KABARIKA.ID, MAKASSAR — Dalam sebuah segmen waktu dalam sejarah Islam di Kota Madinah, para sahabat terlihat sedang memperhatikan Khalifah Umar bin Khattab yang tengah gelisah.
Kegelisahan Amirul Mukminin dipicu oleh peristiwa ketika ia baru saja menerima sebuah surat berisi dokumen pertanggungjawaban Abu Musa Al-Asy’ari yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Basrah.
Munculnya Gagasan Membuat Kalender Islam
Selama 2,5 tahun melanjutkan kepemimpinan Abu Bakar, Umar menyadari bila surat-surat penting kekhalifahan, baik berupa surat masuk maupun surat keluar, mengandung kecacatan karena tidak pernah disertai dengan penanggalan yang jelas.
Beberapa arsip bahkan luput dari catatan tahun pembuatannya. Sedangkan surat yang tanpa menyertakan titimangsa akan menuai masalah dan menjadi persoalan serius bagi administrasi negara.
Dengan visi yang melampaui pikiran zamannya, Umar seketika menunjukkan sikap responsif saat menemui kejanggalan pada surat-surat pemerintahan tersebut.
Ia langsung membentuk forum musyawarah berisi para sahabat terpilih guna menyelesaikan masalah penting itu.
Para peserta musyawarah sepakat bahwa perlu ada suatu sistem penanggalan resmi yang diperuntukkan bagi kepentingan Islam.
Wacana ini dianggap cukup mendesak sebab dalam beberapa hal, ajaran Islam yang meliputi ibadah dan non-ibadah punya hubungan erat dengan urusan waktu (titi mangsa).
Perdebatan mencuat ketika terlontar pertanyaan dalam forum: kira-kira momentum apa yang bakal dipakai sebagai rujukan untuk menandai dimulainya penanggalan Islam?
Salah seorang peserta mengusulkan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad.
Peserta lain mengusulkan peristiwa ketika Rasulullah menerima wahyu pertama.
Ada pula peserta yang mengusulkan tanggal wafatnya Nabi Muhammad sebagai patokan kalender Islam.
Musyawarah pun sempat menuai kebuntuan. Hingga akhirnya para sahabat dibuat terpana oleh solusi cerdas dari seorang pemuda bernama Ali bin Abi Thalib, yang mengusulkan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dan umat Islam dijadikan sebagai awal mula penanggalan atau kalender Islam.
Usul ini ternyata diterima para peserta musyawarah.
Tak berlangsung lama, Khalifah Umar lalu menetapkan penggunaan kalender resmi umat Islam yang kemudian dikenal dengan Kalender Hijriah, pada 8 Rabi’ul Awal tahun 17 H. Ini berarti 17 tahun setelah hijrahnya Nabi Muhammad. Kalendernya disebut Hijriah.
Jika diasosiasikan ke dalam hitungan Masehi, maka sistem penanggalan Islam dimulai sejak 15 Juli 622.
Nama-nama dan Makna Bulan dalam Kalender Hijriah
Kalender Hijriah adalah sistem penanggalan yang dibuat oleh umat Islam pada abad ke-7. Sistem kalender Islam ini diprakarsai oleh Umar bin Khattab.
Penetapan satu sistem kalender Islam sangat dibutuhkan pada saat itu mengingat banyak wilayah kekuasaan Islam yang memiliki penanggalannya sendiri, sehingga pengarsipan menjadi semakin rumit.
Kalender Hijriah disebut juga kalender Qomariyah karena sistem perhitungannya berdasarkan peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Ini berbeda dengan kalender Masehi yang disebut juga kalender Syamsiyah yang berdasarkan peredaran Matahari mengelilingi Bumi.
Periode dari bulan sabit hingga kembali ke bulan sabit disebut satu bulan, yang terjadi selama 29,5 hari. Dengan demikian, satu tahun kalender Hijriah terdiri dari 354 hari, atau tepatnya 354,36708 hari.
Dalam perhitungan, dilakukan pembulatan, sehingga kalender Hijriah juga mempunyai tahun kabisat yang terdiri dari 355 hari.
Hal ini menunjukkan bahwa kalender Hijriah lebih pendek 10-11 hari daripada kalender Masehi.
Perhitungan tahun kabisat Hijriah adalah setiap jangka 30 tahun, sejak kalender ini ditetapkan, yaitu pada 638 Masehi.
Selain itu, satu hari dalam kalender Islam dimulai ketika Matahari terbenam (Magrib) hingga terbenam kembali pada keesokan harinya.
Hari ini adalah 1 Muharram 1447 Hijriah, bertepatan dengan 27 Juni 2025.
Penetapan 1 Muharam 1 Hijriah bertepatan dengan 15 Juli 622 Masehi.
Dengan mengutip Tafsir Ibn Katsir, berikut nama-nama bulan Hijriah beserta artinya.
{1} Muharram
Arti kata Muharram berarti yang ‘terlarang’. Disebut demikian karena pada bulan itu, bangsa Arab seluruhnya mengharamkan peperangan. Tidak boleh ada pertumpahan darah pada bulan Muharram karena merupakan hukum adat yang tak tertulis yang berlaku sejak lama di kalangan bangsa Arab.
{2} Shafar
Shafar serumpun dengan kata Shifr yang berarti ‘kosong’. Bulan ini dinamakan shafar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka untuk keluar ke medan perang.
{3} Rabiul Awwal
Sesuai namanya, Rabi’ berarti ‘musim semi’. Bulan ini dinamakan Rabiul Awwal karena pada saat itu sedang berlangsung musim semi.
{4} Rabiul Akhir
Namanya mengikuti nama bulan sebelumnya karena musim gugur yang masih berlangsung.
{5} Jumadil Awwal
Jumadil Awal adalah bulan ke-5 dalam penanggalan kalender Hijriah. Nama Jumadil Awal diambil dari kata jumadi yang artinya ‘beku dan dingin’, sedangkan awal berarti pertama.
Dinamakan Jumadil Awal karena bulan ini merupakan awal terjadinya musim dingin di negeri Arab. Pada saat itu udara yang berembus sangat dingin hingga menyebabkan mata air menjadi beku.
{6} Jumadil Akhir
Namanya mengikuti bulan sebelumnya.
{7} Rajab
Dalam tradisi Arab, bulan Rajab adalah termasuk bulan yang haram bagi mereka untuk melakukan peperangan. Artinya, haram membunuh ketika itu.
Dinamakan Rajab, karena sesuai makna kata Rajab dalam bahasa Arab, yaitu ‘sesuatu yang mulia’.
Maksudnya, orang-orang Arab memuliakan dirinya dan orang lain dengan tidak membunuhnya.
Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa Rajab berarti ‘melepaskan mata pisau dari tombak’ sebagai simbol berhentinya perang.
{8} Sya’ban
Kata Sya’ban berasal dari kata Syi’b yang berarti ‘kelompok’. Dinamakan demikian karena ketika masuk bulan Sya’ban, orang-orang Arab kembali ke kelompok (suku) mereka masing-masing, untuk berperang setelah sebelumnya di bulan Rajab mereka hanya tinggal di rumah masing-masing karena dilarang berperang.
Di bulan Sya’ban ini merupakan bulan turunnya ayat anjuran bershalawat kepada Nabi Muhaamad SAW.
{9} Ramadhan
Nama bulan Ramadhan berasal dari kata Ramadh yang berarti ‘panas yang menyengat’ atau membakar.
Dinamakan demikian karena sinar Matahari pada bulan ini jauh lebih menyengat dibanding bulan-bulan lain. Panas yang dihasilkannya lebih tinggi dibanding yang lain.
{10} Syawal
Bangsa Arab mengenal jenis burung an-Nauq, yang pada saat hamil di bulan Syawal dan mengangkat sayap serta ekornya, maka terlihat badannya kurus.
Mengangkat sayap atau ekor disebut Syaala yang merupakan asal kata dari nama bulan Syawal.
{11} Dzulqa’dah
Nama bulan Dzulqa’dah terambil dari kata Qa’ada yang berarti ‘duduk atau istirahat tidak beraktivitas’.
Dalam bulan ini orang-orang Arab tinggal di rumah karena beristirahat dari berperang guna menyambut bulan haji, yaitu Dzul-hijjah. Dalam bulan Dzulqa’dah mereka juga diharamkan berperang.
{12} Dzulhijjah
Bulan ini adalah bulannya orang-orang yang berhaji ke Baitullah di Makkah. Sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah mempunyai kebiasaan pergi haji dan melakukan tawaf di Ka’bah.
Empat Bulan Haram
Dalam kalender Islam atau Hijriah terdapat bulan Haram, yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.
Keempat bulan Haram ini dikenal dengan istilah “Al-Hurum” yang berarti bulan yang disucikan.
Allah memuliakan keempat bulan Haram ini, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah Ta’ala. Di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat yang Haram (yang disucikan), itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS At-Taubah [9]: 36). (M. Ruslan)