KABARIKA.ID, JAKARTA — Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris berharap peringatan Hari Nelayan Nasional yang jatuh setiap 6 April tidak sekadar seremoni, tetapi dijadikan momentum untuk terus meningkatkan kesejahteraan nelayan. Sebagai penopang utama sektor kelautan dan perikanan, nelayan memainkan peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional sehingga pemerintah perlu melakukan intervensi strategis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Agar nelayan lebih sejahtera dan perannya dalam ketahanan pangan semakin optimal, pemerintah perlu melakukan intervensi strategis yang bersifat struktural, menyentuh akar persoalan, serta berpihak secara nyata pada nelayan kecil. Ada lima intervensi strategis, yaitu reformasi akses permodalan dan asuransi nelayan, modernisasi teknologi tangkap dan digitalisasi informasi, revitalisasi tata niaga dan sistem logistik perikanan, penegakan kedaulatan laut dan perlindungan wilayah tangkap tradisional dan transformasi profesi nelayan,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/4/2025).

Menurut Fahira Idris intervensi strategis pertama yaitu reformasi akses permodalan dan asuransi nelayan perlu dilakukan karena banyak nelayan kecil tidak memiliki jaminan aset atau dokumen legal untuk mengakses perbankan.

Maka dari itu, pemerintah perlu mendorong perbankan nasional dan BUMN membentuk skema kredit mikro berbunga rendah yang khusus ditujukan bagi nelayan. Penting juga mengintegrasikan program asuransi nelayan tidak hanya untuk perlindungan kecelakaan, tetapi juga terhadap gagal panen laut akibat cuaca ekstrem atau pencemaran.

Kedua, modernisasi teknologi tangkap dan digitalisasi informasi. Intervensi ini penting karena nelayan tradisional masih mengandalkan teknik lama yang kurang efisien. Untuk itu, modernisasi perlu diarahkan pada distribusi alat tangkap ramah lingkungan dan efisien seperti bubu lipat, gill net selektif, atau alat tangkap berbasis sensor.

Perlu juga penerapan teknologi digital berbasis aplikasi untuk memantau lokasi ikan, prediksi cuaca, serta pasar hasil tangkapan secara real-time.

Ketiga, revitalisasi tata niaga dan sistem logistik perikanan perlu segera dilakukan mengingat pangkal dari rendahnya kesejahteraan nelayan adalah ketimpangan dalam rantai distribusi.

Fahira Idris meminta Pemerintah membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Maritim atau Badan Layanan Umum (BLU) yang langsung membeli hasil tangkapan dari nelayan dengan harga wajar.

“Perlu juga segera dibangun lebih banyak sentra distribusi perikanan yang terintegrasi dengan fasilitas penyimpanan dingin atau cold chain dan sistem logistik nasional agar hasil tangkapan tidak cepat rusak dan bisa dikirim hingga ke daerah urban atau diekspor. Saya juga berharap pemerintah menyediakan platform digital pasar ikan berbasis aplikasi yang memotong jalur tengkulak,” tukas Fahira Idris.

Keempat, penegakan kedaulatan laut dan perlindungan wilayah tangkap tradisional menjadi penting karena saat ini nelayan kecil kehilangan ruang tangkap karena ekspansi industri dan kapal asing.

Untuk itu perlu memperkuat pengawasan laut melalui patroli terpadu TNI AL, Bakamla, dan KKP, dengan melibatkan masyarakat pesisir sebagai bagian dari komunitas pengawasan berbasis wilayah adat. Selain itu, harus ada regulasi yang mengakui dan melindungi wilayah tangkap tradisional melalui peraturan daerah berbasis kearifan lokal dan zonasi maritim.

Transparansi dalam pemberian izin kapal industri agar tidak tumpang tindih dengan ruang hidup nelayan lokal juga harus menjadi perhatian khusus.

Rendahnya minat generasi muda untuk menjadi nelayan menjadi tantangan besar. Oleh karena itu, intervensi strategis kelima yang perlu dilakukan adalah pendidikan, regenerasi, dan transformasi profesi nelayan.

“Intervensi konkretnya adalah menyediakan beasiswa maritim dan vokasi kelautan untuk anak-anak nelayan agar mereka dapat kembali ke desa sebagai inovator dan mengembangkan desa maritim berbasis pendidikan, tempat nelayan dibekali dengan pelatihan pengolahan hasil laut, diversifikasi usaha, dan sertifikasi profesi,” pungkas Fahira Idris. (*)