KABARIKA.ID, JAKARTA – Justika Baharsjah, Menteri Pertanian yang menjabat pada 1998, memberikan pandangan strategisnya terkait rencana penguatan kelembagaan yang dilakukan pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, langkah ini merupakan keputusan yang tepat untuk memperkuat sektor pangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Justika, Presiden Prabowo telah menunjukkan tekad besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berdaulat pangan. “Mari kita dukung bersama kebijakan strategis pemerintah agar sasaran yang dicanangkan dapat tercapai dengan baik,” kata Justika dalam keterangannya pada Kamis (19/12/2024).
Sebagaimana diketahui, dalam upaya mempercepat pencapaian swasembada pangan, pemerintah mencanangkan berbagai kebijakan. Salah satunya rencana transformasi kelembagaan pertanian.
Di periode pemerintahan Presiden Prabowo, Perusahaan Umum (Perum) Bulog akan bertransformasi sebagai lembaga otonom. Hal ini pernah dilakukan di masa Orde Baru, ketika Bulog masih menjadi Badan Urusan Logistik dan berada di bawah koordinasi langsung presiden.
Menurut Justika, Presiden Prabowo telah mengambil langkah bijak terkait rencana penguatan kelembagaan tersebut. “Reformasi kelembagaan di mana Bulog langsung di bawah Presiden menunjukkan bagaimana besarnya komitmen Presiden Prabowo untuk menangani masalah pangan bagi kepentingan bangsa,” ungkapnya.
Justika yang juga dikenal sebagai Guru Besar Pertanian di IPB, mengemukakan bahwa penugasan Bulog di bawah Presiden dapat memungkinkan Bulog menjalankan tugasnya dengan lebih lincah. Selain itu, Bulog dapat fokus pada perannya sebagai agen pembangunan.
“Dengan adanya keputusan pemerintah menugaskan Bulog dengan penugasan baru bukan lagi sebagai BUMN, maka Bulog secara resmi mendapatkan sumber pendanaan dari APBN. Pada waktu menjalankan tugas, Bulog tidak lagi menghitung untung-rugi. Dengan demikian, Bulog menjadi agent of development, sehingga dalam mengemban tugasnya Bulog akan lebih lincah,” terangnya.
Ia berharap dengan transformasi Bulog di bawah Presiden Prabowo, diharapkan Bulog dapat bekerja lebih maksimal terutama untuk memastikan stabilitas harga pangan di Indonesia. “Dengan demikian stabilitas harga pangan dapat dikendalikan dengan baik, petani diuntungkan, dan semua itu akhirnya ditujukan untuk mendukung tercapainya swasembada pangan,” ungkapnya.
Justika juga menyampaikan pemikirannya tentang wacana penyatuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan menjadi satu komando di bawah Kementerian Pertanian (Kementan). Menurut pandangannya, gagasan yang pernah dijalankan Indonesia pada tahun 1958 tersebut merupakan suatu yang wajar.
“Pemikiran menyatukan semua lembaga termasuk BUMN yang terkait pertanian di bawah Kementan suatu yang wajar. Namun, harus diingat bahwa BUMN tugasnya mencari untung. Sehingga pemegang komando harus selalu menerapkan management control yang baik dengan menerapkan Good Corporate Governance,” tutupnya.
Gagasan menyatukan BUMN pangan di bawah Kementan bukanlah hal baru. Kebijakan serupa pernah diterapkan di masa pemerintahan Presiden Soekarno melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1958. Peraturan tersebut menetapkan perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertanian milik Belanda berada di bawah penguasaan negara demi kepentingan nasional.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjamin kelangsungan produksi pertanian dan perkebunan sebagai bagian dari stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan. Seluruh aset, pabrik, lembaga ilmiah, dan organisasi terkait yang sebelumnya dimiliki Belanda dikelola oleh Kementerian Pertanian, dengan dukungan badan-badan khusus seperti P.P.N. Baru. Biaya operasional perusahaan ditanggung dari hasil penjualan, memastikan keberlanjutan manajemen dan pengelolaan aset strategis.
Dengan reformasi kelembagaan di era Presiden Prabowo-Gibran, Indonesia diharapkan mampu melanjutkan tradisi kebijakan yang mendukung sektor pertanian sebagai pilar utama dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional. (“)