KABARIKA.ID, JAKARTA — Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) melalui Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan terus mengakselerasi pembaruan hukum acara pidana nasional dengan menyelenggarakan Rapat Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rapat ini berlangsung secara hybrid, berlokasi di Ruang Soepomo, Gedung Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum lantai 7, serta terhubung secara daring melalui video conference.

Rapat penting ini dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra, dan dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum, Edward O.S. Hiariej.

Hadir pula Kepala Biro Hukum, Komunikasi Publik, dan Kerja Sama, Ronald S. Lumbuun, dan tenaga ahli baik melalui luring maupun daring. Kehadiran para tokoh hukum ini menegaskan pentingnya kualitas perumusan DIM sebagai fondasi bagi pembahasan substansi hukum acara pidana yang lebih adil dan modern.

Agenda utama rapat difokuskan pada empat substansi strategis dalam RUU KUHAP, yakni Pengakuan Bersalah (plea of guilty), Deferred Prosecution Agreement (penundaan penuntutan dengan syarat), Upaya Paksa, serta Hak Tersangka dan Terdakwa.

Isu-isu ini menjadi sorotan karena menyangkut keseimbangan antara efektivitas proses penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia, serta sejalan dengan paradigma baru dalam KUHP yang akan berlaku mulai 2026.

Pembahasan tentang Pengakuan Bersalah dan Deferred Prosecution Agreement menandai kemajuan signifikan dalam adopsi mekanisme penyelesaian perkara pidana secara lebih efisien dan berorientasi pada keadilan restoratif.

Di sisi lain, isu mengenai upaya paksa—seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan—diperlakukan dengan hati-hati agar tidak disalahgunakan dan tetap menjamin hak-hak konstitusional warga negara dalam proses hukum.

Rapat penyusunan DIM ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk tidak hanya menyelaraskan hukum acara pidana dengan KUHP baru, tetapi juga menghadirkan tata hukum yang lebih progresif dan manusiawi.

Dengan melibatkan para pakar dan pemangku kepentingan, proses penyusunan RUU KUHAP diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang modern, berkeadilan, dan mampu menjawab kebutuhan penegakan hukum di era baru. (*)