KABARIKA.ID, MAKASSAR — Hasil penelitian terbaru menemukan mikroplastik dalam produk kosmetik dan minuman berpemanis dalam kemasan, pekan ini. Temuan ini sungguh mengkhawatirkan karena mikroplastik berdampak terhadap kesehatan.
Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON (Ecological Observation and Wetland Conservations), Rafika Aprilianti mengatakan, dari 80 produk kosmetik yang ditelitinya, separuhnya mengandung mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan jangka panjang.
Meski sudah ada larangan yang tegas dalam peraturan perundang-undangan tentang pengawasan obat dan makanan, mikroplastik masih tetap digunakan di hampir semua produk kosmetik.
“Ini harusnya tidak boleh, karena mikroplastik itu dapat masuk ke dalam tubuh anak-anak, bayi, maupun kita sebagai manusia. Seluruhnya itu masuk ke dalam tubuh kita melalui kontak kulit, kemudian melalui makanan dan minuman, dan melalui udara yang kita hirup sehari-harinya,” ujar Rafika.
Mikroplastik pada Minuman Berpemanis
Menurut Rafika, selain terdapat dalam produk kosmetik, kandungan mikroplastik juga ditemukan pada minuman berpemanis dalam kemasan.
“Ini kenapa kok ada mikroplastiknya, karena bungkusnya adalah plastik, dan plastik ini sangat rentan terhadap panas. Ini kalau terkena panas atau pun gesekan yang dijual di warung-warung, di toko-toko, itu dapat terdegradasi atau mrotol menjadi mikroplastik, dan 16.000 senyawa kimia yang tersusun di plastik itu bisa rontok setiap harinya, dan diminum oleh anak-anak setiap harinya, dan ini mengganggu hormon,” papar Rafika.
Direktur Eksekutif ECOTON, Daru Setyotini meminta pemerintah, dalam hal ini Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BB POM), untuk proaktif melakukan pengawasan dan penelitian terhadap produk kosmetik dan perawaran diri yang disinyalir mengandung mikroplastik.
Tidak hanya terhadap kandungan atau isi, pemerintah juga diminta tegas dalam pengawasan kemasan produk yang dikonsumsi masyakat.
“Menuntut BB POM meneliti lebih banyak lagi produk, karena dari kami kemampuan untuk menguji analisis mikroplastik di produk itu kan sangat kecil. Jadi, pemerintah harus menguji semua produk yang digunakan untuk bayi, untuk memastikan apakah mengandung microbeads, atau mikroplastik, karena di Undang-Undang BB POM sendiri sudah melarang adanya microbeads di dalam produk kebersihan,” ujar Daru.
Sementara itu, dosen Fakultas Farmasi Universitas Negeri Surabaya, Ni Luh Dewi Aryani mengatakan, beberapa produk kosmetik dan perawatan diri dibuat dengan sejumlah senyawa di dalamnya, yang dapat dimanfaatkan dalam produk kosmetik atau perawatan diri, namun tidak semua produk itu mengandung mikroplastik.
“Jadi, primary microplastic adalah mikroplastik yang mempunyai ukuran partikel 5 milimeter atau di bawahnya,” ujar Ni Luh.
Ia menjelaskan, tipe-tipe mikroplastik atau bahan-bahan yang biasa digunakan di dalam mikroplastik tersebut, yakni Polyethylene (PE), Polypropylene (PP), atau Polyethylene Terephthalate (PET), dan Polymethyl methacrylate (PMMA).
Meski memiliki fungsi khusus untuk membersihkan kotoran dan sel kulit mati, senyawa pembentuk mikroplastik ini, menurut Ni Luh Dewi, dapat digantikan dengan bahan-bahan alami yang mudah terdegradasi dan tidak membahayakan.
Menurutnya, masyarakat perlu memperhatikan komposisi bahan kosmetik dan perawatan diri untuk memastikan keamanan produk yang digunakan.
“Bahan-bahan tersebut ada alternatif penggantinya yang disebut dengan bahan-bahan yang biodegradable, jadi lebih bisa didegradasi secara biologi. Misalnya, pengganti untuk bahan abrasif itu bisa menggunakan biji-bijian, seperti biji almond atau beras, yang tentunya harus dimodifikasi atau diberi perlakuan tertentu supaya bisa digunakan sebagai bahan abrasif,” paparnya Ni Luh. (*/mr)