KABARIKA.ID, MAKASSAR — Akhir pekan lalu viral di media sosial bayi 19 bulan didiagnosa menderita kanker ovarium stadium 3 di Sabah, Malaysia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kondisi tersebut baru diketahui orang tuanya saat anak bernama Deneen Auni Riksi itu mengeluhkan gejala sembelit dan kembung.

Fallarystia Sintom, ibu bayi tersebut baru menyadari ada yang tidak beres pada anaknya setelah mengeluhkan perut kembung dan sembelit.

Deneen juga tampak kurang aktif dari biasanya dan hanya ingin digendong.

“Anak saya merasa tidak nyaman dan karena dia belum bisa berbicara. Dia hanya menangis ketika merasa kesakitan,” kata Fallarystia (25), seperti ditulis The Straits Times.

Dokter kemudian melakukan pengangkatan tumor seukuran 13,5 cm pada ovarium bagian kanan bayi tersebut.

Menanggapi peristiwa itu, dokter spesialis penyakit dalam dan onkologi, dr. Ronald Alexander Hukom, Sp. P.D, Subsp. H.Onk.M.(K), MH.Sc. mengatakan bahwa kemungkinan besar pemicunya adalah riwayat genetik hingga paparan bahan kimia pada anak.

“Itu mungkin sejak masa kehamilan ibunya sudah ada kelainan. Tetapi memang kasus seperti ini jarang sekali terjadi,” ujar Ronald di Jakarta, yang dikutip Rabu (16/10/2024).

Dokter spesialis penyakit dalam dan onkologi, dr. Ronald Alexander Hukom, Sp. P.D, Subsp. H.Onk.M.(K), MH.Sc. (Foto: Ist.)

Karena massa tumornya sudah sepanjang 13 cm, Ronald menegaskan bahwa kasus kanker mestinya sudah bisa terdeteksi sejak dalam kandungan.

Menurut Ronald, hal itu seharusnya sudah bisa dilihat melalui pemeriksaan USG rutin.

“Faktor lain bisa terjadi karena paparan bahan kimia. Bisa jadi juga saat hamil, si ibu meminum obat-obatan tertentu, sehingga kemunculan kankernya terlalu cepat,” tandas Ronald.

Ia menambahkan, tren kasus kanker ovarium pada anak di Indonesia relatif sangat jarang. Jenis kanker pada anak yang masih banyak dilaporkan saat ini adalah kanker darah atau leukemia.

Hingga kini, lanjut Ronald, belum diketahui pasti apa penyebab perkembangan kanker pada setiap orang relatif cepat atau lambat.

Oleh karena itu, kelompok-kelompok dengan riwayat genetik kanker dianjurkan rutin melakukan pemeriksaan.

“Misalnya, di keluarga nenek, ibu, tante, atau saudara punya riwayat kanker, lebih hati-hati untuk generasi yang berikutnya juga. Itulah pentingnya deteksi dini,” tandas Ronald.

Faktor Risiko dan Penyebab Kanker Ovarium pada Anak

Meskipun kanker ovarium pada anak-anak sangat langka, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker pada usia dini:

Faktor Genetik: Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 yang diwariskan dapat menjadi salah satu penyebab kanker ovarium, meskipun sangat jarang terjadi pada anak-anak.

Kelainan Perkembangan: Masalah pada perkembangan ovarium selama masa janin bisa meningkatkan risiko kanker pada anak.

Gangguan Hormon: Ketidakseimbangan hormon selama masa pertumbuhan anak bisa memicu perkembangan kanker ovarium.

Paparan Lingkungan: Paparan zat karsinogen selama kehamilan atau awal kehidupan anak dapat menjadi faktor risiko.

Sindrom Genetik Tertentu: Anak dengan sindrom Peutz-Jeghers dan sindrom DICER1 memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker ovarium.

Pengobatan kanker ovarium pada anak merupakan tantangan medis yang signifikan, seperti yang terlihat pada kasus bayi di Malaysia. Penanganan diawali dengan operasi untuk mengangkat tumor dan bagian indung telur yang terkena, dengan tujuan menghilangkan sebanyak mungkin jaringan kanker sambil mempertahankan fungsi reproduksi di masa depan. (mr)