KABARIKA.ID, JAKARTA– Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperkuat langkah stabilisasi harga ayam ras hidup (livebird) demi melindungi peternak rakyat dari tekanan harga jual yang tidak adil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional yang digelar Rabu (18/6/2025), seluruh pemangku kepentingan sepakat menetapkan harga acuan ayam hidup di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kilogram untuk semua ukuran bobot panen, berlaku nasional mulai 19 Juni 2025.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Agung Suganda, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari komitmen negara melindungi peternak kecil dan mandiri.

“Seluruh pihak telah menyepakati harga livebird paling rendah Rp18.000/kg sebagai bentuk perlindungan terhadap peternak mandiri dan usaha kecil. Kami harap semua pelaku usaha mematuhi harga kesepakatan karena ini adalah hasil konsensus bersama untuk keberlangsungan industri perunggasan nasional yang sehat dan adil,” kata Agung usai memimpin Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional di Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).

Agung menyampaikan bahwa berdasarkan data Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia per 16 Juni 2025, harga livebird di lapangan masih fluktuatif di kisaran Rp15.000-Rp17.000 per kilogram, padahal HPP peternak berada di kisaran Rp16.935-Rp17.646 per kilogram.

“Situasi ini tidak normal. Jika harga jual livebird terus berada di bawah HPP, maka akan mengancam keberlanjutan usaha peternak mandiri,” tegas Agung.

Agung menjelaskan kondisi fluktuatif harga tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, namun disebabkan juga oleh faktor nonteknis, seperti psikologi pasar dan praktik niaga yang tidak efisien.

Terdapat persoalan struktural dalam rantai pasok ayam hidup yang panjang dan didominasi oleh broker dengan margin perdagangan lebih dari 67 persen.

Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf mengungkapkan bahwa sebelumnya telah dilakukan pemantauan di pusat penjualan livebird perusahaan integrator di wilayah Banten dan Jawa Barat.

Hasil temuan di lapangan menunjukkan adanya indikasi manipulatif di pasar, termasuk dugaan persengkokolan antara oknum peternak dan broker yang sengaja membentuk harga di bawah HPP.

“Ini adalah anomali pasar yang tidak bisa dibiarkan. Harga jual livebird harus mencerminkan biaya produksi yang adil,” ungkap Helfi.

Ia memastikan Satgas Pangan Polri akan mengawal ketat implementasi kesepakatan harga livebird dan tidak segan menindak pelanggaran yang mengandung unsur pidana.

Pelaku usaha yang terbukti mengarahkan pembentukan harga rendah dan cenderung merugikan pihak lain dapat dikategorikan sebagai perilaku monopoli sehingga akan ditindak tegas secara hukum.

“Jika di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atau perubahan harga secara sepihak yang mengandung unsur pidana, maka akan diambil langkah hukum, baik dalam bentuk sanksi pidana maupun administratif,” tegasnya.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa, menekankan pentingnya keseriusan pelaku usaha dalam menjaga kestabilan harga livebird.

Ia menyoroti langkah stabilitas pasokan dan harga livebird tersebut dapat selaras dengan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Dengan begitu, penyerapannya bisa lebih optimal, distribusi menjadi lebih merata, dan kesejahteraan peternak dapat meningkat secara berkelanjutan. Ini adalah momentum penting untuk menyinergikan kebijakan pangan dengan kepentingan peternak rakyat,” terangnya.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, menekankan bahwa negara tidak boleh abai terhadap peternak kecil. Dengan sinergi antara Kementan, Satgas Pangan, dan berbagai pihak, diharapkan peternak rakyat dapat dilindungi.

“Iya, itu janjinya kedua belah pihak. Kami minta, itu peternak kecil jangan dibiarkan jalan sendiri. Aku minta Dirjen, Direktur, turun tangan semua,” tegas Mentan Amran.

Sebagai langkah panjang, Kementan terus mendorong implementasi Permentan Nomor 10 Tahun 2024 tentang proporsi distribusi DOC FS atau bibit ayam minimal 50 persen untuk peternak eksternal (mandiri) dan maksimal 50% untuk internal dan kemitraannya.

Peraturan ini diharapkan dapat dipatuhi oleh semua pelaku usaha. Pemerintah juga mendorong pembentukan koperasi peternak sebagai bentuk penguatan posisi tawar peternak dalam rantai tata niaga livebird.