KABARIKA.ID, WASHINGTON, DC — Saat ratusan ribu warga Gaza kembali ke rumah mereka yang telah hancur akibat gempuran Israel, setelah kesepakatan gencatan senjata pada 19 Januari 2025 antara Israel dan Hamas, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat pengumuman yang mengejutkan, pada Selasa (4/02/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Presiden AS Donald Trump mengatakan, AS ingin mengambil alih kepemilikan Gaza. Pernyataan Presiden Trump itu ia sampaikan saat menjamu PM Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Selasa malam.

Pernyataan Trump yang mengejutkan seantero dunia itu, melampaui pernyataan sebelumnya yang hendak memaksa warga Gaza direlokasi ke Yordania dan Mesir.

“AS akan mengambil alih Jalur Gaza, dan kami juga akan menanganinya,” ujar Trump.

Trump melangkah lebih jauh dari saran yang disampaikannya bulan lalu untuk merelokasi warga Gaza ke negara lain, termasuk Yordania dan Mesir.

Ia ingin mengembangkan wilayah itu menjadi apa yang disebutnya sebagai “Riviera Timur Tengah.”

“Semua orang yang saya ajak bicara menyukai gagasan Amerika Serikat memiliki bidang tanah itu, mengembangkan dan menciptakan ribuan pekerjaan menjadi sesuatu yang luar biasa, di wilayah yang benar-benar luar biasa yang tidak diketahui sebelumnya oleh siapa pun. Tidak seorang pun dapat melihatnya karena yang mereka lihat hanyalah kematian, kehancuran, dan puing-puing,” ujar Trump.

Pelaku genosida di Gaza yang menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional, PM Israel Benjamin Netanyahu, mendukung gagasan aneksasi Gaza oleh Presiden Trump tersebut.

“Saya sudah mengatakan ini sebelumnya, saya akan mengulanginya lagi. Anda adalah teman terbaik yang pernah dimiliki Israel di Gedung Putih,” ujar Netanyahu.

Trump tidak memberi rincian tentang rencananya untuk menguasai Gaza, wilayah yang porak-poranda akibat perang selama 15 bulan.

Ia tidak mengesampingkan kemungkinan pengiriman pasukan AS. Juga tidak jelas bagaimana pendudukan Gaza akan sejalan dengan tujuan Trump sendiri guna memperluas Abraham Accords yang mencakup Riyadh.

Dia menjadi perantara kesepakatan yang menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab pada 2020.

Sementara itu, Arab Saudi menegaskan bahwa mereka hanya akan setuju untuk mengakui Israel jika perang Gaza berakhir dan ada jalan bagi Palestina menuju negara berdaulat.

Warga Gaza yang kembali dari pengungsian, duduk di luar rumah mereka yang sudah porak poranda akibat gempuran Israrel. (Foto: MEE)

Mirette Mabrouk, peneliti senior di Middle East Institute, mengatakan rencana Trump itu bukanlah suatu langkah yang baik.

“Memindahkan mereka dari Palestina ke negara-negara tetangga bukanlah langkah awal yang baik. Jadi, saya pikir itu akan memberikan dampak yang cukup besar. Meski demikian, kita tidak tahu, seperti banyak hal tentang Presiden Trump, kita hanya perlu menunggu dan melihat,” ujar Mabrouk.

Pengumuman Trump tentang Gaza merupakan isyarat terbarunya tentang ambisi perluasan, menyusul pernyataannya untuk memperoleh Greenland dari Denmark, mengambil alih Terusan Panama dan menjadikan Kanada sebagai bagian dari AS.

Menjelang pertemuannya dengan Netanyahu, Trump juga mengarahkan pemulihan kampanye tekanan maksimumnya terhadap Iran, untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir.

Ia juga mengakhiri dukungannya terhadap badan PBB yang membantu pengungsi Palestina dan menarik AS dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang menurutnya bersifat antisemit. (VOA/mr)