Catatan: Tomi Lebang

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

SAYA sedang leyeh-leyeh di satu kota berudara dingin di Jawa Tengah pagi ini ketika kabar duka itu datang. Kakanda Mappinawang berpulang. Seperti saya dan keluarga, rupanya Kak Mappi bersama keluarga juga sedang menikmati udara dingin pegunungan Malino, Gowa.

Di sanalah takdir menjemputnya — yang mengentak pagi semua sahabat. Ya, Kak Mappi adalah sahabat semua orang.

Tak banyak manusia yang saya kenal dengan kebaikan, senyum, dan kesabaran yang luas dan tanpa jeda seperti Kak Mappi. Ia berkawan dengan siapa saja. Menyisakan kesan dan ingatan yang baik di semua yang pernah bersama bahkan sekadar berpapasan dengannya.

Mappinawang Yusuf, seorang pengacara yang lebih banyak berpraktik untuk membela orang kecil dan tertindas, terutama di Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Apalagi, catatan karirnya di bidang hukum dimulai dari posisi sebagai aktivis LBH di masa-masa kuatnya Orde Baru. Kak Mappi pernah menjadi perwakilan LBH Ujungpandang yang ditempatkan di daerah Polmas dan Tana Toraja. Di dua daerah itu, Kak Mappi aktif bergaul dan membela warga, petani, sampai pemilik kebun. Ia menggugat perusahaan perkebunan kopi sampai pemerintah yang dianggap semena-mena. Dan seterusnya.

Saya mengenal Kak Mappi di Kota Makassar. Kami kerap bertemu di kantor almarhum Rudiyanto Asapa di Jalan Mappanyukki atau di kantor LBH Ujungpandang di Jalan Veteran. Sebagai wartawan muda dan masih kuliah, saya menemui Kak Mappi untuk wawancara atau sekadar mengendus cerita-cerita terbaru. Maklum, Kak Mappi menangani banyak kasus yang menjadi perhatian sekaligus harapan.

Seperti kesaksian kawan saya, Andi Wahyuddin Jalil, junior Mappinawang di Fakultas Hukum, Unhas: “Semasa saya mahasiswa, beliau Ketua Tim Pembela masyarakat Bira yang tergusur di kawasan wisata era Andi Thamrin, Bupati Bulukumba dan dalam kasus penggusuran masyarakat petani Arasoe di areal Pabrik Gula Bone. Saya bagian dari Tim Advokasi bersama almarhum. Saya banyak belajar pada beliau akan sikap, empati dan konsistensinya pada masyarakat marginal dan kalangan tertindas,” tulis Wahyuddin di satu grup percakapan WhatsApp, pagi ini.

Kak Mappi begitu mudah ditemui, enteng mengabari sesuatu, dan tak pelit berbagi bocoran tentang apa saja. Dan satu lagi, Kak Mappi selalu membuat semua orang betah oleh keramahan dan keceriaan yang ditebarkannya.

Kak Mappi memimpin LBH Ujungpandang ketika reformasi berkumandang. Mahasiswa bersama para aktifis bergerak bersama menumbangkan Orde Baru. LBH Ujungpandang salah satu pembentuk Komite Pembela Aksi Pro Reformasi (KPAPR) tempat para pengacara bergabung untuk membela setiap korban kekerasan yang terjadi sepanjang gerakan reformasi.

Saya meninggalkan Makassar ketika Kak Mappi sudah menduduki kursi Direktur LBH Ujungpandang. Walau berbeda kota, kami masih kerap bertemu, terutama setiap kali Kak Mappi ke Jakarta.

Lalu waktu jualah yang membentuk setiap perjalanan kita. Saya berhenti sebagai wartawan di tahun 2003, dan kalau tidak salah ingat, Kak Mappi juga berganti haluan dari pengacara menjadi Ketua KPU Sulawesi Selatan. Selepas mengurusi dunia politik yang centang-perenang itu lima tahun lamanya, Kak Mappi kembali menekuri dunianya yang sejati: sebagai pengacara.

Waktu berlalu, menyisakan kesan baik, kita berusaha melupakan cerita yang suram. Dan Kak Mappi adalah satu dari sedikit orang dalam ingatan saya yang tak meninggalkan sedikit pun cerita sumbang. Ia selamanya jadi kawan, kakak, senior yang menebar tawa dan kebaikan.

Selamat jalan Kak Mappi. Berkumpullah dalam damai bersama kawan-kawan seperjuanganmu yang telah mendahului: Rudiyanto Asapa, Christina Joseph, Hasbi, dll …