KABARIKA.ID, JAKARTA — Perhelatan pesta demokrasi terbesar di dunia berupa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 telah berlangsung sukses di 545 daerah, meliputi 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di seluruh Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Publik juga sudah mengetahui siapa saja calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak versi quick count, baik calon gubernur, bupati maupun calon wali kota.

Saat para “pemenang” tersebut menunggu penetapan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), terungkap bahwa ada ratusan ASN dan kepala desa yang melakukan pelanggaran netralitas.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengungkapkan bahwa selama tahapan Pilkada Serentak hingga November 2024, telah menerima 147 laporan dugaan pelanggaran netralitas kepala desa.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan bahwa sebanyak 147 laporan telah diregistrasi oleh Bawaslu di seluruh tingkatan.

“Dari total 147 laporan yang diregistrasi, 16 laporan masuk dalam kategori pidana, 103 laporan merupakan pelanggaran hukum lainnya, dan 39 laporan bukan merupakan pelanggaran,” kata Bagja dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Bagja mengungkapkan, Provinsi Banten memiliki angka tertinggi dugaan pelanggaran netralitas kepala desa selama tahapan Pilkada Serentak 2024 berjalan.

“Catatan lima provinsi dengan sebaran pelanggaran aparatur kepala desa paling besar adalah Banten 20 laporan, Sulawesi Tenggara 16 laporan, Lampung 12 laporan, Jawa Timur 12 laporan, dan Jawa Barat 10 laporan,” papar Bagja.

Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu, lanjut Bagja, terdapat 878 perkara Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menunjukkan ketidaknetralan.

Sedangkan ASN yang menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon, sebanyak 64 perkara.

“Kemudian, ASN yang ikut kampanye, sosialisasi atau perkenalan ada 61 perkara. ASN mengampanyekan atau menyosialisasikan calon gubernur, bupati, wali kota di media sosial, ada 27 perkara,” ujar Bagja.

Untuk dugaan politik uang di masa tenang, Bawaslu mencatat 59 peristiwa dugaan pembagian uang.

“Sebanyak delapan peristiwa merupakan hasil temuan pengawasan Bawaslu, dan 51 peristiwa merupakan laporan masyarakat kepada jajaran Bawaslu,” tutut Bagja.

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa tercatat tujuh peristiwa dugaan pelanggaran politik uang pada tahap pemungutan suara.

Rinciannya, satu peristiwa merupakan hasil pengawasan, dan enam peristiwa merupakan laporan masyarakat kepada jajaran Bawaslu. (*/mr)