KABARIKA.ID, MAKASSAR – Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Penurunan Stunting di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 22 November 2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kegiatan ini bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam pelaksanaan delapan aksi konvergensi yang menjadi langkah strategis pemerintah dalam mempercepat penurunan angka stunting secara nasional.

Acara tersebut mengundang sejumlah pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga terkait, termasuk Asisten Deputi Bidang Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan Kemenko PMK, Jelsi Natalia Marampa; Direktorat Imunisasi Kemenkes, Vivi Voronika, SKM., M.Kes; Plh Kepala Bappelitbangda Provinsi Sulsel, Andi Bakti Haruni.

Turut hadir Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel, Shodiqin, SH., MM; Kepala Bappeda Kabupaten Bone, Dr. Ade Fariq Ashar, SSTP., M.Si; pakar kesehatan masyarakat Lindawati Wibowo, serta 178 perwakilan Bappeda kabupaten/kota, perwakilan 38 Bappeda provinsi.

Kegiatan diawali dengan laporan dari Ketua Panitia, Arifin Efendi Hutagalung, S.E., M.M., yang menyampaikan bahwa percepatan penurunan stunting hanya akan berhasil jika dilakukan secara holistik, integratif, dan berkualitas.

“Seluruh komponen pentahelix, baik pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, maupun masyarakat, harus bergerak secara masif dengan skema konvergensi,” ujarnya.

Arifin menekankan pentingnya fokus pada keluarga berisiko dengan intervensi berbasis data yang akurat, agar pencapaian prioritas nasional dan pembangunan daerah dapat terwujud.

Peserta rapat koordinasi 8 aksi konvergensi, Hotel Claro Makassar,.Jumat, 22 November 2024. Foto: ist

Kegiatan ini juga menjadi wujud pelaksanaan tugas Ditjen Bina Bangda dalam melakukan pembinaan umum kepada pemerintah daerah, khususnya dalam harmonisasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada percepatan penurunan stunting.

Plh Kepala Bappelitbangda Sulsel, Andi Bakti Haruni, menyambut para peserta dengan hangat di Makassar, Kota Anging Mammiri.

Dalam sambutannya, ia mengungkapkan bahwa prevalensi stunting di Sulawesi Selatan berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) mengalami sedikit peningkatan, dari 27,2% pada 2022 menjadi 27,4% pada 2023.

“Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi kami. Berbagai kebijakan telah kami lakukan, seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pendampingan gizi melalui program inovasi Pappadeceng Gizi, gerakan makan telur, hingga pemberian bibit ikan dan tanaman,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga telah melaksanakan berbagai langkah pendukung aksi konvergensi, seperti rapat koordinasi, rembuk stunting, tagging anggaran, serta pendampingan pelaksanaan delapan aksi konvergensi hingga tingkat kabupaten/kota.

“Hingga 18 November 2024, capaian pelaksanaan delapan aksi konvergensi yang terpantau melalui web monitoring Bangda mencapai 76,93%,” tambahnya.

Direktur SUPD III Ditjen Bina Bangda, Dr. TB. Chaerul Dwi Sapta, SH., M.AP., dalam sambutannnya menekankan pentingnya sinergi di semua tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga desa.

“Penanganan stunting harus dilakukan sinergi di seluruh tingkatan, mulai dari 38 Provinsi , 514 kab/kota , 7277 Kec, 8.498 kel, bahkan sampai ke 75.265 desa yang ada di Indonesia, bagaimana langkah penanganannya? Tentunya setiap wilayah juga punya pendekatan spesifik berdasarkan karakteristik masing-masing daerah,” Ujarnya.

Ia juga membahas revisi signifikan terhadap Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting tang akan selesai smpai akhir tahun 2024.

“Pendekatan intervensi tahun depan lebih diarahkan pada kelompok prioritas, seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah dua tahun, anak di bawah lima tahun, remaja putri, dan calon pengantin,” jelasnya.

Strategi ini bertujuan memastikan bahwa intervensi lebih efektif, tepat sasaran, dan berdampak langsung pada pencegahan stunting.

Namun, Dr. Chaerul juga mengingatkan bahwa efektivitas program harus disertai evaluasi mendalam.

“Dari 2020 hingga 2024, meskipun tren anggaran APBD terus meningkat, penurunan prevalensi stunting hanya mencapai 0,1 persen.
Ini menunjukkan ada langkah yang belum tepat sasaran,” katanya.

Ia menyoroti beberapa langkah penting yang perlu dilakukan, seperti sinkronisasi program dengan Asta Cita, perencanaan berbasis data akurat, optimalisasi penggunaan anggaran daerah, serta koordinasi lintas sektor yang lebih kuat.

Salah satu inovasi yang diusung adalah penguatan proses digitalisasi melalui integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK), Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), dan peta administrasi kewilayahan ke dalam web monitoring aksi Bangda.

Sistem ini dirancang untuk memastikan transparansi dan akurasi data, baik di tingkat pusat maupun daerah.

“Pelibatan kecamatan dalam pencatatan penganggaran dan tagging APBD menjadi krusial. Dengan data yang akurat, kebutuhan wilayah dapat diakomodir secara lebih presisi, ini momen akselerasi yang baik, apalagi mendekati pilkada serentak yang mensingkronkan RPJMN dan RPJMD, serta menyusun langkah langkah strategis kedepan,” tambahnya.

Rapat koordinasi ini menjadi momentum penting untuk bertukar pengalaman, mengidentifikasi tantangan, serta merumuskan langkah strategis dalam percepatan penurunan stunting.

Para peserta diingatkan bahwa kolaborasi lintas sektor dan semangat kebersamaan adalah kunci untuk mencapai target Indonesia bebas stunting.

“Kita berharap pemerintah daerah mampu menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan, sehingga percepatan penurunan stunting tidak hanya menjadi komitmen, tetapi juga capaian nyata untuk Indonesia yang lebih baik,” tandasnya.