KABARIKA.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo mendorong segenap jajarannya di pusat dan di daerah untuk tidak hanya sekadar bekerja rutin dan standar saja, tetapi harus bekerja secara detail. “Makro dilihat, mikro dilihat, lebih lagi harus detail juga dilihat lewat angka-angka dan data-data. Karena memang keadaannya tidak normal,” ujar Presiden.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal itu ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Presiden Joko Widodo menunjukkan angka realisasi inflasi di sejumlah daerah di Indonesia saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi tahun 2022, di Istana Negara Jakarta, Kamis (18/8/2022). (Foto : Setpres)

Hadir dalam Rakornas tersebut, adalah Gubernur BI Perry Warjiyo, Menko Bidang Perekonomian sekaligus Ketua TPIP Airlangga Hartarto, Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Kepada seluruh jajarannya dan seluruh pemerintah daerah, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa nflasi Indonesia pada akhir Juli 2022 menembus level 4,94 persen secara year on year. Tingkat inflasi beberapa daerah bahkan telah mencapai di atas 8 persen.

Realisasi inflasi provinsi Jambi mencapai 8,55 persen, Sumatera Barat 8,01 persen, Bangka Belitung 7,7 persen, Riau 7,04 persen, dan provinsi Aceh 6,97 persen.

Presiden Joko Widodo meminta agar kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota saatnya berhati-hati. “Tolong hati-hati, ini dilihat secara detil penyebabnya apa,” ujar Presiden Joko Widodo.

Presiden meyakini jika seluruh kepala daerah dapat bekerja sama dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) maupun Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP), maka pemerintah akan mampu mengendalikan inflasi hingga di bawah angka 3 persen.

“Saya ingin bupati, wali kota, gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan tim TPID di daerah dan Tim Pengendali Inflasi Pusat. Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik yang menyebabkan inflasi. Bisa saja beras, bisa saja tadi bawang merah, bisa saja cabai dan dicek. Tim Pengendali Inflasi Pusat cek daerah mana yang memiliki pasokan cabai yang melimpah atau pasokan beras yang melimpah?,” papar Presiden.

Menurut Presiden, dunia saat ini berada pada posisi yang tidak mudah akibat pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai, kemudian ditambah lagi dengan perang Rusia- Ukraina yang mengakibatkan terjadinya krisis pangan, energi, dan keuangan global.

Situasi global tersebut juga menyebabkan terjadinya inflasi yang sekarang menjadi momok di semua negara. Inflasi Indonesia per Juli 2022 berada pada angka 4,94 persen.

“Angka tersebut masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain seperti Turkey yang inflasinya mencapai 79 persen, Uni Eropa 8,9 persen, atau Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen,” tegas Presiden Joko Widodo.

Kepala Negara juga mengingatkan bahwa angka inflasi Indonesia yang masih bisa ditahan untuk berada pada 4,94 persen adalah karena besarnya subsidi untuk energi dari APBN yang mencapai Rp502 triliun. Presiden pun akan meminta Menteri Keuangan untuk menghitung kemampuan APBN dalam melanjutkan subsidi tersebut.

“Pertalite, Pertamax, solar, elpiji, listrik itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian, itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya itu hitung-hitungan kita di tahun ini subsidinya Rp502 triliun, angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu, untuk apa? Untuk menahan agar inflasinya tidak tinggi. Tapi apakah terus-menerus APBN akan kuat? Nanti akan dihitung oleh Menteri Keuangan,” tegas Presiden.

Terkait dengan harga pangan, Presiden mengajak semua pihak untuk bersyukur karena harga pangan terutama beras di Indonesia masih bisa dikendalikan dan berada pada harga sekitar Rp 10.000 per kilogram. Harga tersebut jauh lebih murah jika dibandingkan harga beras di sejumlah negara, misalnya di Jepang Rp 66.000, di Korea Selatan Rp 54.000, di Amerika Serikat Rp 53.000, dan di Tiongkok Rp 26.000 per kilogram.

“Kita juga patut bersyukur baru seminggu yang lalu kita mendapatkan sertifikat penghargaan dari Internasional Rice Research Institute (IRRI) untuk sistem ketahanan pangan kita dan swasembada beras. Ini yang harus kita pertahankan dan kita tingkatkan sehingga tidak hanya swasembada beras saja, tapi nanti bisa ekspor beras, ikut mengatasi kelangkaan pangan di beberapa negara karena sudah mengerikan sekali,” tandas Presiden. (*/rs)