RABU, 3 Mei 2023, sedikit lagi dini hari, saya masih di warung kopi. Dengan bebarapa kawan, kami membincang situasi politik mutakhir di tanah air. Terutama sikap Presiden Jokowi yang dinilai terlalu jauh ikut campur dalam urusan siapa saja capres penggantinya. Padahal, sebagai presiden, ia tak seharusnya melakukan itu. Sebab, bayangkan jika pagar ikut menentukan pohon mana yang mesti tumbuh dan tidak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat itu, frekuensi pesan masuk di ponsel makin sering, menggoda untuk diintip. Rupanya, postingan berita duka sedang ramai di berbagai grup whatsapp. M. Taufik, mantan Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, telah menutup mata untuk selamanya.
“Innalillahi wa inna ilahi rajiun,” ucap kami nyaris serempak. Seorang kawan kemudian memanjatkan do’a, “Allahumagfirlahu warhamhu wa afihi wa’fu anhu.”
Topik diskusi pun bergeser membahas sosok almarhum M. Taufik. Seorang kawan dari dunia perburuhan bercerita kalau Bang Taufik, begitu ia memanggilnya, adalah tokoh perburuhan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1990-an, ia seorang aktifis buruh yang cukup disegani.
Kawan itu benar. Sebab sejumlah media juga telah menulis bahwa sebelum terjun ke dunia politik, Bang Taufik tercatat pernah menjadi Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Tanjung Priok. Selain itu, ia juga pernah menjabat Sekjen Serikat Pekerja Maritim Indonesia (SPMI). Ini mengkonfirmasi kalau kehidupan masa lalu Bang Taufik cukup keras.
Berhubung tak memiliki preferensi memadai tentangnya, maka, saya, pada keesokan harinya mencoba menelusuri sendiri rekam jejaknya. Yan Hiksas Dt. Tan Ali, junior Bang Taufik di Jayabaya, pun bercerita.
“Biasa, senior besar. Lagaknya, alamak, kayak ‘koboi kampus’ saja”, ungkap Yan di ujung telpon, sedikit terkekeh. Mungkin mantan Ketua Senat Fak. Ekonomi Jayabaya itu merasa ada yang lucu saat teringat Bang Taufik.
Tetapi peran Bang Taufik yang paling menonjol dikampus, menurut Yan Hiksas, selalu terlibat secara langsung membantu universitas menyelesaikan berbagai konflik kemahasiswaan yang kerap terjadi. Sehingga dekat dengan pimpinan universitas.
σ
Senada dengan Yan, Ariyadi Achmad, senior sekaligus mentor Bang Taufik, juga di Jayabaya, mengenang almarhum sebagai sosok aktifis tulen. Menurutnya, pernah menjabat Ketua Senat Akademi Akuntansi Jayabaya. Namun ada beberapa sumber tak bisa memastikan, termasuk, Yan sendiri. Tetapi, menyebut Bang Taufik sebagai aktifis senat mahasiwa, Yan tak menampik.
Saya kemudian mencoba mengorek Ariyadi Achmad lebih jauh terkait kiprah Bang Taufik di HMI. Namun founder “TeropongSenayan” itu merasa tidak kompeten, sehingga memintaku menanyakannya kepada Bursah Zarnubi. Tak berhasil menghubungi Bursah, saya pun kembali kepada Yan Hiksas.
Ah, baru ingat. Bursah Zarnubi dan Yan Hiksas adalah dua pentolan aktifis HMI yang paling menonjol dari Universitas Jayabaya di masanya. Menurut Yan, Bang Taufik memang kader HMI, setidaknya pernah mengikuti Basic Training.
Bertahun lalu, setiap acara Partai Gerindra di Jakarta, saya nyaris selalu bertemu dengan Bang Taufik, sehinga terasa familiar, kendati kami tak saling mengenal. Saya baru tahu kemudian kalau Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta adalah Bang Taufik, tatkala Prabowo Subianto memanggil dan memperkenalkannya dari atas podium.
Dipanggil seperti itu, tak sekali dua kali saya melihatnya, tapi kerap kali. Hampir setiap pertemuan nasional Partai Gerindra, Bang Taufik selalu dijadikan preferensi oleh Prabowo sebagai Ketua DPD Gerindra yang paling berhasil. Menurutku kala itu, ia salah satu Ketua DPD Gerindra yang “dianakemaskan” oleh Prabowo selaku pemimpin tertinggi Partai Gerindra.
Wajar. Sebab, jika perolehan kursi di parlemen ukurannya, maka pencapaian Bang Taufik memang pantas mendapat pujian Prabowo. Pemilu 2009, misalnya, usia Partai Gerindra baru setahun lebih. Akan tetapi, DPD Gerindra DKI Jakarta dibawah pimpinan Bang Taufik, berhasil meraup 6 kursi. Bersaing dengan pencapaian DPD Gerindra Jabar, Jateng, dan Jatim, yang memiliki jumlah pemilih tiga kali lipat lebih besar.
Apa hanya itu? Oh, tidak. Pada Pemilu 2014, pencapaian Bang Taufik lebih hebat lagi. Ia berhasil menaikkan perolehan kursi Gerindra di DPRD DKI Jakarta menjadi 16 kursi, nyaris tiga kali lipat. Pencapaian itu melampaui DPD Gerindra Jabar dan Jateng yang hanya meraih 11 kursi, serta Jatim, 13 kursi. Pencapaian Bang Taufik itu kemudian mengantarkannya menduduki kursi pimpinan DPRD DKI Jakarta.
Pencapaian Bang Taufik mencapai puncaknya pada Pemilu 2019. DPD Gerindra DKI Jakarta berhasil meraup 19 kursi. Tambahan 3 kursi itu, tampaknya diambil dari kursi PPP yang dihukum oleh konstituennya karena tak mengusung Anies – Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Selaku pemimpin partai, Bang Taufik di sini tampak sangat piawai memanfaatkan peluang dan kesempatan yang ada.
Nasib sial bagi Bang Taufik akhirnya datang juga. Pada pelantikan Pengurus Korps Alumni HMI Jakarta Raya (KAHMI Jaya) periode 2022 – 2027, Bang Taufik selaku Ketua Umum, mendoakan Anies Baswedan selaku anggota KAHMI, menjadi presiden.
Do’a itu lantas membuat para penguasa Partai Gerindra murka dan menilai Bang Taufik khianat. Dan, jasa besarnya membesarkan partai itu selama 14 tahun, pun dinilai tak ada artinya. Bang Taufik dipecat, gegara sepotong do’a.
Bagi yang mengenal dan mengetahui kisah tragis Bang Taufik di Partai Gerindra, mengenangnya, akan selalu mengingatkan pada cerita tentang petaka sepotong do’a.
Makassar, 06 Mei 2023