JIN adalah makhluk gaib yang sudah sangat populer di kalangan umat Islam. Al-Qur’an mengabadikan kata jin dalam dua surah. Pertama surah Jin [72]: 1-2 dan surah Al-Ahqaf [46]: 29-32. Tujuan Allah mengabadikan peristiwa jin yang mendengarkan Al-Qur’an adalah sebagai bentuk penghinaan dan celaan terhadap kaum Quraisy dan bangsa Arab yang terlalu lambat dalam mengimani risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Bersama Rasulullah SAW, Ibn Mas’ud ikut menyaksikan malam turunnya ayat jin ini. Rasulullah SAW bersabda, “Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu kami pergi bersamanya, dan aku bacakan Al-Qur’an kepada mereka.”
Dalam riwayat sahih dijelaskan bahwa golongan jin telah mendengarkan Nabi Muhammad SAW pada saat beliau sedang salat dengan para sahabatnya dan membaca Al-Qur’an dengan lantunan suara yang mendorong jin bergerak menuju
ke haribaan-Nya.
Setelah mereka mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dan memahami hakikat Kalamullah itu, mereka bergerak menuju masyarakatnya untuk memberi kabar gembira dan mengajarkan apa-apa yang telah mereka pahami.
Allah Swt. mewahyukan hal ini kepada Nabi Muhammad SAW agar hatinya merasa tenteram dan jiwanya tetap menggelora dalam dakwahnya, meskipun orang-orang musyrik berpaling darinya.
Ayat tentang jin ini diturunkan dalam surah al-Ahqaf secara rinci pada tiga ayat, yakni 29-31. Surah ini memberikan teguran kepada kuffar yang tidak beriman dan bahkan mendustakannya disebabkan sifat hasud yang menyelimuti diri mereka dan benci apabila Allah menurunkan anugerahnya kepada orang yang dikehendaki-Nya,
Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya tentang cara cara mereka (golongan jin) menafakuri dan menadaburi ayat-ayat Allah Swt. Bangsa jin jika dalam ayat Al-Qur’an ada sebuah pertanyaan, mereka menjawab pertanyaan tersebut.
Ketika itu, Rasulullah SAW membaca surah ar-Rahman, dan para sahabat diam semuanya. Mereka mendengarkan surah yang sedang dibacakan Rasulullah SAW dari kalam-kalam Rabb semesta alam.
Saat Rasulullah SAW menyebutkan bahwa beliau telah membacakan surah ar-Rahman kepada golongan jin pada satu malam, mereka serempak menjawab atau merespons ayat-ayat yang dibaca Rasulullah SAW itu.
“Mereka lebih respek terhadap ayat yang banyak menggunakan istifhan
(pertanyaan) daripada kalian (para sahabat),” kata Rasulullah kepada para sahabatnya.
Diamnya para sahabat sesunggunnya mencerminkan kemampuan mencerna segala pengetahuan yang disampaikan dari pesan-pesan Ilahi itu, karena dalam dunia jin
dan manusia ada yang suka mendustakan ayat-ayat Allah Swt.
Begitu juga dalam golongan jin, ada juga yang sampai pengetahuannya seperti para sahabat, akan tetapi mereka suka menghilangkan kebohongan dari dirinya dengan lafaz juga.
Hal itu menunjukkan bahwa respons atau jawaban mereka (jin) terhadap surah yang dibacakan Rasulullah SAW lebih baik daripada diamnya para sahabat. Firman Allah Swt dalam surah ar-Rahman yang berbunyi, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” Ini ditujukan kepada bangsa jin dan manusia.
Artinya, nikmat Tuhan yang mana yang kalian telah dustakan dengan meninggalkan rasa syukur, malah kalian berbuat durhaka kepada Rasul-Nya? Mereka menjawab, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami.
Dalam kitab Ad-Durur Al-Mansur, disebutkan bahwa jumlah mereka adalah tujuh dan penguni Nasibain.
Pelajaran dan Hikmah
Dari kisah jin Nasibain itu, ada beberapa pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik.
1. Wahyu datangnya hanya dari Allah dan hanya diberikan kepada para Rasul.
2. Risalah Islam tidak terbatas hanya pada golongan manusia, tetapi juga untuk semua makhluk, termasuk golongan jin.
3. Sekelompok jin telah mendengar langsung Al-Qur’an dari Rasulullah SAW, baik saat salat maupun langsung berhadapan dengannya.
4. Jin meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kitab yang mengandung petunjuk.
5. Ayat-ayat Al-Quran mengisyaratkan kepada kita bahwa jin setelah mendengar Al-Qur’an langsung menyampaikan kepada kaumnya.
6. Jin terbagi dua, ada yang bertauhid dan ada yang musyrik.
(Muhammad Ruslan)