KABARIKA.ID, MAKASSAR — Sosok Prof Ahmad Amiruddin tak pernah lekang dari ingatan kolektif masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel), baik dalam ranah pemerintahan maupun di lingkungan akademik di Universitas Hasanuddin (Unhas).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jejak historis kepemimpinan dan pemikirannya terpatri kuat dalam di ingatan masyarakat Sulsel yang mengimpikan hadirnya pemimpin yang memiliki gagasan futuristik dan kebijakan yang aplikatif dalam pembangunan dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Di lingkungan civitas academica Unhas sosok Prof Ahmad Amiruddin senantiasa didambakan, karena memiliki kemampuan berpikir futuristik alias melampai zamannya tentang cara membangun Unhas yang unggul dan berkualitas.

Ingatan-ingatan kolektif masyarakat Sulsel tentang pemikiran dan praktik baik Prof Ahmad Amiruddin di dunia akademik dan pemerintahan di masanya, baik saat menjabat sebagai Rektor Unhas dua periode (1973-1982) maupun saat menjadi Gubernur Sulsel dua periode (1983-1993), terungkap dalam acara peluncuran buku A. Amiruddin, Nakhoda dari Timur (edisi revisi), Jumat sore (7/03/2025) di Hotel Unhas Kampus Unhas Tamalanre.

Acara peluncuran buku yang dirangkaikan dengan buka puasa bersama itu, dihadiri antara lain Rektor Unhas periode 1989-1997, Prof Basri Hasanuddin, Sekjen PP IKA Unhas Prof Yusran Jusuf, Ketua Senat Guru Besar Unhas Prof Pangeran Moenta, serta sejumlah guru besar dan akademisi Unhas.
Keluarga almarhum Prof Ahmad Amiruddin juga tampak hadir dan menyambut baik kegiatan peluncuran buku ini.
Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa serta empat pembantu rektor, hingga acara berakhir semua berhalangan hadir.
Inisiator penerbitan dan peluncuran buku ini, Lexy M. Budiman dalam sambutannya menuturkan tentang perjalanan penerbitan edisi revisi buku ini.
Perintah untuk melanjutkan penerbitan buku ini langsung dari Prof Ahmad Amiruddin ke Lexy.
“Membaca ini sedikit agak emosional, karena perintah untuk melanjutkan penerbitan buku ini langsung dari Pak Ahmad Amiruddin kepada saya,” ujar Lexy.
Lexy menambahkan, edisi pertama buku ini diluncurkan pada 1999 di hotel Mulia, Jakarta.
“Dan beliau sangat bahagia hadir pada saat itu karena semua hadir memberikan respon dan respek yang sangat baik kepada Bapak Profesor Ahmad Amiruddin,” tutur Lexy.
Untuk kedua kalinya, lanjut Lexy, buku itu diluncurkan pada 1999 di hotel Sahid Jakarta.
“Buku ini banyak menyimpan kenangan dan legacy bagi masyarakat Sulawesi Selatan khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya,” ujar Lexy.

Prof Ahmad Amiruddin dikenal sebagai seorang pemimpin yang efektif dan berkarakter, setiap kebijakan yang diambilnya berdampak positif terhadap masyarakat.
Menurut Lexy, kepemimpinan yang efektif sangat penting dalam meningkatkan kinerja organisasi.
Kepemimpinan yang baik dan positif dalam organisasi sangat berpengaruh dan dapat meningkatkan performa birokrasi, meningkatkan keterlibatan pegawai, mengurangi hambatan birokrasi serta meningkatkan efisiensi pelayanan publik.
“Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya memiliki skill tetapi juga memiliki kemampuan membangun budaya kerja yang sehat dan produktif. Ketidakpercayaan terhadap pemimpin dalam sebuah organisasi dapat berdampak negatif dalam kinerja, moral pegawai, dan dan efektivitas terhadap stakeholders,” tandas Lexy.
Karena ketokohan, kepemimpinan, dan pemikiran Prof Ahmad Amiruddin selama menakhodai Unhas selama dua periode menjadi Rektor, Lexy menyarankan agar nama Prof Ahmad Amiruddin diabadikan di dalam kampus Unhas.
“Misalnya, gedung Rektorat diberi nama Prof Ahmad Amiruddin,” ujar Lexy.
Usulan Lexy itu diamini oleh rektor di masanya, Prof Basri Hasanuddin.
“Memang ada satu ruangan auditorium di Fakultas Kedokteran yang diberi nama Ahmad Amiruddin, tapi itu tidak sebanding dengan besarnya jasa dan peran Prof Ahmad Amiruddin terhadap perkembangan Unhas,” tandas Prof Basri.
Namun, usulan itu kecil kemungkinan bisa terwujud karena pimpinan Unhas, yakni Rektor dan para pembatunya tidak hadir dalam forum yang sangat impresif dan apresiatif ini.
Buku ini dikerjakan oleh tim penulis yang terdiri dari lima orang, yakni M. Dahlan Abubakar, Rudi Harahap (alm), SM Noor, Baso Amir, dan Ridwan Effendy (alm).
Pada edisi revisi ini, ada tambahan dua bab atau bagian, yaitu bagian keempat dan bagian kelima.
“Bagian ini sangat perlu sebagai ‘penyambung’ bagian terakhir yang berkisah tentang Amiruddin memasuki kehidupan berumah tangga kedua kalinya. Lagi pula agar perjalanan hidup sang nakhoda ini lengkap. Saya juga melengkapi beberapa bagian tulisan dengan foto yang relevan dengan ini,” tulis Dahlan Abubakar dalam ringkasan yang dibagikan kepada hadirin acara peluncuran buku.
Edisi revisi ini, lanjut Dahlan, juga dilengkapi dengan testimoni dari sejumlah orang yang pernah berinteraksi dan memiliki hubungan emosional dengan Prof Ahmad Amiruddin.
“Pada bagian ini sangat penuh warna dan akan memberi pengalaman dan pemahaman yang sangat bervariasi terhadap seorang Amiruddin. Beberapa sosok yang memberikan testimoni menulis sendiri naskahnya dan sebagian lagi merupakan hasil wawancara penulis,” tulis Dahlan. (rus)