KABARIKA.ID, MAKASSAR — Di bulan pertama dalam penanggalan Islam (Hijriah) ada satu hari yang memiliki makna khusus, karena memiliki makna historis dan spiritual sekaligus.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hari yang istimewa itu adalah Asyura, yang diperingati setiap tanggal 10 Muharram. Hari Asyura merupakan salah satu hari istimewa bagi umat Islam yang memiliki makna spiritual yang mendalam.
Hari ini tidak hanya menjadi momen reflektif bagi umat Muslim, tetapi juga kesempatan untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Banyak peristiwa dalam rentang sejarah Islam yang terjadi pada 10 Muharram yang membuat hari Asyura istimewa dan penuh makna.
Salah satu peristiwa yang paling dikenal adalah selamatnya Nabi Musa AS dan umatnya dari kejaran Firaun di Laut Merah.
Pada Hari Asyura, Allah Swt menyelamatkan Nabi Musa AS dengan membelah laut, yang memungkinkan umatnya melarikan diri, sementara Firaun dan pasukannya tenggelam.
Peristiwa ini menjadi salah satu alasan utama mengapa hari Asyura dianggap sebagai hari penuh rahmat.
Selain peristiwa Nabi Musa AS, hari Asyura juga dikaitkan dengan peristiwa lain dalam sejarah Islam, seperti keselamatan Nabi Nuh AS dari banjir besar, dan turunnya Nabi Adam AS ke bumi.
Di kalangan Islam Syiah, hari Asyura merupakan puncak Peringatan Muharram yang menandai hari syahidnya Husain bin Ali (cucu Nabi Muhammad) dalam pertempuran Karbala.
Hari Asyura juga merupakan hari berkabung yang dirayakan oleh Islam Syiah.
Sejarah Pertempuran Karbala
Asyura menandai peristiwa tragis “Pertempuran Karbala” yang terjadi pada abad ke-7 di mana Husain bin Ali bin Abi Thalib gugur. Jutaan umat Islam Syiah di seluruh dunia merayakan hari Asyura untuk mengenang pengorbanan Husain dan sikapnya yang bermartabat terhadap keadilan sosial.

Kisah ini berawal dari peristiwa yang terjadi 13 abad yang lalu, setelah wafatnya Nabi Muhammad pada 632 M.
Pemimpin dan khalifah Islam harus diputuskan, yang menyebabkan terjadinya perselisihan.
Abu Bakar yang merupakan sahabat dekat Nabi dan didukung oleh sebagian besar umat Islam untuk mewarisi kepemimpinan Rasulullah dan menjadi khalifah pertama.
Yang lain menganjurkan menantu dan sepupu Nabi, Ali bin Abi Thalib, sebagai penerus yang sah.
Mereka yang mendukung klaim ini menyebabkan lahirnya sekte Islam Syiah. Apakah dia dipilih sebagai khalifah atau tidak, Ali dianggap oleh kalangan Syiah sebagai imam pertama mereka, seorang pemimpin yang ditunjuk oleh Tuhan.
Putra dan keturunan Ali akan menyandang gelar tersebut. Syiah mulai mengikuti Imam mereka sebagai pemimpin sejati, terlepas dari gelar khalifah.
Ketika putra kedua Ali, Husain, menjadi imam ketiga, pertikaian antara imam dan khalifah semakin memanas.
Dari tahun 661 hingga 750 M, Dinasti Umayyah memerintah khilafah Islam. Salah seorang khalifah bernama Yazid memerintahkan Husain untuk berbaiat kepadanya dan kekhalifahannya pada bulan Muharram tahun 680 M.
Husain menolak perintah tersebut, karena ia menganggap Yazid sebagai penguasa yang tidak sah dan tidak adil.
Penolakannya mengakibatkan pertempuran besar di padang pasir Karbala (sekarang Irak) antara suku kecil Husain dan pasukan besar Yazid, yang berlangsung selama 10 hari. Suku Husain meliputi saudara perempuan, saudara tiri, istri, anak-anak, dan sahabat terdekatnya.
Husain dan para pengikutnya dikepung dan dihentikan oleh tentara Umayyah di Karbala.
Pada hari Asyura, Husain dan para pengikutnya melakukan salat terakhir mereka saat fajar, mengantisipasi nasib mereka.
Meskipun tahu bahwa mereka akan mati hari itu, para pengikutnya tetap setia kepada Husain dan perjuangannya. Pertempuran Karbala dimulai pada siang hari.
Mengetahui bahwa pengorbanan mereka akan memicu revolusi, para pengikut Husain melawan pasukan Yazid dengan gagah berani. Satu demi satu, para sahabat terbunuh. Hanya Husain yang tetap berdiri sendiri.
Pasokan makanan dan air untuk Husain dan para pengikutnya diputus oleh pasukan Umayyah. Dalam keadaan terluka parah dan haus, Husain tidak menyerah. Menjelang malam, pasukan Yazid menyerang Husain dari segala sisi dan membunuhnya dengan tragis.
Keutamaan Puasa pada Hari Asyura
Hari Asyura menjadi pengingat akan kekuasaan Allah Swt dalam menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu, umat Islam diajak untuk merenungi kebesaran Allah pada hari Asyura dengan melaksanakan ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Puasa sunat pada hari Asyura adalah salah satu amalan utama yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menegaskan bahwa puasa pada hari Asyura memiliki keutamaan menghapus dosa-dosa kecil selama setahun yang lalu.
Keutamaan ini menjadikan Hari Asyura sebagai kesempatan emas bagi umat Islam untuk membersihkan diri dari dosa.
Selain puasa pada 10 Muharram, Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk berpuasa pada 9 Muharram (dikenal sebagai puasa Tasu’a) untuk membedakan tradisi umat Islam dengan umat Yahudi yang hanya berpuasa pada Hari Asyura.
Dengan berpuasa dua hari itu, umat Islam menunjukkan identitas keimanan yang khas sambil tetap menghormati makna historis hari Asyura.
Puasa pada Hari Asyura juga menjadi sarana untuk melatih kesabaran dan ketakwaan sekaligus jiwa sosial. Dengan puasa untuk menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu, umat Islam belajar untuk mengendalikan diri dan lebih fokus pada ibadah.
Hari Asyura menjadi momen yang tepat untuk memperkuat hubungan spiritual dengan Allah SWT melalui puasa yang ikhlas.
Selain itu, hari Asyura juga menjadi waktu yang tepat untuk melaksanakan kegiatan amal dengan bersedekah, seperti memberi makan kepada fakir miskin.

Melalui kegiatan sosial seperti itu, hari Asyura tidak hanya menjadi momen ibadah individu, tetapi juga mempererat tali persaudaraan antar sesama Muslim pada khususnya, dan antar sesama manusia secara lebih luas.
Keutamaan lain dari puasa hari Asyura adalah sebagai bentuk syukur atas nikmat keselamatan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umatnya.
Dengan berpuasa, umat Islam mengenang peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam, seperti keselamatan Nabi Musa AS, sekaligus memohon perlindungan serupa di hari Asyura.
Amalan Lain yang Dianjurkan pada Hari Asyura
Selain puasa, terdapat amalan lain yang dianjurkan pada Hari Asyura untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hari Asyura juga menjadi waktu yang tepat untuk memperbanyak sedekah. Memberi makan kepada fakir miskin atau membantu mereka yang membutuhkan adalah amalan yang sangat dianjurkan.
Dalam tradisi Islam, sedekah pada Hari Asyura diyakini dapat mendatangkan keberkahan dan melipatgandakan pahala.
Memperbanyak zikir dan shalawat juga menjadi amalan yang dianjurkan pada hari Asyura. Dengan mengingat Allah SWT melalui zikir, umat Islam dapat menenangkan hati dan memperkuat keimanan.
Hari Asyura menjadi momen untuk merenungi kebesaran Allah dan memohon rahmat-Nya melalui zikir yang khusyuk.
Dalam beberapa tradisi, umat Islam memperingati hari ini dengan berkumpul bersama keluarga, berbagi makanan, dan mendoakan satu sama lain.
Hari Asyura juga menjadi kesempatan untuk mempererat hubungan sosial dan spiritual antar sesama Muslim.
Tidak ada salahnya pula hari Asyura dijadikan momentum refleksi diri untuk melakukan muhasabah guna memperbaiki kualitas hidup secara spiritual dan sosial.
Umat Islam diajak untuk merenungi kesalahan yang telah lalu, memohon ampunan, dan berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan melakukan amalan-amalan ini, Hari Asyura menjadi momen transformasi spiritual yang penuh makna.
Menjaga hati dari sifat negatif, seperti riya atau sombong sangat penting saat menjalankan ibadah pada hari Asyura.
Dengan hati yang bersih dan ikhlas, amalan pada hari Asyura akan memiliki makna spiritual yang lebih mendalam dan mendatangkan keberkahan. (Muh. Ruslan/kabarika)