KABARIKA.ID, JAKARTA — Komisi III DPR RI mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam putusan perkara sengketa hak cipta antara komposer Ari Bias dan penyanyi Agnez Mo. Desakan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar secara tertutup.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan, permintaan ini merupakan bagian dari komitmen Komisi III dalam memastikan sistem peradilan berjalan sesuai prinsip keadilan dan ketentuan perundang-undangan.

“Komisi III DPR RI meminta kepada Bawas Mahkamah Agung untuk menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh Koalisi Advokat Pemantau Peradilan, terkait dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara dengan Register No. 92/PDT.SUS-HK/HAKCIPTA 2024 Pengadilan Niaga Jakarta Pusat,” ujar Habiburokhman kepada wartawan di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/6/2025).

Perkara ini bermula dari gugatan komposer Ari Bias terhadap Agnez Mo yang menyanyikan beberapa lagunya tanpa izin dan pembayaran royalti. Ari Bias menuntut ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar. Pada Februari 2025, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa Agnez Mo bersalah atas pelanggaran hak cipta.

Meski demikian, Komisi III menilai bahwa pemeriksaan dan putusan tersebut patut diduga tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Yang diduga pemeriksaan dan putusannya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” jelas Habiburokhman.

Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, mekanisme pembayaran royalti semestinya dilakukan oleh penyelenggara acara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), bukan oleh penyanyi yang hanya membawakan lagu.

“Padahal beliau itu cuma penyanyi, bukan penyelenggara sebuah event,” ujar Habiburokhman.

“Tadi dalam RDPU dijelaskan oleh Dirjen Haki bahwa mekanisme pembayaran royalti itu melalui LMK. Secara umumnya begitu dan yang membayarkan tentu event organizer-nya, pelaksana event,” sambungnya.

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Komisi III juga meminta Mahkamah Agung menerbitkan pedoman teknis yang mengatur penerapan UU Hak Cipta dan ketentuan kekayaan intelektual lainnya secara komprehensif.

“Sehingga tidak ada lagi putusan yang tidak mencerminkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan, serta merugikan orkestrasi dunia seni dan musik Indonesia,” imbuh Habiburokhman.

Tak hanya itu, Komisi III juga mendorong Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM agar lebih aktif menyosialisasikan mekanisme perolehan lisensi dan royalti, termasuk filosofi serta tujuan dari UU Hak Cipta kepada para pelaku industri musik.

“Sehingga tidak ada lagi sengketa gugatan dan putusan peradilan yang dapat merugikan seluruh pelaku industri musik Indonesia,” ujarnya.

Adapun Bawas MA telah menerima laporan dugaan pelanggaran etik hakim dan akan melakukan telaah sesuai prosedur internal. Komisi III menegaskan akan terus mengawal proses ini agar penegakan hukum tidak hanya berjalan formal, tetapi juga substantif dan adil bagi semua pihak. (*)