Site icon KABARIKA

Pengukuhan Pertama di Tahun 2025, Jumlah Guru Besar Unhas Bertambah Empat Orang dari Fakultas Kedokteran

KABARIKA.ID, MAKASSAR — Universitas Hasanuddin (Unhas) mengukuhkan empat guru besar melalui Rapat Paripurna Senat Akademik dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Profesor baru dari Fakultas Kedokteran, Rabu (22/01/2024) di Ruang Senat Akademik Unhas Gedung Rektorat Lantai 2, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar.

Proses pengukuhan dihadiri oleh Rektor Unhas, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Dewan Profesor, tamu undangan, di antaranya ada yang berasal dari berbagai Fakultas Kedokteran (FK) di Indonesia dan dari Malaysia, serta keluarga besar dari profesor yang dikukuhkan.

Empat profesor baru yang dikukuhkan itu adalah:

1. Prof. dr. Firdaus Hamid, Ph.D., Sp.MK(K), Guru Besar Bidang Ilmu Imunologi Infeksi dan Mikrobioma, dengan nomor keanggotaan 546,

2. Prof. Aidah Juliaty Alimuddin Baso, Guru Besar Bidang Nutrisi Klinik Pediatri, dengan nomor keanggotaan 547,

3. Prof. Muh. Fadjar Perkasa, Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok Bedah Kepala Leher, dengan nomor keanggotaan 548, dan

4. Prof. Dr. dr. Andi Kurnia Bintang, Sp.S(K)., M.Kes, Guru Besar Bidang Ilmu Neurovaskuler, Neurovaskuler dan Neurooftalmologi-Neurootologi, dengan nomor keanggotaan 549.

Rektor Unhas, Prof. JJ dalam sambutannya menyampaikan selamat atas penambahan guru besar Unhas.

Rektor Unhas, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. menyampaikan sambutan pada acara pengukuhanempat guru besar dari Fakultas Kedokteran, Rabu (22/01/2024) di Ruang Senat Akademik Unhas Gedung Rektorat Lantai 2, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar. (Foto: Humas Unhas)

Ia juga mengapresiasi upaya yang terus dilakukan oleh FK Unhas untuk menghasilkan lulusan berdaya saing, melalui ketersediaan tenaga pendidik yang profesional dan berkualitas.

Prof JJ menegaskan, peningkatan jumlah guru besar Unhas harus sejalan dengan kapasitas dan kualitas mutu pembelajaran yang diberikan.

Lebih lanjut, Prof JJ juga mengharapkan para guru besar baru FK mampu memberikan kontribusi terbaik melalui keilmuan yang dimiliki, hadir di tengah masyarakat, membantu dan memberikan solusi terbaik sesuai kapasitas yang dimiliki.

Tidak lupa, Prof JJ juga mengingatkan tugas dan tanggung jawab tridarma perguruan tinggi, salah satunya penelitian yang dilakukan para guru besar.

“Diharapkan keilmuannya bisa memberikan manfaat kepada masyarakat secara meluas. Tidak hanya itu, penambahan guru besar Unhas juga menjadi sebuah motivasi, sekaligus pembuktian bahwa Unhas sebagai salah satu kampus terbaik dalam proses akademik,” jelas Prof JJ.

Sebelumnya, masing-masing guru besar telah menyampaikan pidato penerimaan yang membahas bidang keahliannya masing-masing.

Video pidato pengukuhan empat guru besar baru ini dapat disaksikan di sini

Prof. dr. Firdaus Hamid, Ph.D., Sp.MK(K)

Dalam kesempatan tersebut, Prof Firdaus memaparkan hasil penelitian yang berjudul, “Mikrobioma, Imunologi, dan Antibiotik: Harmoni tak Terlihat dalam Melawan Infeksi”.

Prof. dr. Firdaus Hamid, Ph.D., Sp.MK(K). (Foto: Humas Unhas)

Prof Firdaus menjelaskan imunologi infeksi dan mikrobioma merupakan dua bidang ilmu yang erat kaitannya dengan kesehatan tubuh.

Imunologi infeksi mempelajari bagaimana tubuh melawan mikroorganisme berbahaya seperti bakteri, virus dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit.

Menurut WD II Fakultas Kedokteran ini, secara global saat ini dunia sedang menghadapi fenomena peningkatan prevalensi penyakit inflamasi dan autoimun, seperti alergi, asma dan penyakit autoimun lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa beragamnya mikrobiota terutama di usus, membantu menjaga keseimbangan antara respon imun dan toleransi terhadap antigen asing, yang mencegah timbulnya reaksi berlebihan seperti penyakit autoimun.

Prof Firdaus menambahkan, penelitian yang dilakukan menemukan bahwa akses terhadap kebersihan yang lebih baik dan makanan yang bergizi dapat memengaruhi keberagaman mikrobiota serta respon imun tubuh.

Namun, penting juga untuk memperhatikan dampak penggunaan antibiotik yang berlebihan.

“Antibiotik yang berlebihan tanpa indikasi medis dapat merusak keseimbangan mikrobiota dan berkontribusi pada munculnya bakteri resisten terhadap pengobatan,” ujar Prof. Firdaus.

“Mikrobioma tubuh, yang terdiri dari triliunan mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan archaea, memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan sistem kekebalan tubuh. Mikrobiota yang seimbang mendukung pertahanan tubuh, tetapi gangguan keseimbangannya dapat menyebabkan penyakit, seperti gangguan pencernaan, alergi dan penyakit autoimun,” jelas mantan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ini.

Prof Firdaus menambahkan, salah satu tantangan utama dalam penelitian mikrobioma adalah mengidentifikasi mikroba yang mendukung sistem imun.

Tantangan lainnya adalah memahami interaksi mikrobiota dengan sistem tubuh lainnya, terutama dalam penyakit yang melibatkan peradangan dan kekebalan tubuh.

Interaksi mikrobiota dan sistem imun sangat kompleks dan bervariasi pada setiap individu, sehingga penelitian lebih lanjut diperlukan.

Penting untuk meningkatkan pemahaman tentang keragaman mikrobiota dan pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh.

Penelitian menunjukkan bahwa semakin beragam mikrobiota, semakin kuat respons imun tubuh terhadap infeksi dan penyakit.

Oleh karena itu, menjaga keseimbangan mikrobiota melalui pola makan sehat, olahraga, dan penggunaan antibiotik secara bijak menjadi langkah penting.

Prof. Aidah Juliaty Alimuddin Baso

Prof Aidah menyampaikan pidato pengukuhan berjudul, “Nutrisi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) Menuju Generasi Emas Indonesia Bebas Stunting”.

Ia menjelaskan, pada masa 1000 HPK, kebutuhan nutrisi, kasih sayang dan stimulasi harus dipenuhi. Kondisi malnutrisi kronis dapat menyebabkan wasting dan stunting, menghambat perkembangan, menurunkan kemampuan kognitif hingga produktivitas di masa dewasa.

Prof. Aidah Juliaty Alimuddin Baso. (Foto: Tangkapan layar Youtube senat akademik Unhas)

Kehamilan merupakan fase kritis untuk perkembangan janin, dimana nutrisi ibu penting untuk mendukung pertumbuhan janin dan mencegah komplikasi, seperti kelainan bawaan, kelahiran prematur, stunting, hingga risiko penyakit kronis di masa depan.

Pertumbuhan janin dimulai dari fase embrionik hingga matang, dengan organogenesis sangat penting pada trimester pertama. Nutrisi seperti asam folat, zat besi dan protein penting untuk pembentukan organ vital.

Prof Aidah menjelaskan begitu pentingnya nutrisi dalam enam bulan pertama kehidupan. WHO dan UNICEF merekomendasikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama sebagai nutrisi terbaik bayi tanpa tambahan makanan atau cairan lain.

“Studi menunjukkan bayi yang diberi ASI selama enam bulan pertama memiliki risiko lebih rendah mengalami stunting, karena menyediakan nutrisi sesuai kebutuhan dan melindungi dari infeksi yang menghambat pertumbuhan,” jelas Kadep Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas ini.

“Peranan instansi lintas sektor dalam mencegah stunting pada 1000 hari pertama kehidupan sangat diperlukan. Mulai dari Posyandu yang menjadi garda terdepan dalam memantau tumbuh kembang anak, Puskesmas untuk memberikan layanan kesehatan primer, hingga masyarakat umum melalui pola hidup yang sehat untuk tumbuh kembang anak,” ungkap Ketua KSM Anak RSPTN Unhas.

Prof Aidah juga menjelaskan tentang pilot project yang dilakukan di salah satu daerah binaan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas.

Prepost control berlangsung sejak Mei hingga Oktober 2023 dan melibatkan 101 Balita di wilayah kelurahan Untia, Kota Makassar. Pilot project tersebut melakukan pendekatan dengan menerapkan algoritma aksi cegah stunting sesuai keputusan Menteri Kesehatan RI.

Prof. Muh. Fadjar Perkasa

Pada kesempatan yang sama, Prof Fadjar memberikan gambaran tentang penelitian yang dilakukan mengenai “Olfactory Training dan Cuci Hidung: Pendekatan Nonfarmakologi untuk Memperbaiki Gangguan Penghidu”.

Secara umum, ganggung penghidu menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan mendeteksi bau. Kondisi hilang kemampuan mengenali bau sangat berbahaya, misalnya penderita tidak mampu mengenali zat berbahaya di sekitarnya.

Gangguan penghidu masih merupakan masalah kesehatan yang menantang karena variasi etiologik, terbatasnya pilihan penanganan yang efektif dan keberhasilan terapi bergantung pada tingkat keparahan.

Prof. Muh. Fadjar Perkasa. (Foto: Tangkapan layar Youtube senat akademik Unhas)

Olfactory training dan cuci hidung merupakan pendekatan terapi nonfarmakologis.

Olfactory training (OT) muncul sebagai strategi terapi ganggung penghidu akibat infeksi virus. Konsep OT sama dengan fisioterapi neurologis lainnya.

Studi menunjukkan bahwa OT secara signifikan menghasilkan peningkatan fungsi penghidu secara objektif, pada kasus pasca infeksi virus, pasca trauma dan terkait usia.

Sementara itu, cuci hidung adalah metode pembersihan hidung yang sangat sederhana dan murah.

“Ini merupakan salah satu modalitas yang digunakan untuk mengatasi keluhan gangguan penghidu pada pasien rinosinutrisitis, infeksi saluran napas atas hingga rinitis alergi,” ungkap Kaprodi IK THT-BKL FK Unhas ini.

Kedua modalitas nonfarmakologik ini dapat digunakan untuk memperbaiki gangguan penghidu dan mempertahankan fungsi normal penghidu, dengan kata lain tidak hanya dapat digunakan pada pasien tetapi juga digunakan pada individu sehat.

“Keuntungan OT dan cuci hidung salah satunya dapat mengurangi angka morbiditas dan konsumsi obat-obatan, hingga meningkatkan kualitas hidup yang berdampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi,” tandas Prof Fadjar.

Prof. Dr. dr. Andi Kurnia Bintang, Sp.S(K)., M.Kes

Prof Andi Kurnia menyampaikan orasi ilmiah berjudul, “Pendekatan Multi-Modal dalam Upaya Mencegah Kecacatan Akibat Stroke Iskemik”.

Ia menjelaskan, stroke merupakan kondisi ketika suplai darah ke otak terganggu atau berkurang.

“Ini terjadi karena adanya sumbatan oleh trombus dan emboli atau pecahnya pembulu darah. Akibatnya bagian otak yang disuplai oleh pembuluh darah akan mengalami kerusakan dan menimbulkan kecacatan. Stroke iskemik meliputi 80-85% dari semua kasus stroke,” jelas Dosen Dept. Neurologi Unhas ini.

Prof. Dr. dr. Andi Kurnia Bintang, Sp.S(K)., M.Kes. (Foto: Tangkapan layar Youtube senat akademik Unhas)

Penanganan stroke secara komprehensif meliputi prevensi primer, penanganan fase hiperakut, penanganan fase akut, penanganan pasca fase akut hingga prevensi sekunder.

Stroke merupakan tantangan besar yang harus menjadi prioritas bersama. Untuk mencegah kecacatan akibat stroke, diperlukan pendekatan multimodal yang terintegrasi.

“Pertama, pengendalian genetik berbasis populasi, telah dirintis melalui pembuatan database pasien stroke, memulai profiling gen untuk mengindentifikasi faktor risiko genetik. Selanjutnya, pengembangan Polygenic Risk Score (PRS) untuk mengindentifikasi individu dengan risiko tinggi stroke secara akurat,” papar Ketua SPI RSPTN Unhas ini.

Tidak hanya itu, diperlukan kerja sama neurovaskular intervensi untuk pengembangan lanjut terapi fase hiperakut dan perluasan pelayanan.

Selain itu, diperlukan pengembangan penelitian lanjutan dan inovasi terapi terkait modulasi penyembuhan alamiah dengan kolaborasi interdisipliner. (*/mr)

Exit mobile version