Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), M.Med.Ed.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KABARIKA.ID, MAKASSAR – Untuk menjadi seorang dokter pandangan masyarakat pada umumnya butuh banyak uang agar bisa mencapai profesi tersebut.

Pada umumnya masyarakat berpandangan untuk menjadi seorang dokter butuh banyak uang dan koneksi agar bisa mencapai profesi tersebut.

Namun seorang yang akrab dengan Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), M.Med.Ed menyebutkan, jika ahli mata dengan nama singkat Budu itu, adalah salah satu ‘perlawanan orang biasa’ di Sulawesi Selatan yang bisa eksis dan menembus batas-batas eksistensi terhormat seperti ‘kelas dokter’ yang selama ini dikenal hanya milik kalangan atau kelas tertentu.

Prof Budu, yang lahir di sebuah dusun di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, menjadi gambaran orang biasa dengan nama yang terhormat dan mengakar, dan bisa jadi dokter terkenal.

Sebab semua pendidikan dasarnya dilakoni di Maros, nanti saat menginjak bangku kuliah ia meninggalkan kampung halaman.

Budu adalah bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya seorang petani biasa yang juga seorang imam masjid kampung, di perbatasan antara Kabupaten Maros dan Kota Makassar.

Sementara ibunya tidak menempuh pendidikan apapun, hanya seorang ibu rumah tangga.

Dibesarkan tanpa kemewahan harta namun kaya nilai-nilai kehidupan. Mentalnya ditempa menjadi sekeras baja. Orang tuanya sadar bahwa kelak di masa depan, Budu harus berdikari mencapai puncak cita-cita.

Selain didikan mental sarat akan nilai-nilai Islam, oleh orang tuanya, Budu yang seorang anak desa tentu asupan makanannya kaya dengan makanan segar dan bergizi dari hasil tani maupun ikan yang kaya omega.

Otaknya pun encer cerdas luar biasa. Nilai akademiknya sejak di sekolah dasar hingga perguruan tinggi selalu teratas.

“Bapak saya selalu bangga saat tiba waktunya penerimaan raport di sekolah. Karena saya selalu rangking satu,” kenang Budu yang mengingat betul ayahnya selalu mengenakan sarung, baju koko dan kopiah dengan penuh rasa bangga saat menghadiri penerimaan raport di sekolahnya.

Karena itu pula, Budu selalu mendapat beasiswa pendidikan sejak SD sampai di perguruan tinggi. Hal itu tentu meringankan beban biaya sekolah. Mengingat orang tuanya tergolong tidak mampu. Andai tidak ada beasiswa, mungkin ia akan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang petani.

“Bagi anak petani seperti saya, melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah impian yang terasa begitu jauh, apalagi menjadi seorang dokter. Namun, bagi Budu muda, mimpi harus dikejar, tidak peduli seberapa besar rintangannya,” lanjutnya.

Saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ia selalu meraih peringkat pertama di kelas. Kemampuannya itu membawanya mendapatkan beasiswa Supersemar sejak kelas 3 SD hingga selesai di bangku sekolah dasar, yang menjadi awal dari perjalanannya menuju dunia akademik.

Sejak belia, Budu juga telah memperdalam ilmu agama, pintar mengaji Al-Quran dan membaca bacaan-bacaan Bahasa Arab seperti barzanji. Budu juga kerap mengikuti lomba tilawatil Quran yang merupakan pesta religius tahunan di desanya.

Setelah lulus SD, Budu melanjutkan pendidikannya di SMP Batangase, Mandai, Maros. Di sana, ia kembali mendapatkan bantuan beasiswa dari Supersemar yang juga menanggung seluruh biaya pendidikannya selama tiga tahun.

“Di sana saya tidak pernah bayar sama sekali, selama tiga tahun saya sekolah tidak ada uang saya keluar, karena semua tercover beasiswa,” ungkapnya.

Langkahnya semakin mantap saat ia diterima di SMA Negeri 7 Makassar. Selama 3 tahun berturut-turut ia menjadi rangking kelas IPA dan membuka pikirannya untuk mulai lanjut studi di Perguruan Tinggi. Dengan kerja keras dan tekad yang kuat, Budu berhasil lolos masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin melalui jalur ujian tulis pada tahun 1985.

Ia menamatkan pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada 1993, dan melanjutkan pengabdiannya di Pelayanan Kesehatan Primer selama 3 tahun (1993-1996) sebelum melanjutkan pendidikan di Program Doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran dan Farmasi Toyama, Jepang (1998-2002).

Prof Budu lalu mendalami penyakit genetik molekuler mata (seperti Mutasi Gen Rhodopsin dan Gen Pperipherin/RDS pada Pasien dengan Retinitis Pigmentosa) dengan beberapa publikasi naskah yang sangat baik. dan berhasil memperoleh penghargaan sebagai Konteks Makalah Pascasarjana Terbaik, Pertemuan Tahunan Asosiasi Oftalmologi Jepang, Universitas Kedokteran dan Farmasi Toyama, Toyama, Jepang, 2001 dan Konteks Makalah Dokter Spesialis Mata Terbaik Kedua, Pertemuan Tahunan Ikatan Dokter Spesialis Mata Indonesia-XXXII, Jakarta, Indonesia, 2007.

Prof. Budu juga memiliki minat dalam perspektif pendidikan kedokteran. Berdasarkan kapabilitasnya di bidang pendidikan, tentu ia masih aktif sebagai mentor dan supervisor tidak hanya untuk kepaniteraan mahasiswa kedokteran tetapi juga untuk pelatihan residensial di Departemen Oftalmologi, RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Pendidikan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Selain tanggung jawab akademisnya, Prof. Budu juga aktif dalam organisasi profesi, seperti sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Sulawesi Selatan periode 2008-2012. Selama masa jabatannya, program penanggulangan kebutaan ditangani dengan baik dengan dukungan Kementerian Kesehatan, khususnya pasien kebutaan di daerah pedesaan di Pulau Sulawesi.

Prof. Budu juga terlibat dalam penguatan penjaminan mutu proses pendidikan institusional di Indonesia. Beliau merupakan anggota Badan Akreditasi Nasional pada tahun 2010 dan sebagai ketua penjaminan mutu internal Kolegium Oftalmologi Indonesia (KOI) dari tahun 2016 hingga 2019.

Pada 2022 lalu, Prof Budu merupakan salah satu kandidat Rektor Unhas dengan dukungan yang sangat maksimal. Saat itu, ia punya alasan mengapa dirinya harus maju mencalonkan diri, bukan karena alasan klise untuk memajukan UNHAS menjadi lebih baik, empat alasan tersebut, yaiti :

Pertama, pengalaman karir yang memadai. Prof. Budu merasa bahwa sudah saatnya untuk mengambil peran dalam suksesi kepemimpinan di Unhas. Dengan pengalaman yang dimiliki, mulai dari posisi bawah hingga koordinator, beliau merasa siap untuk memberikan kontribusi yang lebih besar bagi universitas.

Kedua, memenuhi persyaratan. Prof. Budu yakin bahwa dirinya memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi Rektor, baik dari segi akademik maupun pengalaman manajerial.

Ketiga, dukungan dari civitas akademika. Terdapat dorongan yang kuat dari rekan-rekan di civitas akademika Unhas. Dukungan ini menjadi motivasi tambahan bagi beliau untuk maju sebagai calon Rektor

Dan keempat, omentum yang Tepat. Saat itu merupakan momentum yang sangat baik, mengingat Ibu Rektor sebelumnya (Prof Dwia Ariestina Pulubuhu) telah menyelesaikan masa jabatannya. Ini memberikan kesempatan bagi pemimpin baru untuk membawa perubahan dan inovasi di Unhas.

Tapi yang pasti katanya, karena univeristas harus menghasilkan karakter unggul, pancasila, dan mengusai teknologi. “Hal ini demi mendukung Indonesia yang lebih maju,” kata Prof Budu.

Termasuk, ia menyampikan tiga visi kerja utama dalam empat tahun kedepan. “UNHAS sebagai kampus entrepreneurial, humaniversity, dan catch WCU,” ucapnya, semberi menyebut UNHAS harus berperan penting untuk membangun Indonesia sebagai Negara Maritim.
“Hal ini dapat meningkatkan kinerja dan reputasi Unhas dalam kelas dunia,” jelas Budu.

Bahkan menurutnya, ada tiga poin utama untuk membawa UNHAS mengarungi era disrupsi digital yang telah di depan mata. Yang menurutnya, hal ini tentu menjadi peluang sekaligus tantangan bagi “Kampus Ayam Jantan” sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).

Selain itu, Budu juga mendorong Unhas untuk dapat menjadi Enterpreneurial University. Hal tersebut sebagai upaya dalam mewujudkan cita-cita besar Unhas menjadi salah satu universitas bereputasi internasional.

“Unhas saat ini tengah melakukan transformasi dengan mematangkan dirinya sebagai research reputable university yang tentunya semakin membutuhkan dukungan finansial yang besar,” ucap Budu.

Adapun program kerja utama Budu adalah Unhas Berwirausaha, Unhas Mengajar, Unhas Meneliti, Unhas Mengabdi, Unhas Go-digital, serta Unhas Bermitra.

Biodata :

Nama : Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), M.Med.Ed.

Tempat dan Tanggal Lahir, Baddo-baddo Maros, 31 Desember 1966.

Pendidikan:
• Dokter Umum: Universitas Hasanuddin.

• Dokter Spesialis Mata: Universitas Hasanuddin.

• Postgraduate Student (Program Ph.D), Faculty of Medicine, Toyama Medical and Pharmaceutical University.

Fellowship
• Fellowship Training in basic and surgery of Vitreoretinal diseases, Dept. of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Indonesia  Univ., Jakarta,  2005.

• AMO PHACOEMULSIFICATION Training. AMO Academy. Jakarta, 2005.

• Master in Medical Education (M.Med.Ed), Faculty of Medicine, Univ. of Gajah Mada (UGM), Indonesia, 2008.

Organisasi
• Coordinator of Medical Education and Family Planning Division, Indonesian Doctor Association (IDI), South Sulawesi.

• Chairman of Indonesian Ophthalmology Association (PERDAMI), South Sulawesi, 2012.

• Coordinator of Academic Medical Education, Teaching Hospital, Wahidin Sudirohusodo (RSWS), 1997.

• Members of National Accreditation Board (BAN-PT), Higher Education, Indonesia, 2010.

• Member of The Indonesian Accreditation Agency for Higher Education in Heath (LAMPT-Kes), 2016.

• The Chairman of Hasanuddin University Masque Association (AMKI-Unhas), 2016.

• The Chairman of Indonesian School of Medicine Association (AIPKI wil 6), 2018 – now.

• The Chairman of Satgas Covid-19 UNHAS, 2020 – now.

Penghargaan
• The best-postgraduated paper context, Annual Meeting of Japanese Ophthalmological Association, Toyama Medical and Pharmaceutical University, Toyama, Japan. 2001.

• Award of Riset Unggulan Terpadu (RUT) ke-X, Menristek, 2003-2004.

• The second best of Ophthalmologist paper context, Indonesian Ophthalmological Association Annual Meeting-XXXII, Jakarta, Indonesia. 2007.

• Award of Medical Sciences and Technology Award : 2006, 2007, 2008, and 2009.

• Piagam Tanda  Kehormatan dari Presiden RI, Satya Lecana Karya Sapta 10 tahun pengabdian, Kepres RI no. 35/TK/2010, Tanggal 10 Agustus 2010.

• Professor in Ophthalmology, Ministry of Education and Cultural, Indonesia, 2012.

Publications and Research
• Tenri Esa, Budu, Arief M. Polymorphisms of Vascular Endothelial Growth factor (VEGF) gene  in patients with diabetic retinopathy_DM type 2. Indonesia J. Med. Science. (accepted)  2010.

• Gaffar M, Budu, Kuhuwael FG, Yusuf I. Polymerase Chain reaction-Restriction Fragment Length Polymorphisms (PCR-RFLP) analysis of connexin 26 (GJB2) gene in Indonesia patients with prelingual non-syndromic sensorineural hearing loss: a preliminary study. Otolaryngology J. (accepted). 2009.

• Tenri Esa, Budu, Harjoeno, Arief M. Polymorphisms of intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) in patients with diabetic retinopathy_DM type 2. In Press. 2008.

• Syamsu, Yusuf I, Budu, Patellongi I . The effect of polymorphisms of the beta-2-adrenergic receptor on the response to beta 2-agonist in asthma patients. Ind J Int Med. 39 : 8-12. 2007.

• Syamsu, Yusuf I, Budu, Patellongi I . Polymorphisms T/C-20, the new beta-2-adrenergic receptor polymorphism and its effect on the response to beta 2-agonist in asthma patients. J. Med Nus 27 : 142-146. 2006.

• Budu, Seiji HAYASAKA, Rukiah SYAWAL, Habibah S. MUHIDDIN, Irfan IDRIS, Irawan YUSUF. Peripherin/RDS Gene in Indonesian Patients with Retinitis Pigmentosa: Geographic Comparison of Polymorphic Variations. Hiroshima J. Med. Sci.: 54; 3: 73~76, 2005.

• Budu, Hayasaka,S., Matsumoto,M., Yamada,T., Zhang,X.Y., and Hayasaka,Y. Peripherin/RDS gene mutation (Pro210Leu) and polymorphisms in Japanese patients with retinal dystrophies. Jpn.J.Ophthalmol. 45: 355-35.2001.

• Yamada T, Hayasaka S, Matsumoto M, Budu, Esa T, Hayasaka Y, Endo M, Nagaki Y, Fujiki K, Murakami A, Kanai A. OPA1 gene mutations in Japanese patients with bilateral optic atrophy unassociated with mitochondrial DNA mutations at nt 11778. Jpn J Ophthalmol; 47:409-11.2003.

• Yamada T, Hayasaka S, Matsumoto M, Budu, Esa T, Hayasaka Y, Endo M.Heterozygous 17-bp deletion in the forkhead transcription factor gene, FOXL2, in a Japanese family with blepharophimosis-ptosis-epicanthus inversus syndrome. J Hum Genet 46:733–736. 2001.

• Budu, Masayuki Matsumoto, Seiji Hayasaka, Tetsuya Yamada, Yoriko Hayasaka.  Rhodopsin Gene Codon 106 Mutation (Gly-to-Arg) in a Japanese Family with Autosomal Dominant Retinitis Pigmentosa. Jpn J of Ophthalmol: 44 (6) : 610 – 614: 2000.