Kopi Versus Meditasi

Oleh Hendro Basuki

Berita981 Dilihat

KABARIKA.ID– Saya seorang praktisi yoga, tetapi juga peminum kopi aktif. Salah?

Ternyata tidak sepenuhnya, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.

Sebagai seorang praktisi, selain praktik, saya juga membaca puluhan buku tentang yoga.

Mulai dari buku Hatta Yoga dari Yogi Swami Shivananda sampai tradisi kriya yoga yang diajarkan para siddha seperti Babaji Nagaraj, Siddha Boganatar, Adi Shankaracharya, Lahiri Mahayasa, Yukteswar Giri Maharaj, Paramahansa Yogananda, Sidda Ramaiah, dan lain-lain.

Pada awalnya hanyalah yoga asanas kemudian pranayama. Seterusnya tertarik lebih jauh ke dalam, dan uniknya kemudian menarik diri meski tak terlalu jauh.

MEDITASI

Pada awal latihan meditasi, dan ini sering membuat saya tertawa sendiri, beberapa saat memulai meditasi hampir pasti saya tertidur. Meditasi gagal.

Tertidur dengan posisi bersila pasti leher terasa kecang. Ulangi lagi, tertidur lagi.

Cari akal. Ketemulah kopi. Satu jam sebelum meditasi, saya minum kopi. Hasilnya bagus. Tidak tidur. Tetapi kenapa tak juga mengalami keadaan yang diceritakan guru-guru saya?

Saya coba penuhi seluruh instruksi guru. Tiga kata kunci: santai, senyum, pasrah.
Berhasil? Tidak.

Lalu suatu ketika guru saya bertanya, dan meminta saya menceritakan, apa yang saya minum, dan makan seharian.
Kopi?

Guru saya keheranan.
Iya ! Kata saya.
Berapa cangkir sehari?
Tiga!

Guru saya tertawa lebar.
Sudah. Latihan hari ini tak usah dilanjutkan!

Coba tidak minum kopi dulu seminggu. Setelah itu kita latihan lagi, kata guru. Atau jika tak bisa menahan, secangkir saja sehari.
Horee berhasil….

Jangan bayangkan kegembiraan itu terjadi sesaat kemudian. Membutuhkan berminggu minggu setelah asupan kopi saya kurangi menjadi satu cangkir saja sehari.

GELOMBANG OTAK

Guru saya praktisi yoga, meditasi, dan pranayama. Jadi, tidak terlalu banyak memiliki referensi buku-buku. Sementara, muridnya sok tahu karena mengandalkan buku-buku.

Beberapa tahun kemudian, saya baru ngeh kenapa kopi berpengaruh tidak terlalu baik pada meditasi.
Menurut beberapa ahli, otak memiliki setidaknya 5 gelombang seperti delta, theta, alfa, beta dan gamma.

Gelombang otak diukur dengan frekuensi, yaitu siklus per detik, atau hertz (Hz), dan berkisar dari sangat lambat hingga sangat cepat. Gelombang alfa berada di tengah-tengah spektrum, antara gelombang theta dan gelombang beta.

Jika karena alasan tertentu otak Anda tidak menghasilkan banyak gelombang alfa, itu berarti Anda tidak dalam keadaan pikiran yang rileks dan meditatif.

Jadi, meditasi dianggap berhasil manakala kita berada di gelombang alfa. Ketika saya tertidur, saya berada di gelombang delta, atau theta ketika semakin nyenyak.

Sebaliknya, ketika saya tidak bisa mendapatkan suasana meditatif otak saya berada dalam gelombang beta, atau gamma yang fokus seperti mengikuti cerdas cermat.

Tapi ada kalanya gelombang otak Anda bisa menjadi tidak seimbang.
Penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang yang mengalami depresi mungkin memiliki ketidakseimbangan gelombang alfa, dengan lebih banyak terjadi di area otak yang disebut korteks frontal kiri.

RAJASIC

Gelombang otak alfa ditandai dengan pikiran yang waspada namun tenang.

Anda tidak terlalu santai sehingga Anda bisa tidur, tetapi Anda juga tidak terlalu terbebani oleh keadaan atau pikiran. Itu menyerang keseimbangan sempurna di antara mereka.

Menempati ruang antara fokus penuh dan tidak sadar mengantuk adalah oasis kreatif.

Pikiran memiliki kebebasan untuk mengembara dan energi untuk melakukannya.

Penelitian mendukung hal ini. Sebuah studi tahun 1978 menemukan gelombang otak alfa berkorelasi dengan inspirasi kreatif. Peneliti lain menerapkan arus ke korteks frontal para peserta, yang meningkatkan kreativitas mereka.

SECANGKIR

Pada akhirnya, saya paham kenapa kopi tidak disarankan untuk pelaku yoga. Seandainya pun harus minum, maka sehari cukup satu atau dua cangkir saja.

Akumulai kafein yang terlaku besar jumlahnya bukanlah cara untuk pikiran kita berada di level alfa.

Anda tahu bahwa kopi tergolong makanan ‘rajasic’ atau termasuk dalam label makanan yang dianggap stimulan, seperti bawang merah dan bawang putih.

Atau makanan pedas seperti cabai. Ini berlawanan dengan makanan ‘sattvic’, seperti biji-bijian dan buah-buahan dan sayuran segar, – yang seharusnya merupakan pilar makanan yoga yang ideal – dan berbeda dari makanan ‘tamasic’ – makanan yang diproses secara berlebihan.

Lalu, bagaimana Anda memilih kopi atau yoga?

Dalam Bhagavad Gita di Bab 6 tentang Dhyana Yoga Teks 2 Sanskrit disebutkan..” _yam sannyasam iti prahur yagam tam viddhi pandava na hy asannyasta-sankalpo yogi bhavati kascana.”_ (Apa yang disebut penolakan, kau harus tahu adalah sama dengan yoga, atau menghubungkan seseorang dengan Yang Maha Agung, O putra Pandu, tidak ada seorang pun yang dapat menjadi yogi terkecuali dia menolak hasrat akan kepuasan inderawi).

Mungkin karena kopi merupakan salah satu bentuk kepuasan inderawi, maka tidaklah tepat untuk dikonsumsi para yogi. (Hendro Basuki, Gunungpati-Semarang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *