KABARIKA.ID, MAROS-Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, secara resmi membuka Festival Gau’ Maraja Leang-Leang 2025 yang digelar di Lapangan Pallantikang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Festival ini sekaligus menjadi bagian dari perayaan Hari Jadi ke-66 Kabupaten Maros.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sambutannya, Fadli menyebut Maros sebagai salah satu situs peradaban tertua di dunia, sekaligus lambang kekayaan megadiversity Indonesia. Ia menekankan bahwa Festival Gau’ Maraja merupakan momen penting untuk mengenalkan warisan budaya dan situs arkeologi Indonesia ke dunia internasional.
“Merupakan kehormatan besar bahwa peringatan hari jadi ini dipadukan secara istimewa dengan pelaksanaan Festival Gau’ Maraja,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025).

Fadli juga menjelaskan bahwa tema festival kali ini, Leang-Leang Goes to Megadiversity, memiliki makna mendalam. Tema ini tidak hanya sekadar slogan, melainkan mencerminkan peran penting Leang-Leang, satu-satunya Taman Arkeologi di Sulawesi Selatan, dalam memperkuat identitas Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati dan budaya tertinggi di dunia.
“Leang-Leang bukan hanya menyimpan kekayaan flora dan fauna, tetapi juga keberagaman budaya dan sejarah peradaban manusia,” terangnya.
Ia memaparkan bahwa Gau’ Maraja dalam bahasa Bugis-Makassar berarti ‘perhelatan besar’. Tahun ini, festival tersebut digelar sebagai sebuah ajang besar yang menyatukan Cagar Budaya dan Objek Pemajuan Kebudayaan. Menurutnya, Kabupaten Maros tidak hanya kaya akan tradisi lokal, tetapi juga menyimpan jejak-jejak peradaban manusia tertua di dunia, seperti yang tampak dari temuan ilmiah di gua-gua prasejarah kawasan Maros-Pangkep, termasuk Leang Karampuang yang sempat ia kunjungi.
“Usia Kabupaten Maros baru 66 tahun, tetapi jejak peradabannya telah melampaui 50 ribu tahun,” ungkapnya.
Ia menambahkan, lukisan purba tertua di dunia yang berusia sekitar 51.200 tahun ditemukan di Leang Karampuang, membuktikan bahwa warisan budaya tertua justru berasal dari Indonesia, khususnya Maros, bukan dari negara lain.
Fadli juga menegaskan bahwa kekayaan arkeologis dan budaya Maros menjadi bukti Indonesia merupakan salah satu peradaban tertua dan terkaya di dunia. Ia mengajak semua pihak untuk terus mempromosikan keberagaman budaya Indonesia, mulai dari seni tari, musik, teater, hingga senjata tradisional seperti bilah, badik, dan keris.
Ia menyoroti pula pentingnya peran kebudayaan sebagai pilar pembangunan nasional. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto sudah menetapkan kebudayaan sebagai salah satu fondasi penting dalam Astacita ke-8.
“Kebudayaan adalah jati diri dan identitas bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi, kita harus memperkuat kebudayaan nasional kita,” ujarnya.
Dengan kekayaan budaya dan alam yang dimiliki Maros, Fadli optimistis Indonesia berpeluang besar menjadi pusat kebudayaan dunia. Festival Gau’ Maraja dipandang sebagai momentum strategis untuk memperkenalkan warisan budaya dan situs arkeologi Indonesia secara luas.
“Saya ucapkan selamat atas pembukaan Festival Gau’ Maraja dengan tema Leang-Leang Goes to Megadiversity, serta Dirgahayu ke-66 Kabupaten Maros. Semoga, dengan ridha Allah SWT, Maros dan Indonesia terus berjaya sebagai bangsa yang besar, beradab, dan tak melupakan akar budayanya,” tutupnya.
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Fatmawati Rusdi, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa peringatan HUT Kabupaten Maros adalah momen refleksi. Sementara itu, Festival Gau’ Maraja mencerminkan semangat gotong royong, keberanian, dan kolaborasi untuk membangun daerah, dari desa hingga ke pusat.
“Ulang tahun Kabupaten Maros bukan hanya seremoni tahunan, tetapi saat untuk melihat kembali perjalanan yang telah dilalui dan merancang masa depan yang lebih baik demi Maros yang maju, inklusif, dan berdaya saing,” katanya.
Sementara itu, Bupati Maros, Chaidir Syam, menjelaskan bahwa selama tiga hari tiga malam, festival ini menyajikan beragam pertunjukan seni budaya yang digagas Kementerian Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Wilayah XIX. Dari tanggal 3 hingga 5 Juli 2025, festival ini menghadirkan simposium internasional, pameran bilah pusaka, pentas perkusi Bali Sumangek, kolosal Bate, instalasi cahaya di Leang-Leang, tari Makkaddo Bulo, teater purba, sunatan massal, keroncong Svaranusa, dan festival lagu daerah.
“Semua pertunjukan ini dipersembahkan oleh para pelajar hingga seniman sanggar budaya di Maros yang berkolaborasi untuk menunjukkan kekayaan budaya daerah,” ujarnya.
Sebagai tambahan, pembukaan festival dimeriahkan dengan tari kolosal Bate bertajuk Jejak Peradaban yang melibatkan 300 siswa-siswi SD, SMP, dan SMA se-Kabupaten Maros, disaksikan ribuan masyarakat yang memadati Lapangan Pallantikang.
Acara pembukaan juga dihadiri berbagai pejabat dan tokoh budaya, antara lain Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Fatmawati Rusdi; Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Andi Rachmatika Dewi beserta jajaran; Bupati Maros Chaidir Syam; Wakil Bupati Maros Muetazim Mansyur; serta tokoh budaya Maros A.A. Mapparessa Daeng Manimbang dan Muhammad Sapri Andi Pamulu.
Turut mendampingi Menteri Kebudayaan, hadir pula jajaran kementerian, di antaranya Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra; Staf Khusus Menteri Bidang Protokol dan Rumah Tangga Rachmanda Primayuda; Direktur Pengembangan Budaya Digital Andi Syamsu Rijal; serta Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX Sinatriyo Danuhadiningrat.