KABARIKA.ID, MAKASSAR – Memperingati HUT ke-39, Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia (IMSI) menggelar temu alumni yang dirangkaikan dengan diskusi bertajuk “Sarjana di Abad Milenial (Melihat Sastra dam Bahasa dari Berbagai Aspek), Sabtu (5/11/22), di Auditorium Prof Mattulada, Fakultas Ilmu Budaya Unhas, Tamalanrea.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Diskusi yang dipandu Saharuddin Ridwan, S.S, M.M. itu menghadirkan tiga narasumber inspiratif. Prof Dr Munira, M.Pd yang merupakan alumni fakultas Sastra Unhas dan kini menjadi ketua program studi bahasa Indonesia pada pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, tampil sebagai pembicara pertama. Ia memaparkan -peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan alumni sastra Indonesia dalam era digital saat ini melalui kerja kreatif dan inovatif.

Ia mengatakan, generasi milenial itu penuh adaptasi, namun kunci suksesnya harus berpikir positif, membangun silaturahmi dan jejaring. Semua itu harus dibarengi dengan kerja keras.

Konten ilmu bahasa pada kurikulum baru memberi peluang kepada siswa maupun mahasiswa untuk berkreasi. “Ungkapan-ungkapa lama yang sudah hampir punah, sekarang harus dikreasi melalui karya yang bisa dikenal orang, seperti melalui dunia pariwisata. Misalnya, memperkenalkan melalui baju kaos,” papar Prof Munira.

Sastra adalah ilmu yang bisa memberi rasa humanis kepada kita. Alumni sastra bisa berkarya dengan membuat konten Youtube melalui wirausaha bahasa dan sastra. Caranya adalah mengembangkan industri kreatif bidang bahasa dan sastra dengan mengembangkan ungkapan-ungkapan bahasa.

“Anak milenial yang banyak bermain gawai bisa mengembangkan game dengan pengembangan kosa kata tertentu melalui konten khas daerah tertentu,”ujar Prof Munira.

Sarjana di abad milenial harus kreatif karena tidak enak jadi sarjana tapi menganggur. “Orang sastra Indonesia itu kreatif melalui imajinasi. Mereka harus menjemput perubahan ini dengan kreasi,” ujarnya.

Melalui kurikulum merdeka belajar mahasiswa diberi kesempatan selama tiga semester mencari pengalaman dan membangun jejaring di luar bidang program studinya.

Pembicara kedua adalah Ano Suparno, S.S, yang juga alumni sastra Indonesia fakultas Sastra Unhas. Mantan jurnalis Transtv dan penyiar radio Smart FM ini, di hadapan peserta diskusi yang mayoritas mahasiswa baru jurusan sastra Indonesia, secara naratif mengatakan bahwa dunia digital adalah dunia tanpa batas dan kreativitas tanpa batas.

Dalam era digital dibutuhkan kemampuan dan keterampilan tulis-menulis. Namun orang cederung memproduksi konten video dan desain grafis digital karena orang lebih cenderung mendengar daripada membaca.

Generasi milenial saat ini dimudahkan dengan kehadiran media sosial (Medsos) yang semuanya dapat diakses lewat HP.

“Apapun yang kita butuhkan saat ini semua ada di HP. Manfaatkan Medsos secara positif dan manfaatkan akunmu secara positif,“ tandas Ano.

Peserta diskusi yang seluruhnya adalah mahasiswa jurusan sastra Indonesia FIB Unhas.

Pembicara terakhir adalah Darmawan Denassa, S.S. Alumni Sastra Indonesia fakultas Sastra Unhas ini juga dikenal sebagai aktifis lingkungan hidup dan pejuang literasi.

Pada 1997 ia mendirikan perpustakaan Denassa. Pemilik Rumah Hijau Denassa dan Kebun Denassa ini memaparkan hubungan erat antara bahasa dengan lingkungan atau tanaman.

Kaitan bahasa dengan tanaman muncul dalam peribahasa. Misalnya, air susu dibalas dengan air tuba. Bagai air di daun talas. Tua-tua keladi, keladi sama dengan talas.

Ia menegaskan bahwa karakter jadi syarat sukses bagi generasi milenial. Bagian dari karakter adalah jujur dan kreatif.

Literasi bahasa menurut Denasaa, meliputi kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Di hadapan sekitar 100 orang peserta diskusi, Denassa mengingatkan bahwa untuk menjadi sarjana di era milenial harus menguasai 4 C, yaitu communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), critical thinking (berpikir kritis), dan cretivity (kreativitas). (rus)