KABARIKA.ID – Menteri Kebudayaan Kabinet Merah Putih, Fadli Zon. Dalam keterangannya saat kunjungannya di Bali, 7 Juni 2025. Mengatakan bahwa proses penulisan ulang sejarah Indonesia ditargetkan dalam waktu tidak lama, diharapkan selesai dua bulan hingga Agustus 2025.
“Selesainya nanti bulan Agustus, tetapi kita akan ada uji publik,” ungkap Fadli Zon pada wartawan.
Menteri Kebudayaan di pemerintahan Presiden Prabowo tersebut tampak optimis bahwa target waktu dua bulan cukup untuk menyelesaikan proyek yang tidak mudah tersebut.
Meskipun optimis, sejauh ini ia mengklaim masih belum mengetahui secara detail progres yang telah dicapai oleh tim sejarawan yang terlibat dalam penulisan ulang sejarah nasional yang dimaksud.
Fadli menyebut telah mempercayakan proses penulisan ulang sejarah tersebut pada sejarawah dan pihak perguruan tinggi yang terlibat.
Mantan Wakil Ketua DPR RI tersebut menegaskan bahwa sejumlah pihak yang melakukan penulisan ulang sejarah tersebut tidak berangkat dari nol, atau mengubah total sejarah yang ada.
“Saya percayakan sepenuhnya kepada para sejarawan dari perguruan tinggi yang menyusun. Mereka tidak mulai dari nol,” jelasnya.
Politisi dari Gerindra tersebut menerangkan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut didasarkan pada dokumen-dokumen dan karya terdahulu.
“Kita tidak menulis sejarah dari nol, tentu saja dari apa yang sudah pernah ditulis sebelumnya, dan kira sudah lama tidak menulis sejarah paling tidak dari yang diterbitkan oleh pemerintah itu terakhir pada era pemerintahan Pak Habibie, sudah 26 tahun lalu,” sambungnya.
Ia menekankan bahwa tujuan utama dari penulisan ulang sejarah tersebut bukan untuk mengoreksi kejadian masa lalu atau mencari kesalahan individu, namun lebih menyoroti terkait pencapaian-pencapaian bangsa dari perspektif Indonesia sentris, bukan dari sudut pandang kolonial.
Fadli pun turut menanggapi masukan dari Megawati yang telah mengkritik bahwa narasi sejarah Indonesia selama ini seolah terputus dan terfokus pada era Orde Baru.
Dalam komentarnya, Fadli Zon menghargai masukan dari Megawati tersebut, menurutnya inisiatif dari putri proklamator tersebut bukanlah sebuah masalah selama tetap mengedepankan profesionalisme para sejarawan. (*)