Site icon KABARIKA

Inklusivisme Desa Dalam Angan

DESA adalah sebuah kultur komunal yang heterogen. Secara politis, bila penduduknya terlalu larut dalam politik lokal (pilkades), akan ada dua kelompok politik: jejaring dukungan politik dan jejaring oposisi politik.

Oleh: Abdul Wahab Dai (Pendamping Lokal/Alumni FIB Unhas)

Meski ada ajakan untuk “bersatu” pasca-Pilkades, biasanya aroma Pilkades akan berlangsung lama.

Menyatukan dua kubu (pendukung politik kepala desa dengan bukan pendukung politik) butuh proses panjang.

Padahal jargon inklusivisme senantiasa diarus-utamakan. Pendukung atau bukan, semua harus terlibat membangun desa.

Tahun Anggaran 2022 menjelang. Setelah beberes dengan RPJM Desa bagi desa yang baru saja “menunjuk” pemimpinnya, kini mereka merancang kerja tahunan mereka dalam sebuah RKP Desa. RKP Desa telah didahului oleh Rembug Stunting.

Tahun ini regulasi memperkenalkan cara pandang membangun desa dengan tiga jenis kata yang mirip-mirip: ajektiva “inklusif”, nomina “inklusi” dan “inklusivitas”.

Pada ranah lain sesungguhnya ini tema lama. Inklusif adalah antonim dari eksklusif.

Inklusif bermakna melibatkan semua pihak yang ada, tidak eksklusif.

Dalam pengertian secara sempit, Desa Inklusi merujuk pada desa yang melibatkan para penyandang disabilitas dalam proses-proses pembangunan desa.

Dalam pengertian yang lebih luas, Desa Inklusi adalah desa yang melibatkan semua kelompok dalam musyawarah dan pembangunan desa, meski dengan sekelompok perwakilan.

Ada kelompok petani, nelayan, perajin, perempuan, pemerhati anak dan perempuan, kaum miskin-terpinggirkan-marjinal, penyandang disabilitas, pendukung politik, lawan politik.

Tafsir bahwa selama ini proses pembangunan desa masih eksklusif, tidak melibatkan semua pihak, adalah punca dari munculnya angan desa yang inklusif.

Desa Inklusi dipertegas dengan regulasi Prioritas Dana Desa 2022.

Berbicara secara sempit, kini pelibatan kaum disabilitas dalam ruang publik desa mulai diperhatikan.

Ada rehabilitasi penyandang disabilitas berbasis komunitas yang memungkinkan mereka terlibat di desa, bahkan bisa menjadi pengurus Bumdesa.

Ada banyak kepelbagaian kelompok di desa yang harus terlibat dalam pembangunan desa.

Mulai dari kepelbagaian jender, etnik, ras, dialek, reliji, taraf ekonomi dan ragam pembeda lainnya yang membuatnya heterogen.

Kesetaraan dan keadilan sosial yang disebut-sebut pada Dasar Negara memang harus diejawantahkan pada segenap relung kehidupan bangsa, termasuklah pada pembangunan perdesaan.

Kita siap? (*)

Exit mobile version