Pengembangan Pariwisata dengan Pendekatan “Wow”

Opini516 Dilihat

KEMARIN saya tiba di bandara Cengkareng Jakarta lalu memesan salah satu taksi online untuk masuk ke kota. Di tengah perjalanan saya ngobrol dengan sang driver. Ketika tahu saya dari Makassar, sang driver mulai punya bahan untuk ngobrol lebih jauh.

Katanya dia belum pernah pergi jauh kecuali ke Gorontalo. Saya heran juga, kenapa Gorontalo? Apakah dia berasal dari sana? Ternyata bukan.

“Istri saya pernah dinas ke Gorontalo pas ada hari libur beberapa hari maka saya juga ikut, pak. Sekalian liburan ke Pulau Cinta,” kata sang driver.

Satu hal yang sangat berkesan dari Gorontalo adalah “Sate Ikan Tuna”-nya. Begitu katanya. “Wah, pak, itu masakan ikan paling enak dalam hidup saya. Sejak itu saya selalu cari di Jakarta di mana bisa makan sate ikan tuna terutama bagian perutnya,” kata si driver menggebu-gebu.

Kisah sang driver memberi kita satu pelajaran, khususnya bila ditinjau dari segi pelaku bisnis pariwisata. Bahwa sangat penting bagi sebuah destinasi wisata untuk menawarkan sebuah “wow experience” atau sebuah “wow commodity”.

Dalam kasus di atas, wow experience-nya adalah makan sate ikan tuna dan sate ikan tuna itu sendiri adalah sebuah wow commodity.

Banyak objek wisata sekadar dikembangkan tanpa memperhatikan ini.

Dulu saya kuliah di Ehime University di Jepang. Ehime adalah nama sebuah provinsi yang terkenal dengan “Ehime Mikan” (Jeruk Ehime). Upaya untuk menjadi Ehime Mikan sebagai “mascot” Ehime dilakukan secara massif, terstruktur, dan terencana. Bukan kalangan pemerintahan daerah saja, bahkan universitas pun turut berupaya bagaimana berkontribusi dalam hal ini.

Akibatnya, citra Ehime begitu melekat dengan Ehime Mikan sehingga ketika wisatawan datang ke Ehime, mencari buah tangan, tak lain dan tak bukan adalah sesuatu yang berhubungan dengan jeruk Ehime.

Ketika pandemi baru saja menyerang di awal 2020 dan kegiatan pariwisata praktis terhenti, saya beralih ke bisnis lain yaitu berjualan secara online. Salah satu produk yang ternyata laku keras adalah Ikan Asin Selayar.

Permintaan datang dari berbagai daerah terutama dari Jakarta. Saking larisnya saya kewalahan dan akhirnya berhenti sebab tidak kebagian barang dari supplier. Mereka juga kewalahan rupanya.

Selayar dengan ikan asin Sunu-nya. Daerah lain dengan apa-nya yah? Metode pendekatan ini bisa kita lakukan untuk menghasilkan wow commodity yang selanjutnya dikemas dengan pendekatan wisata. Wow commodity ditambah wow experience akan menghasilkan wow destination. Semakin banyak faktor wow-nya akan semakin baik dan menarik.

Beberapa hari terakhir isu tentang memajukan desa wisata cukup ramai di WA grup Institut Bisnis dan Profesi (IBP) IKA Unhas. Makanya IBP mengemas peogram Bincang Wisata Indonesia.

Nah, menciptakan faktor wow bisa dijadikan satu pendekatan. Silakan dibicarakan, dikonsepkan dengan masyarakat desa setempat, factor wow apa yang ingin kita ciptakan. Selanjutnya bersama-sama mewujudkannya.

Semoga hari ini kita bersemangat beraktifitas dan menghasilkan banyak wow benefits. Aamiin.

Irwan Firdaus Uno (Alumni Unhas/Kamtuu-Founder)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *