KABARIKA.ID, NEW YORK — Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menjelaskan pada Rabu (4/06/2025) bahwa kurang dari 80 persen truk bantuan kemanusiaan yang telah disetujui oleh Israel berhasil mencapai Jalur Gaza.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bantuan kemanusiaan itu tiba di Gaza seiring kondisi di wilayah kantong tersebut yang terus memburuk akibat pengeboman Israel dan pengungsian.

Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan bahwa sejak 17 Mei, hanya setengah dari pasokan bantuan yang telah mendapat pra-persetujuan dan diajukan untuk izin kedua dan terakhir dari Israel, yang berhasil masuk ke wilayah Palestina.

Dujarric mengatakan, para pekerja kemanusiaan di lapangan berusaha memaksimalkan pembukaan terbatas yang dimulai akhir bulan lalu.

Meski demikian, ia menjelaskan bahwa bantuan yang masuk ke Gaza masih sangat sedikit dan tidak mampu memenuhi kebutuhan besar penduduk di lapangan.

“Secara keseluruhan, PBB dan mitra-mitra kami telah mengajukan lebih dari 1.200 muatan truk bantuan untuk tahap persetujuan akhir oleh Israel. Proses ini dikenal dengan istilah manifesting (pengajuan daftar muatan untuk persetujuan akhir pengiriman),” ujar Dujarric.

Dari jumlah tersebut, kurang dari 80 persen atau sekitar 940 truk diberangkatkan dari gudang di Israel.

Setelah melalui proses pemindaian, bongkar muat, dan pengiriman ulang, hanya sekitar 620 truk yang berhasil mencapai daerah pinggiran Palestina.

Dujarric menambahkan, PBB tidak memiliki akses penuh terhadap seluruh proses karena otoritas Israel tidak mengizinkan pemantau PBB berada di titik perlintasan.

“Sejauh ini, hanya sekitar 370 truk yang benar-benar berhasil dikumpulkan dan didistribusikan di dalam wilayah Gaza,” tambah Dujarric.

Ia menambahkan, 10 dari 13 permohonan koordinasi bantuan kemanusiaan yang diajukan pada Senin (2/06/2025) ditolak oleh Israel.

Permohonan itu mencakup pengambilan bantuan dari titik Kareem Shalom, distribusi air bersih ke Gaza Utara, serta pemindahan stok bahan bakar ke wilayah-wilayah yang membutuhkan.

Pada sisi lain, Dujarric memperingatkan tentang meningkatnya kasus buruh anak, pernikahan dini, dan perpisahan keluarga yang tajam di Gaza, Palestina.

“Semua ini dipicu oleh kelaparan, pengungsian, dan krisis ekonomi yang kian memburuk di wilayah Palestina akibat genosida yang dilakukan Israel,” tandas Dujarric. (rus)