KABARIKA.ID, MAKASSAR – Sebuah video yang merekam ketegangan antara seorang pria dan dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (RS UNHAS) menjadi viral di media sosial.
Dalam video tersebut, pria yang merekam menuduh dokter menolak menangani seorang pasien yang dalam kondisi kritis di dalam ambulans. Insiden ini terjadi pada malam Minggu, 28 April 2025. Pria perekam terlihat menunjukkan kondisi pasien yang terbaring di dalam ambulans sambil berteriak, “Ini dokter ada rekamannya tadi. Dia tarik-tarik. Pasien saja di atas sini (ambulans) dia tidak tindaki!”
Tuduhan ini langsung memicu reaksi publik yang mempertanyakan prosedur pelayanan di rumah sakit pendidikan terbesar di Indonesia bagian timur tersebut. Dalam video, terlihat seorang pria berbaju hijau yang diduga dokter meminta perekam untuk berhenti merekam, mengingat ada larangan perekaman tanpa izin di lingkungan rumah sakit. “Kita merekam toh? Kena pasal, dilarang merekam di rumah sakit. Nanti kena pasal,” ujarnya.
Namun, pria perekam tidak terima dan membalas, “Kenapa tarik-tarik saya? Bahayanya ini dokter dia tarik-tarik saya. Saya bawa pasien darurat ini, Pak!”
Menanggapi viralnya video dan pemberitaan tersebut, pihak RS UNHAS mengeluarkan klarifikasi resmi melalui Direktur Umum, Pemasaran, dan Keuangan, Dr. Irwandy. Ia menegaskan bahwa rumah sakit tidak pernah menolak pasien gawat darurat. “Setiap pasien yang datang dengan kondisi darurat selalu kami terima dan berikan penanganan sesuai dengan prosedur medis yang berlaku,” jelasnya, Kamis (1/5/2025)
Dalam siaran pers, RS UNHAS menjelaskan bahwa pasien laki-laki berusia 66 tahun tiba di IGD sekitar pukul 21.30 WITA. Saat itu, ruang IGD dalam kondisi penuh dengan 8 pasien dirawat dan 2 pasien menunggu antrean.
Tim medis segera memeriksa pasien di dalam ambulans, yang menunjukkan tanda-tanda vital tidak normal dan membutuhkan penanganan segera. Karena ruang IGD sudah penuh, tindakan medis awal dilakukan di dalam ambulans, termasuk pemberian infus dan pemeriksaan laboratorium.
Selama proses pemeriksaan, seorang pria yang diduga kerabat pasien merekam tanpa izin, yang dianggap mengganggu pelayanan. Dokter kemudian menegaskan larangan perekaman dan berusaha menjelaskan kondisi ruang IGD yang penuh.
“Dokter kemudian mengabaikan pria tersebut untuk fokus merawat pasien dan menjelaskan kepada keluarga bahwa pasien dapat ditangani di RS UNHAS, dengan catatan pasien tetap dirawat di atas brankar ambulans karena semua brankar di IGD sudah terpakai,” tambah Irwandy.
Pihak RS UNHAS menyatakan keberatan atas informasi yang dianggap tidak akurat dan dapat mencemarkan nama baik institusi. Mereka siap menempuh jalur hukum jika ada pihak yang menyebarkan informasi bohong atau merugikan reputasi rumah sakit.
Manajemen RS UNHAS juga meminta perekam untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan memberikan klarifikasi resmi kepada publik untuk meluruskan fakta. “Kami tidak akan segan untuk menempuh upaya hukum bagi pihak-pihak yang berupaya mencemarkan nama baik rumah sakit kami,” tegas Irwandy. (*)