KABARIKA.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) mendapat tambahan anggaran Rp 21,49 triliun berdasarkan hasil keputusan rapat dengan Badan Anggaran DPR RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya dalam pagu anggaran tahun 2025, Kementan hanya mendapat anggaran sebesar Rp 7,91 triliun. Dengan tambahan ini, anggaran Kementan menjadi Rp 29,37 triliun.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyebutkan jika tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung program quick wins lumbung pangan.
Sebesar Rp 15 triliun akan dipergunakan untuk mencetak sawah seluas 150 ribu ha dan intensifikasi seluas 80 ribu ha.
“Sementara sisanya sebesar Rp 6,4 triliun akan digunakan untuk program non quick wins. Sebesar Rp 4,33 triliun untuk peningkatan produksi padi dan jagung, lalu Rp 2,13 triliun untuk peningkatan produksi padi dan susu,” jelasnya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (12/9/2024)
Wamentan Sudaryono berjanji penggunaan anggaran nantinya juga akan dialokasikan untuk penguatan pupuk, benih dan bibit pada komoditas padi, jagung, kelapa dan komoditi lainnya. Kementan memiliki 4 program unggul, yaitu ketersediaan akses dan konsumsi pangan berkualitas, nilai tambah, pelatihan dan vokasi serta dukungan manajemen.
“Tanaman pangan, Hortikultura dan PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) menjadi Direktorat yang akan mendukung program unggulan tersebut. Mulai dari pengembangan padi, jagung kedelai dan pangan lokal. Termasuk cetak sawah dan peningkatan indeks pertanaman,” jelasnya.
Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin mendukung penuh penambahan anggaran Kementan tahun 2025.
Namun Sudin meminta agar Kementan melakukan kajian mendalam sebelum menjalankan program.
Ia juga berharap agar program tersebut diperuntukkan bagi kepentingan pertanian Indonesia dan peningkatan kesejahteraan petani.
“DPR mendukung penambahan anggaran Kementan yang naiknya hampir 100 persen. Tapi kami mengingatkan dalam menyusun program agar fokus pada peningkatan pangan, mengingat sektor pertanian saat ini menghadapi tantangan yang tidak ringan seperti perubahan iklim dan cuaca ekstrim yang menghambat produksi,” ujar Sudin