Anyorong Lopi, Ritual Unik dari Tanah Beru ‘Mengantar’ Pinisi Arungi Samudera

KABARIKA.ID, BULUKUMBA — Kapal Pinisi, karya monumental suku Bugis Makassar yang mempertahankan tradisi nenek moyang itu telah siap melaut setelah hampir dua tahun proses pembuatannya.

Gagah, kokoh mungkin demikian kesan ketika melihat perahu kayu tanpa paku tersebut.

Eits, nanti dulu. Kapal legendaris itu tidak begitu saja bisa melaut. Masyarakat Bulukumba, tepatnya di Desa Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari, Sulawesi Selatan punya ritual khusus sebelum pinisi menyentuh laut.

Namanya ritual Annyorong Lopi, atau peluncuran perahu pinisi. Annyorong Lopi merupakan tradisi masyarakat Tanah Beru yang kerap dilakukan sebelum perahu pinisi mengarungi lautan.

Istilah Annyorong Lopi berasal dari Bahasa Konjo, yang berarti mendorong (annyorong) perahu atau kapal (lopi). Sehari sebelum ritual ini dilakukan, warga terlebih dahulu menggelar upacara sangka bala ammossi’ dan apassili guna menaikkan doa agar diberikan keselamatan saat ritual Annyorong Lopi digelar.

Warga Tanah Beru ikut serta dalam ritual ini. Entah pria maupun wanita. Bahkan ritual ini menjadi magnet bagi wisatawan untuk ikut serta bergabung.

Dua utas tali tambang yang terikat di bagian belakang pinisi membentang dari bagian belakang kapal menuju ke arah pantai. Pada masing-masing tambang, sebanyak 20-30 orang menggenggam tali sambil menguatkan kuda-kuda, serentak menarik kapal.

Di kedua sisi lambung kapal, belasan orang berusaha menyandarkan telapak tangannya dan mendorong lambung kapal agar tak oleng ke kiri atau ke kanan. Dari belakang, belasan warga turut mendorong pinisi agar bisa bergerak ke perairan.

Aba-aba hitungan 1..2…3 pun dihentakkan sang dirigen. Seluruhnya pun secara bersamaan menarik kapal hingga bergerak perlahan. Begitu seterusnya. Semangat semakin membara karena dilakukan secara gotong royong.

Kapal Pinisi kemudian ditarik menuju bibir pantai yang berjarak sekitar 50 meter dari batilang. Karena beban yang berat dan alas berpasir, pergerakan lopi sempat macet. Berbagai upaya dilakukan.

Seperti mencongkel lopi dengan balok. La’lere (jenis tumbuhan merambat) sebagai pelicin diberikan di atas galasara (landasan perahu).

Ritual ini pernah menjadi salah satu sajian menarik dalam rangkaian Festival Pinisi ke-9 tahun 2018 di Bulukumba.

Festival Pinisi pun telah menjadi agenda pariwisata nasional setelah Kementerian Pariwisata memasukkannya dalam 100 Wonderful Event Indonesia pada tahun 2018 lalu.

Masuknya Festival Pinisi dalam agenda pariwisata nasional merupakan sebuah penghargaan bagi masyarakat Bulukumba setelah UNESCO menetapkan pinisi sebagai warisan budaya tak benda pada 7 Desember 2017.

Pamor pinisi sebagai kapal yang tangguh namun benilai seni tinggi membuatnya terkenal dan mendatangkan peminat dari berbagai penjuru dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *