Oleh: Aristo Safar (Sekretaris Partai Gerindra Kabupaten Takalar)
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
KABUPATEN Takalar merupakan sebuah daerah agro-maritim yang kerap kali disebut sebagai wilayah dengan corak wajah 3 (tiga) dimensi karena memiliki struktur topografis yang terdiri atas tiga bagian, yakni; dataran tinggi, dataran rendah, dan pesisir.
Kondisi wilayah Takalar yang unik, menghadirkan pelbagai macam kekayaan sumber daya alam yang beraneka ragam, mulai dari komoditas produksi pada sektor pertanian dan perkebunan, budidaya peternakan, perikanan, petambak garam, dan budidaya rumput laut, hasil tangkapan biota laut yang bernilai tinggi, hingga sektor kepariwisataan berdaya tarik tinggi dari berbagai panorama alam, seperti pantai, perbukitan, serta air terjun.

Selain memiliki keunggulan dari aspek topografis, kabupaten Takalar juga memiliki potensi dan daya dukung jika ditinjau berdasarkan aspek geografis. Bagaimana tidak, letak kabupaten Takalar yang secara administratif berbatasan langsung dengan Kota Makassar sebagai ibu kota dan gerbang utama Provinsi Sulawesi-Selatan.
Tentu, hal itu akan menjadikan Takalar bukan hanya sekadar wilayah penyanggah, akan tetapi sebagai secondary city (kota sekunder), serta akan menerima implikasi sosio-ekonomi dan multiplier effect building (pembangunan yang berefek ganda) dari kebijakan perluasan pembangunan di kota Makassar yang akan mengalami over capacity (melebihi kapasitas).
Meski modernisasi di kabupaten Takalar mulai meningkat hingga mengakibatkan terjadinya urbanisasi secara massif, namun nilai-nilai budaya, adat-istiadat, dan kebiasaan masyarakat sebagai suatu tradisi leluhur masih sangat kental serta terwarisi dengan baik. Belum lagi dalam konteks sejarah, Takalar cukup dibanggakan sebagai sebuah daerah pejuang di mana terdapat 2 (dua) sosok pahlawan nasional, yakni H. Padjonga Daeng Ngalle dan Ranggong Daeng Romo yang sangat monumental.
Di sisi lain, kabupaten Takalar juga memiliki daya dukung dari aspek regulasi, dimana dalam perspektif yuridis pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata) memposisikan Kabupaten Takalar sebagai salah satu kawasan perkotaan yang didesain oleh pemerintah pusat sebagai kawasan metropolitan.
Hal serupa juga dijabarkan dalam uraian instrumen kebijakan pemerintah pusat yang lain sebagaimana pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 yang menempatkan Kabupaten Takalar sebagai salah satu sasaran pembangunan kawasan industri (KI) di Sulawesi-Selatan.
Sehingga, ini memperjelas peran sentral kabupaten Takalar sebagai bagian integral dalam kerangka pembangunan nasional.
Kondisi eksisting Takalar yang ditunjang dengan berbagai potensi dan daya dukung lainnya, memvisualisasikan daerah yang bergelar “Butta Panrannuangata” (Tanah Pengharapan) ini memiliki kemiripan dengan daerah-daerah penunjang kota besar lainnya, seperti; Bogor-Depok-Tanggerang-Bekasi-Cianjur yang merupakan bagian dari Jakarta Raya sebagai kawasan metropolitan terpadat di Indonesia.
Tentu bukan hal yang mudah untuk mensejajarkan Takalar dengan daerah-daerah yang di sekitar Jakarta, akan tetapi juga bukan menjadi hal yang mustahil untuk mewujudkannya jika pemimpin baru kabupaten Takalar yang dinahkodai oleh bapak Ir. H. Mohammad Firdaus Dg. Manye, M.M dan bapak Dr. H. Hengky Yasin, S.Sos.,M.M (Bupati & Wakil Bupati Takalar Periode 2025-2030) punya komitmen (political will) yang kuat dalam mewujudkan visi besarnya “Takalar Maju dan Berdaya Saing Melalui Ekonomi Digital”.
Pengalaman yang matang dan koneksi jaringan yang luas di tingkat nasional dari sang Bupati Takalar bapak Ir. H. Mohammad Firdaus Daeng Manye, MM tentu tidak dapat terbantahkan lagi.
Track record (rekam jejak) sebagai pucuk pimpinan dari PT. Telkom Property sebagi salah satu anak perusahaan BUMN raksasa PT. Telkom Indonesia tentu membuatnya memiliki relasi yang luas untuk bisa mengakses anggaran dan segala sumber daya yang dibutuhkan dalam mendorong Kabupaten Takalar melakukan lompatan besar sebagai daerah yang punya daya saing bukan hanya pada kanca regional, akan tetapi juga pada kanca nasional.
Dengan melakukan pemindaian terhadap potret daerah, profil pemimpin, dan visi pemerintah daerah, maka penulis mencoba menyajikan sebuah menu baru dalam kebijakan publik pada konteks roadmap pembangunan daerah dengan menawarkan sebuah ide/gagasan “Menjadikan Kabupaten Takalar Sebagai Kawasan Kota Baru Yang Berbasis Digitalisasi, Inklusi, dan Berkelanjutan Di Provinsi Sulawesi-Selatan”.
Rumusan konsep Takalar sebagai kawasan kota baru yang berbasis digitalisasi, inklusi, dan berkelanjutan bukan hanya sebagai arah kebijakan pembangunan daerah, akan tetapi menjadi tools (peralatan) yang dapat digunakan dalam memoderasi pembangunan di daerah sekaligus untuk mewujudkan Visi; “Takalar Maju dan Berdaya Saing Melalui Ekonomi Digital”.
Terdapat 4 (empat) poin penting yang terkandung dalam isi rumusan konsep tersebut di atas, yaitu;
– Pertama, “Takalar Sebagai Kawasan Kota Baru” ; Takalar sebagai kota sekunder/alternatif dari Kota Makassar yang memiliki peran sentral dalam pemerintahan, ekonomi, pendidikan, keuangan, dan transportasi di Provinsi Sulawesi-Selatan.
– Kedua, “Takalar Berbasis Digitalisasi” ; Pembangunan Kabupaten Takalar didasarkan pada penguatan daerah penerapan sistem digitalisasi yang dilakukan secara meluas pada hampir semua sektor, seperti; pelayanan publik, pengarsipan data, sistem pembayaran, akses komunikasi, pemasaran produk unggulan domestik, dan sebagainya.
– Ketiga, “Takalar Yang Inklusi” ; Pembangunan di Kabupaten Takalar bersifat partisipatif dan gotong royong dengan melibatkan seluruh pihak melalui manajemen kemitraan-kolaborasi.
– Ke empat, “Takalar Yang Berkelanjutan” ; Pembangunan di Kabupaten Takalar harus memperhatikan aspek sosial, budaya, dan kelestarian lingkungan agar tetap terjaga dengan baik.
Memang bukan hal yang mudah untuk mengimplementasikannya, tantangan dan rintangan tentu pasti ada. Akan tetapi penulis memiliki optimisme terhadap kepiawaian bapak Ir. H. Mohammad Firdaus Daeng Manye, M.M sebagai kepala daerah dengan segudang pengalaman dapat mengarsiteki terwujudnya “Takalar Sebagai Kawasan Kota Baru” di Sulawesi-Selatan.
Dengan melakukan konsolidasi perangkat daerah dan mengorkestrasi para pejabat untuk bekerja lebih giat, tulus, dan dedikatif, maka tentu berbagai inovasi daerah dapat dilakukan secara optimal.
Penulis berkeyakinan, jika melalui tangan profesionalistik dari sang Bupati Takalar, “Daeng Manye” sapaan akrab dari masyarakatnya punya kepiawaian untuk menjahit berbagai program dan anggaran secara vertikal dan linear (pusat dan daerah) untuk mewujudkannya.
Tulisan ini dinukil bukan sebagai bentuk doktrinasi politik-pemerintahan, mendikte kekuasaan, ataupun anti klimaks dari pemerintahan yang masih berjalan seumur benih padi. Akan tetapi, penulis sekadar memberikan saran dan masukan sebagai bahan informasi dalam merumuskan kebijakan RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) kabupaten Takalar periode 2025-2030 mendatang.
Penulis mungkin memiliki ekspektasi yang cukup berlebihan terhadap pemimpin Takalar yang baru dalam menciptakan ornamen tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya. Belum lagi, harapan terhadap gebrakan-gebrakan yang akan memberikan efek kejut bagi publik akan sangat dinantikan. Hal tersebut mengibaratkan seperti seorang musafir yang kehausan di padang tandus, lalu tiba-tiba menemukan sebuah oase.
Perjalanan memang masih panjang, akan tetapi memberikan gambaran awal tentang peta jalan yang akan dilalui itu juga penting. Spirit, semangat, dan kepercayaan publik patut untuk dirawat. Dan itu semua tergantung bagaimana seorang pemimpin membangun narasi-narasi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk masa satu periode waktu pemerintahannya berkuasa.
Disclaimer, mungkin ini hanya sekadar catatan kecil yang menjadi masukan bagi pemerintah daerah, atau juga bisa dianggap hanya sebatas “pepesan kosong”. Yang terpenting bagi penulis adalah tetap menyeruput secangkir kopi, meski harga kopi dan gula semakin hari, semakin mahal. (*)