2024) di Aula Gedung D Kompleks Kementan, Jakarta Selatan.

Hadir dalam pertemuan itu, antara lain Rektor IPB yang juga Ketua Forum Diskusi Rektor, Prof Arif Satria, Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, Rektor UMI Makassar, dan puluhan rektor lainnya.

Demi mendukung swasembada pangan, Mendiktisaintek Satryo mengatakan siap mengkaji ulang berbagai kebijakan, yang dianggap dapat menghambat atau mengurangi minat kampus untuk mendukung program swasembada pangan.

Satryo mengatakan bahwa terkadang dosen-dosen di kampus itu bingung. Proyek swasembada seperti mendesain dan mengembangkan alat mesin pertanian (Alsintan), manajemen air atau cetak sawah merupakan penelitian sederhana.

“Sukar publikasi di jurnal internasional bereputasi (terindeks Scopus), kalau tidak dapat scopus, tidak naik pangkat, tidak jadi guru besar,” ujar Satryo.

Memang diakui, lanjut Satryo, aturan di Kemendikti dominan mendorong ke arah scopus, tapi dalam hal lain karena fokus scopus, jadinya tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Teman-teman di Pertanian, seperti saya misalnya, bikin Alsintan mudah sekali, tapi kalau Alsintan nanti tidak ada Scopusnya. Karena Scopus itu harus makalah yang sangat mutakhir keilmuannya, sangat ilmiah, sedang Alsintan itu lebih banyak teknologinya, terapannya. Akhirnya mereka lebih memilih publikasi Scopus agar cepat naik pangkat dan jadi guru besar,” lanjut lulusan ITB ini.

Terkait hal itu, Satryo menegaskan bahwa ada aturan yang akan dicek kembali, mungkin beberapa akan dibatalkan dan diubah total karena menghambat karier dosen.

Menurutnya, dosen itu beragam ada ilmuwan murni, ada terapan, ada pengabdian, dan ada yang fokus paten. Tapi karena aturannya fokus pada jumlah publikasi internasional yang bereputasi tinggi, jadi dosen-dosen fokusnya seperti itu.

Ini menjadi dilema karena tidak ada lagi yang berminat mendesain Alsintan, karena dianggap ecek-ecek oleh mereka.

Satryo menambahkan bahwa mereka tidak dapat disalahkan karena aturannya memang seperti itu. Akibatnya, tidak ada guru besar Alsintan.

“Jadi teman-teman sekalian pokoknya yang diminta Mentan Andi Amran, tolong diteliti. Kita akan atur lagi mengenai capaian kinerja dosen, tidak harus dengan dominan publikasi Scopus saja. Kami akan coba cari formula terkait hasil kegiatan yang dampaknya besar ke masyarakat,” tandas Mendiktisaintek Satryo.

Oleh karena itu, Satryo mengingatkan para dosen yang menggunakan uang rakyat untuk penelitian agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat, bukannya untuk menghidupi jurnal Elsevier.

“Karena kita menggunakan uang rakyat untuk penelitian, kalau kita hanya fokus mengejar scopus yang mahal, artinya uang rakyat itu kita gunakan untuk menghidupi Elsevier,” tegas Satryo yang disambut tepuk tangan para rektor yang hadir.

Arahan Mendiktisaintek Satryo ini direspons positif oleh Mentan Andi Amran dengan mengatakan bahwa swasembada dapat dicapai dalam waktu singkat.

“Kami yakin swasembada pangan dapat kita gapai dalam waktu singkat dengan adanya kolaborasi dari perguruan tinggi,” tandas Mentan Andi Amran. (uca)