ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Oleh Ahmad Musa Said

Pengurus Pusat Ikatan Alumni (IKA) Unhas

 

PERJALANAN panjang Menteri Pertanian Republik Indonesia (Mentan RI) Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, M.P. ke Brazil dan Amerika Serikat, 10–18 September lalu, membuahkan hasil yang manis untuk bangsa.

Sejak transit di Doha, Qatar, dalam diskusi dengan Dubes RI, Ridwan, terungkap bahwa Baladna, sebuah perusahaan produk peternakan sapi perah di Qatar siap membantu program makan bergizi gratis dengan berinvestasi di Indonesia untuk menyuplai kebutuhan susu di Indonesia.

Mentan kemudian menantang, apakah Baladna dapat memproduksi 2 juta ton? Ketika dijawab mampu, maka Mentan memberikan lampu hijau.

Untuk memproduksi susu sebanyak 2 juta ton, dibutuhkan sekitar 524 ribu ekor sapi dengan nilai investasi lebih dari Rp 20 triliun.

Dengan kemampuan produksi 2 juta ton per tahun, diharapkan mampu menurunkan kebutuhan impor setiap tahunnya.

Menurut data, saat ini Indonesia baru dapat memproduksi sendiri sebesar satu juta ton (21%) dari total kebutuhan sebanyak 4,7 juta ton pada 2024.

Setiba di Cuiaba, Brazil, di sela-sela G20 Agricultural’ Ministerial Meeting, Mentan melakukan diskusi dan pertemuan bilateral dengan Mentan Argentina, Brazil, Jepang, dan Prancis.

Pada pertemuan dengan Mentan Argentina, terungkap peluang kerja sama sapi perah dan pedaging, di mana Argentina merupakan negara produsen terbesar ke-5 untuk produksi daging, dan ke-10 produksi susu di dunia.

Namun karena didera inflasi, mereka tidak dapat melakukan investasi di Indonesia, mereka hanya ingin mengirim produk jadinya ke Indonesia. Mentan Amran batal menjalin kerja sama dengan Argentina.

Menurutnya, kerja sama dalam bentuk impor produk jadi seperti ini hanya menguntungkan satu pihak. Mentan Amran ingin agar mereka berinvestasi di Indonesia, produknya tetap dibeli, namun ada perputaran ekonomi di tanah air.

Harapan itu terwujud saat pertemuan bilateral dengan Mentan Brazil, Carlos Favaro. Brazil siap berinvestasi di Indonesia untuk pemenuhan produksi daging dan susu.

Tim dari Kementan RI lalu menginisiasi Mutual of Understanding (MoU), antara PT Asiabeef Biofarma Indonesia (Asiabeef) dengan Agropecuaria 31 (31 Group).

MoU tersebut berisi komitmen kerja sama investasi pengembangan 100.000 ekor ternak sapi perah tropis asal Brazil yang akan dilaksanakan di Indonesia dalam rangka mendukung peningkatan produksi susu dalam negeri.

Investasinya diperkirakan bernilai Rp 4,5 triliun untuk sapinya saja dan akan lebih lagi jika dihitung dengan sarana produksinya.

Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman saat pertemuan bilateral dengan Menteri Pertanian Brazil, Carlos Favaro di sela-sela pertemuan G-20 Agricultural Ministerial Meeting, Cuiaba, Brazil, Kamis (14/09/2024). (Foto: Uca)

Selain sapi, Brazil yang telah bebas dari penyakit kuku dan mulut pada ternak, siap bekerja sama dalam pengembangan industri vaksin di Indonesia. Pengembangan industri vaksin dalam negeri dapat mengurangi impor yang selama ini dilakukan sampai puluhan juta dosis dengan nilai triliunan rupiah, seperti yang dibelanjakan Kementan pada tahun 2022.

Mentan kemudian menugaskan staf khusus Menteri, Nasrullah dan Tenaga Ahli Menteri, Mat Syukur untuk tinggal mengawal inisiasi kerja sama tersebut sampai selesai. Sementara Mentan dan rombongan melanjutkan perjalanan ke negara bagian Arkansas, AS.

Di Arkansas, tujuan utama ketua umum IKA Unhas itu adalah memantau pertanian modern. “Seeing is believing,” katanya.

Informasi “wah” di berbagai media tentang pertanian modern Arkansas, harus dicek secara langsung dan dipelajari apakah sejalan dan dapat diterapkan di Indonesia.

Ke depan Indonesia akan melakukan cetak sawah sebanyak 3 juta hektare dengan pengelolaan pertanian modern.

Ekspedisi untuk membuktikan kesuksesan pertanian modern di Arkansas, langsung dimulai sejak hari tibanya di Arkansas, menjelang petang, tidak ada istirahat.

Owner Tiran Group ini mengajak seluruh rombongan delegasi untuk berkunjung langsung ke pinggiran Little Rock. Dalam perjalanan, Mentan Amran menepi dan melihat langsung sawah yang dilalui.

Mentan Amran lalu mengamati warna padi, posisi merunduknya malai (untaian). Andi Amran lalu berucap, “Sepertinya produksi sawah ini belum sesuai laporan yang diterima.”

Tak puas dengan satu sawah, Mentan Amran kemudian mengajak ke sawah lain, namun hari sudah gelap.

“Esok lagi kita lanjutkan,” ucap Amran singkat.

Pada hari kedua di Arkansas, delegasi bertemu dengan tim Rice Research and Extension Center of University Arkansas serta Dale Bumpers National Rice Research Center yang dipandu oleh United States Department of Agriculture dan Arkansas Rice Society.

Pertemuan membahas tentang bagaimana mereka menjaga galur murni dan mengembangkan varietas unggul yang dikoleksi dari berbagai belahan dunia.

Rencana cetak sawah dianggap suatu hal yang rasional untuk dilakukan dan untuk merealisasika pengembangan modernisasi sistem pertanian, merupakan cara tepat untuk pengelolaannya kelak.

Hal itu disampaikan Yulin Jia, salah satu peneliti di lembaga penelitian padi tersebut.

Setelah diskusi, delegasi diajak melihat sawah percobaan, jarak tanam sangat rapat, jumlah anakan produktif dominan, jumlah bulir banyak, prediksi hasil 9,7 ton/hektare.

Wajar kata Mentan, ini lembaga riset “Kita harus pastikan bahwa di lapangan produksinya betul-betul setara,” tandas Mentan Amran.

Selanjutnya, Mentan Amran dan rombongan berkunjung ke farm yang dikelola oleh petani keluarga. LTD Farm, memiliki luas lahan 3.500 acres dengan jumlah total pengelola, 5 orang.

Terkadang jika sangat dibutuhkan mereka menyewa tenaga kerja maksimal sebanyak tiga orang. Dengan jumlah total 8 orang, mereka mengelola lahan seluas 3.500 acres atau setara 1.416 hektare.

Mentan Amran makin optimis bahwa upaya cetak sawah dengan pengembangan pertanian modern dapat dilaksanakan tanpa perlu khawatir kekurangan SDM.

Namun hasil pengamatan secara visual, Mentan masih belum yakin terkait jumlah produksi.

Pada sore harinya, delegasi melanjutkan diskusi dengan USDA Risk Management Agency, yang diwakili oleh Roddricc Bell dan Cody Adkins terkait Federal Crop Insurance Overview.

“Ya, Amerika memproteksi petaninya dengan asuransi yang menjamin bahwa mereka tak akan rugi dengan berbagai perangkat analisis berbasis manajemen risiko,” ujar Bell.

Perangkat analisis yang mengalkulasi berapa kebutuhan petani dan kemungkinan untung ruginya dihitung secara akurat.

Termasuk jika ada petani muda yang ingin memulai usaha, maupun veteran perang yang ingin mengisi masa pensiunnya dengan bertani, semua sudah disiapkan perangkatnya.

Jika terjadi bencana, maka seluruh kerugiannya akan ditanggung asuransi. Jika harga jatuh dari perhitungan break event point, maka pihak asuransi akan menyubsidi selisih harga.

Seliberal-liberalnya Amerika, masih memproteksi petaninya dengan subsidi. “Petani tak boleh rugi katanya, untung besar boleh, namun dari hasil panen. Ada sekian persen payang mereka sisihkan untuk membayar premi asuransi,” ujar Bell.

Hari terakhir di Arkansas, Mentan dan delegasi mengawali kunjungan ke Poultry Federation, melihat perkembangan peternakan di Arkansas yang dapat diintegrasikan dengan pertanian.

Setelah itu, delegasi bergeser ke Rose Law Firm, sebuah firma hukum yang telah berdiri sejak 1820 untuk membahas Agricultural Heritage Farm Credit Services, yaitu layanan kredit pertanian.

Layanan ini telah berlangsung selama beberapa generasi. Petani, peternak, dan pemilik rumah mengandalkan pinjaman dan layanan keuangan. Lembaga ini membantu lapisan masyarakat yang ingin menjalankan aktivitas pertanian secara profesional di pedesaan maupun di kota.

Setelah melihat perangkat kebijakan untuk proteksi pertanian, delegasi mengunjungi Greenway Equipment, Dealer John Deere, produsen alat mesin pertanian yang telah berdiri sejak 1837.

Diskusi terkait kebutuhan alat berat untuk pertanian modern, terungkap bahwa untuk satu juta hektare hanya membutuhkan ratusan Combine Harvester.

Begitu pula Alsintan lainnya, tak sampai seribu unit dengan spesifikasi ekstra untuk mengolah lahan seluas itu.

Kunjungan terkahir dilakukan di Brantley Farming Co, sebuah lahan pertanian yang telah tiga generasi dikelola bersama secara kekeluargaan. Sebanyak 4.250 hektare lahannya, dikelola kurang lebih 30 petani.

Di lahan ini, mentan Amran betul-betul menghitung jarak tanam, jumlah anakan produktif, jumlah bulir per malai, eureka. “Ini betul, bisa sampai 10 ton per hektare,” kata Mentan dengan sikap fair.

Ada kepuasan tersendiri, tiga hari berturut-turut mengecek langsung di sawah, di lokasi terakhir inilah baru Mentan yakin akan hasil produksi pertanian modern di Arkansas.

Di sini juga terlihat bagaimana keteguhan hati Mentan dalam meraih apa yang diperjuangkan, pantang menyerah, sampai turun ke sawah, berjalan di tengah padi langsung jongkok mengamati, menghitung jarak tanam, jumlah anakan produktif, jumlah butir per malai dan berbuah senyum manis di ujungnya.

Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman foto bersama dengan perwakilan US Rice dan Owner Farm, saat berkunjung ke Brantley Farming Co, didampingi Konjen RI. (Foto: Uca)

Diskusi terkait harga hasil panen, didapatkan bahwa keuntungan rata-rata hanya sepuluh persen, tapi dikali volume, sangat besar hasilnya, yah pertanian modern ini sangat menjanjikan.

Menteri yang waktunya terkuras habis memikirkan bagaimana mencapai swasembada dan visi lumbung pangan dunia ini, tersenyum bahagia melihat perkembangan pertanian modern di Arkansas.

Ia sangat optimis dan yakin bisa diterapkan di Indonesia. “Sudah benar jalan kita selama ini,” ucap salah seorang Tenaga Ahli yang mendampingi Mentan.

Tinggal kesungguhan tekad dan kemauan untuk mewujudkannya. Harapan itu memang ada, dalam kurun waktu beberapa hari lagi pemerintahan baru. Presiden Terpilih Prabowo Subianto sangat diharapkan dapat menakhodai bangsa ini berdaulat di segala aspek, terutama pangan.

Sembilan hari sembilan penerbangan, melintasi empat benua, Asia, Amerika, Afrika ketika terbang dari Doha ke Sao Paulo (Brazil), dan Eropa ketika terbang dari Dallas (Amerika) ke Doha.

Perjalanan panjang lebih dari 30 jam setiap trip, 100 jam lebih totalnya. Perbedaan zona waktu hingga 12 jam, menyebabkan jetlag yang luar biasa. Biaya perjalanan yang tak sedikit, namun semua itu tidak terasa, karena dari perjalanan ini diperoleh investasi triliunan rupiah.

Juga optimisme akan masa depan pertanian modern Indonesia yang tak ternilai harganya, karena akan mengharumkan nama bangsa, mengangkat martabat dan menyejahterakan warga negara.

Mentan Amran sering berpesan, jangan hitung untung rugi jika mengeluarkan anggaran untuk petani. Mafhum mukhalafah-nya (yang tersirat) dapat dipahami bahwa jika anggaran tersebut anda gunakan untuk diri anda, pikirkan berapa manfaat yang anda datangkan untuk negara.

Maka sangat pantas perjalanan ini dilakukan mengingat hasilnya yang luar biasa.