Menag Akan Lakukan Persiapan Dini Penyelenggaraan Haji Tahun 2024, dengan Berbagai Penyempurnaan

Berita470 Dilihat

KABARIKA.ID, MAKASSAR – Kementerian Agama (Kemenag) segera bersiap untuk menyongsong penyelenggaraan ibadah haji 1445 H./2024 M. segera setelah seluruh proses pemulangan jamaah haji Indonesia dari Arab Saudi kembali ke tanah air selesai.

Penyelenggaran haji 1444 H. akan berakhir pada 3 Agustus 2023 seiring mendaratnya Kloter terakhir jamaah haji Indonesia di Tanah Air.

Seperti diketahui, pekan lalu pemerintah Arab Saudi sudah menetapkan kuota haji Indonesia tahun 2024 sebanyak 221.000 jamaah.

Kemenag juga telah mengumumkan tahapan persiapannya, mulai 16 September 2023. Sementara untuk proses pemvisaan akan berakhir pada 29 April 2024 atau sekitar 10 hari sebelum mulai dibukanya fase keberangkatan jamaah haji ke Arab Saudi.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan pihaknya akan melakukan percepatan persiapan haji 2024.

Menurutnya, percepatan yang dilakukan Arab Saudi harus segera direspons. Apalagi, masa berakhirnya pemvisaan jamaah juga lebih awal, jauh sebelum keberangkatan jamaah haji.

“Kalau kita bandingkan dengan haji tahun ini, dua hari sebelum closing date itu, kita masih bisa melakukan pemvisaan. Nah tahun depan, hampir dua bulan sebelum closing date, sudah tidak ada lagi proses pemvisaan. Artinya dia akan berjalan lebih cepat prosesnya,” ujar Menag Yaqut Cholil Qoumas beberapa saat sebelum bertolak ke Tanah Air bersama sejumlah delegasi Amirul Hajj, di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Kamis (6/07/2023).

“Kita sudah diskusikan terkait dengan hambatan, risiko, dan peluang-peluang yang mungkin kita bisa dapatkan dengan percepatan ini,” lanjut Yaqut.

Menag Yaqut Cholil Qoumas beserta rombongan tiba di Terminal VIP Bandara Soekarno Hatta,Tangerang, Jumat (7/07/2023). (Foto: Kemenag)

Menurut Menag, proses percepatan akan diawali dengan penyelesaian laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1444 H. Selama ini, masa penyusunan laporan adalah 60 hari, terhitung sejak berakhirnya operasional haji.

“Saya minta maksimal satu bulan harus sudah selesai. Jadi tidak usah tunggu sampai dua bulan. Satu bulan selesai laporan keuangan, kita laporkan ke DPR agar bisa mulai membahas haji tahun depan,” tegas Menag.

Pembahasan dengan DPR perlu segera dilakukan, kata Menag, karena ada satu hambatan yang harus dipahami oleh semua pihak. Hambatan itu adalah perbedaan mendasar dalam hitungan kalender.

Pemerintah Arab Saudi menggunakan kalender Hijriyah, sementara Indonesia menggunakan kalender Miladiyah. Jadi, siklus keuangannya berbeda.

“Nah ini yang menurut saya akan menjadi tantangan serius, bagaimana siklus keuangan ini yang kita punya harus menyesuaikan kalender Hijriyah yang digunakan di sini. Artinya, pembahasan-pembahasan terkait dengan pelaksanaan ibadah haji, harus dimulai sedini mungkin,” tegas Menag.

Pembahasan dengan Komisi VIII DPR diharapkan juga akan mempercepat kesepakatan tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1445 H/2024 M. Hal ini mungkin segera dilakukan karena kepastian kuota sudah ada. Jika sudah ada ketetapan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), maka tahap pelunasan bisa segera dibuka dan penyiapan dokumen juga bisa segera dilakukan.

“Kementerian Agama sedang merencanakan penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam pelayanan haji 2024, khususnya dalam proses verifikasi dokumen, sehingga, prosesnya lebih cepat,” ujar Menag.

Tambah Petugas

Persiapan lainnya, lanjut Menag, berkenaan dengan petugas. Penambahan ini penting, karena proporsi antara petugas dan jamaah masih tidak seimbang. Saat ini, komparasinya satu petugas berbanding 50 jamaah, tentu sulit. Padahal, petugas juga tersebar di berbagai tempat, Daerah Kerja Bandara, Makkah, dan Madinah.

Dengan komparasi yang tidak seimbang, maka beban kerja petugas juga sangat berat. Akibatnya, banyak petugas yang mengerjakan hal-hal di luar tanggung jawabnya. Kondisi ini semakin berat seiring banyaknya jamaah lanjut usia yang membutuhkan bantuan.

“Kami kemarin ketika bertemu dengan Menhaj Saudi, Tawfiq F. Al-Rabuah, saya sampaikan bahwa kuota petugas yang diberikan kepada Indonesia ini masih jauh dari ideal, sehingga perlu ditambah,” ujar Menag.

Istitha’ah Kesehatan

Terkait pendamping Lansia, Menag mengatakan kebijakannya kemungkinan masih akan sama. Tahun depan, tidak ada kuota pendamping Lansia. Sebab, hal itu akan mengganggu sistem antrean dan merugikan jamaah lainnya. Apalagi jumlah lansia tidak sedikit.

Menurut Menag, tidak semua Lansia tidak istitha’ah. Ada banyak jamaah berusia di atas 90 tahun yang masih segar bugar. Artinya, ukuran kriterianya bukan Lansia, tapi istitha’ah kesehatan. Hal ini juga akan didiskusikan dengan Komisi VIII DPR.

“Kemarin waktu bertemu DPR sebelum puncak haji, sudah saya sampaikan, bagaimana kalau kita berusaha mengubah peraturan agar istita’ah kesehatan ini dijadikan syarat. Sekarang ini kan prosesnya terbalik, kita lunas dulu baru cek kesehatan, sehingga mau tidak mau kalau sudah lunas harus diberangkatkan,” papar Yaqut. (rus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *