KABARIKA.ID, PALESTINA – Serangan brutal Israel terhadap Gaza terus berlangsung setiap saat, termasuk menyerang fasilitas kesehatan atau rumah sakit tempat merawat ratusan korban penyerangan. Situasi di Gaza kian buruk bagi kehidupan warga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mengutip pernyataan sejumlah badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jumat (3/01/2025), di Gaza saat ini idak ada lagi tempat aman bagi warga sipil karena lebih dari 80 persen Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi Israel.

Komisaris Jenderal Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA), Philippe Lazzarini mengatakan di platform media sosial X, “Tidak ada zona kemanusiaan, apalagi zona aman.”

Oleh karena itu, Lazzarini mendesak otoritas Israel untuk segera mengakhiri perintah evakuasi yang menyesatkan dan pembunuhan warga sipil.

Ia memperingatkan bahwa setiap hari tanpa gencatan senjata akan mengakibatkan makin banyak tragedi kemanusiaan.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan atau United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) mengatakan, militer Israel memerintahkan evakuasi di banyak area besar di Gaza, dengan alasan ada tembakan roket ke Israel.

OCHA menegaskan, analisis awal mengindikasikan perintah baru tersebut mencakup area seluas sekitar 3 kilometer persegi di kegubernuran Deir al Balah dan Gaza Utara.

Serangan dilaporkan terjadi di wilayah Al Mawasi, di mana orang-orang diperintahkan untuk mengungsi dan berlindung.

“Lebih dari 80 persen wilayah Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi Israel yang belum dicabut. Di tengah situasi ini, OCHA memperingatkan bahwa kemampuan organisasi-organisasi kemanusiaan untuk membantu orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan di seluruh Gaza semakin berkurang,” tegas OCHA dan pernyataannya.

Warga Gaza di pusat kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, berkumpul dan mencari perlindungan di bawah bangunan yang sudah hancur akibat serangan bom Israel, pada Kamis (2/01/2025). (Foto: Ist.)

Badan-badan kemanusiaan PBB mengatakan pembatasan paling berat terhadap pergerakan kemanusiaan tercatat pada bulan lalu, termasuk pemblokiran akses ke daerah perbatasan untuk mengambil pasokan, penolakan terhadap upaya pengiriman barang dan jasa, atau upaya evakuasi kebutuhan di Gaza.

Secara keseluruhan, 39 persen upaya PBB untuk memindahkan pekerja bantuan ke mana pun di Gaza ditolak oleh otoritas Israel, dengan 18 persen lainnya dihalangi atau diintervensi.

Akses ke daerah-daerah yang terkepung di Gaza Utara telah ditolak sejak 6 Oktober 2024 lalu.

Menurut OCHA, dari 166 upaya, 150 di antaranya ditolak, sedangkan 16 lainnya pada awalnya disetujui, tetapi kemudian diintervensi atau dihambat.

OCHA menyebut bahwa akses ke rumah sakit yang tersisa di bagian utara merupakan salah satu prioritas utama.

OCHA juga mengatakan bahwa di Tepi Barat, mereka bergabung dengan UNRWA dan mitra kemanusiaan lainnya untuk mengevakuasi dampak operasi Israel di kamp pengungsi Tulkarm dan Nur Shams pekan lalu.

Tim mengunjungi daerah tersebut, pada Selasa (31/12) dan memperkirakan lebih dari 1.000 unit rumah dan sekitar 100 toko rusak akibat ledakan atau penghancuran.

Lebih dari 20 kepala keluarga yang terdiri dari 90 orang lebih mengungsi.

OCHA juga melaporkan bahwa kerusakan infrastruktur telah mengganggu jaringan listrik, air, dan pembuangan limbah.

Badan tersebut mengerahkan respons kemanusiaan dari para mitra dengan mendistribusikan air bersih ke warga Gaza.

OCHA menyebut bahwa evaluasi terhadap Tepi Barat akan menginformasikan intervensi lebih lanjut, termasuk memasang tangki air baru, menyedot limbah, serta mendistribusikan peralatan kebersihan, dan uang tunai darurat. (*/mr)