Site icon KABARIKA

Andi Amran Sulaiman, Pegang Teguh Petuah Orang Tua “Jangan Ambil Hak Orang Lain!” (2)

KABARIKA. JAKARTA — Sikap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang tidak bisa kompromi dengan prilaku korupsi ternyata berasal dari petuah orang tuanya. Sejak kecil dia selalu diajarkan untuk jangan mengambil hak orang lain.

Hal itu disampaikan Amran sekaligus menegaskan bahwa tidak semua menteri terlibat korupsi seperti banyak kasus yang telah terjadi. Paling tidak, itu berlaku untuk dirinya yang sudah memimpin Kementerian Pertanian (Kementan) sejak era Presiden Joko Widodo.

Menurut Amran, upaya memerangi korupsi memang harus dimulai dari pendidikan di dalam rumah tangga alias keluarga. Sebagaimana dirinya yang sejak kecil sudah diajarkan orang tuanya bahwa korupsi itu tidak baik, melanggar hukum, dan bisa menyengsarakan banyak orang.

“Harusnya pendidikan korupsi itu mulai dari rumah tangga. Mulai dari kecil diberitahu. Kami bersaudara seperti itu disampaikan orang tua, jangan coba-coba pernah mengambil haknya orang,” ujar Amran masih dalam wawancara di salah satu televisi nasional, beberapa waktu lalu.

Amran lantas mengisahkan sebuah cerita terkait dengan petuah orang tuanya tersebut. Dimana pada suatu ketika, dia bersama dengan beberapa saudaranya pergi membersihkan sebuah pasar.

Mereka lalu tidak sengaja mendapatkan uang Rp5 rupiah yang kemudian dibawa pulang dan diberitahukan kepada orang tuanya.

Namun, orang tuanya yang mendengar itu bukannya senang atau mengapresiasi anak-anaknya, melainkan justru marah.

“Padahal itu uang tercecer, tidak tahu siapa pemiliknya, tapi bapak saya bukannya senang, malah tidak mengucapkan sepatah kata pun, dan langsung ambil kayu meminta kami menunjukkan mana tangan yang mengambil itu, dan dipukul,” ucapnya.

Amran mengaku awalnya sangat kecewaa. Akan tetapi, ada pesan disampaikan orang tuanya yang membuat dia sadar bahwa mereka salah.

“Kenapa beliau begitu, saya ingat beliau mengatakan itu bukan hak kalian, bukan berarti tidak ada yang punya itu lantas bisa kalian ambil begitu saja. Kami lalu diantar kembali ke pasar untuk mengembalikan itu uang ke tempatnya,” bebernya.

“Itulah yang kami dapat yang mengantar ke sini. Kebetulan nilai-nilai yang diwariskan oleh orang tua, kami ingat sampai hari ini bahwa jangan coba-coba mengambil hak orang lain,” tegas dia.

Dengan prinsip seperti itu, ternyata sampai saat ini tidak sedikit yang mempertanyakan bagaimana Amran bisa menjadi begitu sukses dan kaya raya.

Terlebih, ketika mendengar informasi bahwa ternyata Amran sama sekali tidak menggunakan gajinya. Gajinya tersebut malah disumbangkan kepada anak-anak yatim.

“Alhamdulillah aku serahkan (gaji) kepada teman-teman di sini yatim piatu. Gaji tetap kami ambil, tapi begitu diterima, kami berikan kembali kepada orang-orang yang susah,” ucapnya.

Bahkan, ada kabar bahwa Amran juga pernah disodorkan uang sampai satu triliun dari dana bagi hasil, namun dia menolaknya.

Amran menolaknya karena itu katanya berhubungan dengan pekerjaannya sebagai pejabat publik, bukan dari hasil keringatnya sendiri.

“Jangankan itu, perusahaan racun tikus saya saja, saya putuskan untuk tutup, tutup permanen. Kenapa? Karena itu bisa menimbulkan masalah karena berhubungan dengan jabatan saya,” ucapnya.

Amran sendiri menolak untuk dikatakan kaya raya, sebab, bagi dia hidupnya hanya berkecukupan. Cukup untuk dirinya, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya.

Selebihnya dimanfaatkan untuk kebutuhan orang banyak, termasuk dalam memudahkan aktivitas pekerjaannya.

Sebagaimana Amran sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah menggunakan pesawat jet pribadi, namun tidak pernah sekalipun menggunakan biaya operasional yang dibebankan pada keuangan negara.

Menurut Amran, biaya yang dia keluarkan secara pribadi itu sebenarnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan para pahlawan yang bahkan merelakan nyawanya untuk kepentingan negara.

“Artinya saya ini belum ada apa-apanya dibanding dengan pahlawan kita. Pahlawan kita nyawanya diserahkan untuk merah putih. Aku ini sangat kecil dibanding mereka, seperti bahan bakar jet pribadi, itu masih sangat kecil,” ujar Amran.

Lagi-lagi, Amran mengenang bagaimana perjuangan orang tuanya yang juga sebagai abdi negara bisa selalu ikhlas dalam bekerja demi bangsa, sekalipun gajinya tidak seberapa.

“Apalagi ya kami anak prajurit. Untuk bela merah putih nyawa ini tidak bisa dibeli dengan rupiah, masa dengan hartanya aja nggak mau berbuat untuk negara,” cetusnya.

Amran mengaku untuk seluruh harta yang didapatkan sejauh ini berasal dari berbagai kegiatan bisnisnya yang berjalan di bawah bendera TIRAN Group. Mulai dari tambang, unilever atau distributor, hingga lain sebagainya.

Meski begitu, Amran tetap berprinsip bahwa apa yang dihasilkan dari banyak usahanya itu hanyalah titipan dari Yang Maha Kuasa.

“Itu (harta) sebenarnya titipan Allah. Kekayaan-kekayaan dititipkan oleh Allah siapapun berhak terima, kalau kami hanya ikhtiar dan kerja keras. Dulu kami susah tapi selalu saya camkan aku lahir miskin dihina, dicaci, dipandang sebelah mata, tapi jangan sampai nanti kami dikubur juga tetap miskin. Karena kalau seperti itu, berarti salah saya,” pungkas dia.

Amran menandaskan, dirinya selalu berpesan kepada orang-orang, bahwa semua berhak untuk mencapai seperti apa yang telah dia dapatkan.

Namun hal itu, kata dia, tentu hanya bisa dicapai apabila seseorang punya tekad dan usaha keras. Termasuk juga doa.

Seperti yang dilakukannya, sejak kecil dia sudah berusaha mencari uang agar tidak begitu membebani orang tuanya yang serba kekurangan untuk menghidupi 12 anaknya.

Amran mengaku, pernah bekerja serabutan, mulai dari umur sembilan tahun sudah menggali batu gunung untuk dijual ke proyek. Dari situlah membentuk dirinya menjadi sosok pekerja keras.

“Ala bisa karena biasa. Beranila berproses karena kelemahan kita sebenarnya, yaitu mau sukses tapi tidak mau berproses,” tandasnya.(*)

Oleh : Muhammad Ramli Rahim, Kepala Sekolah Institut Bisnis dan Profesi IKA Unhas dan Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Inovasi Alumni Pengurus Pusat IKA Unhas 2022-2026

Exit mobile version