KABARIKA.ID, JAKARTA — Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris menilai rencana transformasi Bank DKI yang digagas Gubernur Jakarta Pramono Anung bisa menjadi momentum penting dalam sejarah perjalanan lembaga keuangan milik Pemprov Jakarta ini. Memang sebagai kota yang memiliki visi sebagai kota global, Bank DKI tidak boleh lagi menjadi “bank daerah biasa”, tetapi harus menjadi motor penggerak ekonomi Jakarta yang modern, profesional, dan bahkan bertaraf global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Visi Jakarta menjadi 50 kota global terbaik dunia, menuntut eksistensi Bank DKI naik kelas. Tidak hanya dari sisi layanan digital, tetapi juga dari kultur tata kelola, arah bisnis, dan profesionalisme manajemen. Untuk itu, upaya transformasi ini harus menyentuh substansi utamanya yaitu menghasilkan daya ungkit kesejahteraan warga dan kemajuan Jakarta,” ujar Fahira Idris di Jakarta (18/4).

Senator Jakarta ini mengungkapkan, setidaknya terdapat enam catatan dan rekomendasi yang perlu menjadi perhatian dalam upaya transformasi Bank DKI. Pertama, rebranding harus disertai repositioning. Wacana mengganti nama Bank DKI tentu menarik dari sisi branding. Namun perubahan nama harus dibarengi dengan repositioning yang jelas.

“Apa segmen utama Bank DKI ke depan? Apakah fokus pada UMKM, digital retail banking, corporate finance, atau pembiayaan pembangunan kota. Keberhasilan ekspansi dan rebranding Bank DKI harus didahului oleh redefinisi strategi inti dan disertai keunggulan kompetitif yang jelas,” kata Fahira Idris.

Kedua, digitalisasi tidak boleh setengah hati. Transformasi digital bukan sekadar menghadirkan aplikasi keren, tetapi membangun sistem perbankan yang resilient, aman, dan terintegrasi. Hal ini merujuk kepada Laporan World Economic Forum (2022) yang menyebut kegagalan sistem perbankan digital sebagai risiko sistemik baru.

“Dalam konteks transformasi Bank DKI, penguatan core banking system, cybersecurity, serta kapabilitas teknologi internal Bank DKI harus menjadi prioritas. Audit sistem TI dan SDM IT yang kompeten wajib dilakukan secara berkala dan independen. Bukan hanya pada saat ada gangguan saja,” jelas Fahira Idris.

Ketiga, profesionalisme, integritas dan kompetensi. Untuk menjadi bank global, integritas dan kompetensi harus menjadi fondasi utama manajemen. Reformasi sumber daya manusia harus mencakup seleksi berbasis meritokrasi, transparansi dalam rekrutmen, dan pembinaan talenta lokal yang punya daya saing global. Kasus pencopotan Direktur IT pasca gangguan layanan, menurut Fahira Idris harus menjadi awal dari pembenahan menyeluruh, bukan sekadar respons sesaat.

Keempat, perkuat peran sosial terutama UMKM dan ekonomi rakyat. Transformasi juga harus memastikan Bank DKI bukan sekadar lembaga komersial, tetapi juga instrumen kebijakan publik. Dalam semangat transformasi, peran Bank DKI dalam membiayai UMKM, program sosial, hingga pembangunan infrastruktur kota harus diperkuat.

“Transformasi ini harus inklusif. Artinya Bank DKI memberdayakan warga kelas menengah ke bawah dan para pelaku UMKM, bukan hanya menyasar nasabah korporasi besar,” tukas Fahira Idris yang juga menjadi pembina banyak UMKM di Jakarta.

Kelima, Jangan Tergesa-gesa melakukan IPO. Gagasan membawa Bank DKI ke lantai bursa melalui IPO merupakan langkah berani, dan bisa menjadi jalan percepatan profesionalisasi. Namun perlu kehati-hatian agar tidak terjadi pelemahan kontrol Pemprov Jakarta terhadap fungsi sosial Bank DKI. Sebelum IPO, perlu dipastikan bahwa Bank DKI telah membenahi tata kelola internal dan menjaga misi pelayanan publiknya.

Keenam, transparansi dan komunikasi publik. Transformasi Bank DKI tidak bisa berjalan tanpa kepercayaan publik. Maka transparansi informasi, komunikasi yang jujur, serta keterbukaan atas risiko dan langkah mitigasi menjadi hal krusial.

“Kepercayaan adalah aset termahal sebuah bank. Sekali hilang, sangat sulit dikembalikan. Maka setiap langkah transformasi Bank DKI harus disampaikan dengan bahasa publik yang mudah dipahami, menyeluruh, dan menjawab pertanyaan warga,” pungkas Fahira Idris. (*)