Site icon KABARIKA

Beda 1 Menit Jadi 11 Jam, Kebaikan Itu Menawan Hati (Catatan Ringan di Sela Kunjungan Kerja Menteri Pertanian RI)

 

Oleh Ahmad Musa Said

Pengurus Pusat Ikatan Alumni (IKA) UNHAS

JUMAT siang 20 September 2024, usai Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membakar semangat para peternak yang tergabung dalam Asosiasi Peternak dan Penggemuk Sapi Indonesia di Acara Rapat Kerja Nasional, JHL Solitaire Gading Serpong. Kami bergegas turun dari ballroom di rooftop hotel tersebut, tak ingin terlambat, kamipun ikut dalam lift bersama beliau yang ditemani Menkumham Supratman dan Wamentan Sudaryono.

Hal yang tak biasa kami lakukan, biasanya kami memberikan kesempatan kepada ajudan duluan mendampingi beliau dan memilih masuk lift berbeda. Tapi kali ini kami akhirnya masuk di lift yang bersamaan demi tidak ketinggalan rangkaian.

Kami naik mobil patwal pas di belakang mobil RI 37 yang telah bergerak, namun Kabag protokol ternyata tertahan di lift berikutnya, kami coba tunggu, belum muncul. Mulai khawatir tertinggal rangkaian, tapi tak mungkin juga kami tinggalkan. 30 detik lebih, rangkaian sudah tak terdengar bunyi sirenenya.

Mengejarpun telat, kalau orang kesayangan Mentan ini kami tinggalkan, bisa juga jadi masalah karena tidak setia kawan seperti yang selalu Ketua Umum IKA Unhas ini tanamkan ke kami yang sering diajak mendampingi beliau.

Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah dzikirku, tepat satu menit, mas Eko, demikian panggilannya, muncul dan langsung bergegas ke mobil. Alhamdulillah, kami minta sopir mengejar, namun tentu beda gaya meliuk kendaraan patwal roda empat dengan roda dua yang dapat membelah arus macet.

Kami buka grup WA, minta shareloc ke ajudan, sudah lumayan jaraknya, tapi tetap ikhtiar mengejar. Tak berhenti dzikir di mobil berharap ada keajaiban terjadi, misalnya jalan mendadak lengang dan kami bisa mengejar cepat. Tapi takdir berkata lain, kami masih tertahan di pintu keluar tol, di aplikasi maps terlihat ajudan sudah tiba di bandara Halim Perdana Kusumah.

Kami tetap ikhtiar, menitip pesan mohon diinfokan jika pintu pesawat telah tutup, ajudan memberi info, takeoff. Sudah menjadi hal yang lazim buat kami, tak etis membuat Menteri menunggu, dan sangat malu jika sampai membuat beliau menunggu.

Kabag Protokol pun mencarikan alternatif lain, lewat Cengkareng, Citilink pukul 21.30. Tiba di Makassar pukul 00.50, sayapun memesan Taxi lewat pesan WA.

Iwang, staf Blue Bird Bandara itu menjemput, mengantarkan ke tempat menunggu unit. Armada birupun tiba, saya berpesan tolong diantar dulu ke AAS Building, koper kami telah mendahului di private jet Owner Tiran Group ini siang tadi.

Sopir inipun bertanya, AAS Building itu yang punya pak Andi Amran Sulaiman, ya pak? “Iya,” jawabku. Yang Menteri Pertanian itu? “Iya pak,” jawabku lagi. Yang maju kembali jadi gubernur itu adiknya, kan pak? “Iya”, kembali jawab saya.

Saya balik bertanya, bagaimana nanti pak? Kira-kira akan pilih siapa? “Tentu pak Andi Sudirman Sulaiman pak,” jawabnya ringkas.

Owh begitu, pak? “Iya,” balasnya. Sayapun bertanya, apa alasannya? Dia menjawab, “Kami dulu selalu dibantu pak Amran. Waktu masih di kampung, orang tua kami yang berprofesi sebagai petani selalu dibantu racun tikus dan pupuk oleh beliau. Sebenarnya dulu kami tidak kenal siapa beliau, keluarga kami di kampung cuma kenal Petta Tiran, karena nama racunnya adalah Tiran.”

Sayapun tersenyum, mungkin tulisan PT Tiran dibaca Petta Tiran oleh keluarganya.

Diapun melanjutkan kisahnya, “Seperti waktu Pileg kemarin, kami memilih Andi Amar Ma’ruf Sulaiman sebagai anggota DPR. Karena ketika orang tua kami bertanya siapa yang kita pilih, saya bilang itu adiknya Petta Tiran, Puang yang dulu selalu bagi-bagi bantuan racun tikus. Kalau begitu tidak ada alasan lagi untuk tidak memilih Andi Amar.”

Sayapun mengkoreksi bahwa itu anaknya, bukan adiknya.

Saya melirik ke layar tarif, Iskandar Djamil namanya. Saya tanya kampungnya di mana? “Sinjai Tengah, Desa Saohiring,” jawabnya.

Foto Iskandar Djamil terlihat di layar argometer taxi blue bird Bandara, pengemudi yang mengantar kami dari Bandara ke rumah. (Foto: Uca)

Diapun melanjutkan, bahwa racun tikusnya memang beda, terkadang sampai dua musim tanam kami tidak diganggu tikus, sangat ampuh ujarnya.

Iskandar lalu bertanya ke saya, kenapa racun tersebut tidak pernah terlihat lagi. Saya menjawab, tidak diproduksi lagi pak, beliau menghentikan produksinya sejak terpilih jadi Menteri Pertanian 2014 lalu.

Karena tidak ingin ada konflik kepentingan, sebagai Menteri, punya produk pendukung pertanian, meskipun dilakukan secara fair, tetap akan menjadi fitnah kalau produknya yang dibeli Kementan.

Iskandar berdecak kagum, siapa sangka yah pak, dulu beliau selalu bagi-bagi bantuan racun tikus, sekarang malah menjadi menteri pertanian. Mungkin karena selalu membantu itulah yang menyebabkan rezekinya lancar sambung Iskandar.

“Insyaa’Allaah pak, kami sekeluarga tidak akan pilih yang lain, karena ini sudah jelas, kakaknya selalu membantu orang dari dulu, belum ada istilah Pilkada, kami sudah merasakan manfaat bantuan racun tikusnya.”

Jam menunjukkan pukul 02 dinihari, mobil sudah tiba di tujuan kami. Lelah akibat terlambat satu menit, jadi 11 jam baru tiba di rumah, tapi ada hikmah yang kami dapatkan.

Kisah siklus kebaikan, bagaimana kebaikan yang telah bertahun-tahun lamanya, antara tahun 90-an sampai 2000-an kata Iskandar, lebih dari 20 tahun lalu, tak disangka hari ini masih tetap menawan hati dan efeknya dirasakan sampai ke urusan elektoral, baik di Pileg lalu maupun di Pilgub hari ini oleh anak dan adik Mentan AAS.

Dan bagi orang-orang tulus seperti Iskandar dan keluarganya ini, tak terlalu butuh banyak teori dan janji, kebaikan sejati itu yang telah menawannya. Kebaikan yang sudah sejak dulu dilakukan Mentan Amran, bukan hanya menjelang pesta politik.

Ingatan saya terbang ke orang-orang baik yang saya kenal baik secara langsung maupun dari cerita mulut ke mulut. Seperti salah satu senior kami di Universitas Hasanuddin, Ilham Arief Sirajuddin, IAS atau lebih sering disapa kak Aco, meskipun kak Aco ini tak pernah mengaku baik, namun hampir semua orang yang menceritakan dirinya mengakui bahwa beliau aslinya orang baik.

“Keterlaluan jika ada orang yang tega berbuat jahat pada senior satu ini,” kata Baso, kenalan yang punya rumah panggung di jalan Meranti sana. Entah di mana dia kenal kak Aco, tapi saya mengamini pengakuannya.

Banyak lagi orang baik yang saya kenal, Cawi, Cindeng, Copel dan lainnya. Terlalu panjang tuk diceritakan semuanya. Tapi pesan saya, tetaplah jadi orang baik, apapun, di manapun, dan kapanpun.

Yah, kebaikan itu akan terlihat hasilnya, seperti pula keburukan, entah kembali langsung ke diri kita atau ke orang dekat kita, karena itu janji Allah dalam surah Az Zalzalah [99] ayat 7-8.

Turun dari kendaraan, setelah membayar via QRIS, Iskandar membantu menurunkan barang saya sampai ke pagar, sebelum pergi dia sempat berpesan, pak kalau boleh titip pesan ke pak Menteri, mohon racun tikusnya diproduksi kembali, tidak adapi (belum ada) yang seampuh itu serunya.

Sayapun tersenyum sambil menjawab, Insya Allah, pak. Aamiin.

Exit mobile version