Pesan Terakhir untuk Mefta: “Istirahatki’ Jenderal”

Sebuah Obituari

Berita1080 Dilihat

“Istirahatki dulu jenderal, ya.” Itu pesan saya terakhir ke almarhum Miftahul Anwar, saat menjenguknya pada Jumat malam lalu (9/06/2023). Tidak ada raut muka lemah dan sedih yang terlihat dari wajahnya. Seperti biasa, ketika melihat kedatangan kami, almarhum yang sedang dalam posisi duduk bersandar berusaha menegakkan badannya sembari menyambut kami dengan ceria.

Dua pekan lalu ayahandanya baru saja berpulang ke rahmatullah. Mungkin karena kelelahan, dia drop dan sempat batuk bercampur darah. “Akhirnya tumbang juga saya, seloroh Miftah,” saat berada di ruang perawatan RS Wahidin.

Saya bersama dr. Nurdin, yang lebih akrab disapa Alex, begitu senang menyaksikan keadaan almarhum yang ceria di malam itu.

Cerita mengenai perjuangannya di kampus merah, merantau ke Kalimantan, hingga perjuangannya di NGO bersama dengan senior di Balikpapan, tentang kawan-kawan yang sedang diplot untuk memegang posisi strategis, tak terasa dua jam lebih kami bertiga ngobrol.

Pertemuan terakhir dengan Mifta almarhum pada 5 Maret 2023 di Bandara Sepinggan Balikpapan, saat kami transit dari Berau, Kaltim, manuju Makassar. Dari kiri ke kanan: Miftahul Anwar (almarhum), Direktur Alumni dan Pengembangan Dana Abadi Unhas Andi Muhammad Akhmar, Ichi Indrawan, Ansari Arifin, Muhammad Ruslan, Ahmad Musa Said (penulis), Andi Irwan Patawari, dan Wakil Rektor Bidang SDM, Alumni dan Sistem Informasi Unhas, Prof Farida Patittingi. (Foto: Ist.)

Terkadang ada nasihat, diselingi batuk almarhum yang terlihat begitu berat, tapi tak tampak sebagai beban.

“Ini alarm,” kata Alex. Saya bilang, ini cuma rehat sejenak untuk misi yang lebih besar. Kata almarhum, “Jangan bantah apa kata dokter”. Oh iya sahutku, sambil tertawa malam itu.

Itulah almarhum Miftahul Anwar, kami seangkatan masuk di Universitas Hasanuddin tahun 99.

Saya sendiri pertama kali berinteraksi dengan almarhum ketika demonstrasi di depan gedung rektorat, saat itu Prof. Ambo Ala menjabat Wakil Rektor III.

Perawakan almarhum yang tinggi besar dengan suara lantang memudahkan orang mengenalinya dari kejauhan. Saya sapa Jendral karena sering menjadi jenderal lapangan saat aksi.

Interaksi makin sering karena kami sama-sama aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kala itu, kalau berjumpa, tidak jarang berbeda pendapat dengan almarhum, baik karena urusan HMI Cabang Makassar Timur, maupun pemahaman tentang hal lainnya dalam keseharian.

Tapi itulah dunia kampus, tempat di mana ide dan gagasan kita kuliti, tanpa mengganggu sedikitpun rasa persaudaraan.

Selepas dari kampus, karena kesibukan masing-masing dan faktor jarak, dalam sepuluh tahun terakhir, kami hanya bertemu dua kali, dan semuanya terjadi di Bandara Balikpapan, sekitar 2011/2012.

Terakhir pada 5 Maret 2023, saat Bandara baru Sepinggan Balikpapan sudah difungsikan. Almarhum begitu ramah dan semangat dalam menjalin silaturrahim. Mengetahui kami transit, beliau mengupayakan agar dapat bertemu dan menjamu kami dalam waktu yang singkat.

“Penyakit saudara kita itu sudah kategori parah, bro. Andaikan bukan karena semangatnya yang tinggi, mungkin dia sudah terkapar,” demikian bisik Alex ke saya setelah kami izin pamit ke almarhum.

Kami harus pamit agar almarhum punya kesempatan untuk beristirahat. Alex yang juga sering saya juluki Surya Paloh saat di kampus dulu, tetap berkata semoga ada keajaiban.

Saya yang tidak terlalu mengerti istilah medis hanya bisa mengangguk, namun bercerita bahwa almarhum sudah membaik malam itu.

Selepas subuh tadi, kami dikejutkan pesan di WA Grup, bahwa almarhum telah berpulang ke rahmatullah.

Di kamar isolasi, saya melihat wajah almarhum begitu teduh, tenang seakan menunjukkan bahwa dia ikhlas dan telah siap untuk menghadap ke sang Khalik.

‘Sebelum subuh, dia minta dipanggilkan suster karena ada sedikit sakit di bagian pinggang, setelah itu dia bersandar ke badan saya kak, dan ternyata beliau menghembuskan naPas terakhir dalam pelukan saya kak,” Demikian cerita istri almarhum sembari terisak, saat saya membuka kain yang menutupi wajahnya.

“Alhamdulillah ucapku, baik pengakhirannya, husnul khatimah insya Allah,” hibur saya ke istri almarhum.

Karena tak mampu mengantar ke Barru, kampung halaman tempat almarhum akan dimakamkan, saya serta beberapa teman alumni menshalati almarhum yang sudah di mobil jenazah.

Selamat jalan jendral, saya tetap berpesan istirahatki, semoga kelak akan tetap lahir Mifta-Mifta baru dari rahim kampus Unhas, kampus merah kita tercinta.

Tunggu kami di sana, semoga dapat husnul khatimah sepertimu. Saya doakan, semoga engkau mendapat panggilan mesra dari Yang Maha Rahman, seperti ayat ini:
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (QS. al-Fajr [89] : 27-30).

(Ahmad Musa Said)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *