Mutiara Ramadan 1444 H. (3): Konsep Hati Menurut Imam Ghazali Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin

Berita, Inspirasi4330 Dilihat

KABARIKA.ID, MAKASSAR – Dalam kehidupan dunia, setiap manusia niscaya mengalami suatu proses untuk menyambut akhir hidupnya dengan membawa keyakinan yang bulat tentang Tuhan. Karena hanya kepada-Nya manusia itu kembali.

Untuk kembali kepada Allah dengan keyakinan yang benar dan menyelamatkan, setiap manusia dituntut memanfaatkan akal pikirannya berdasarkan arahan dan petunjuk kalbu atau hati. Di dalam hati itulah Allah Swt bersemayam.

Rasulullah SAW bersabda bahwa “Hati orang mukmin adalah bayt (rumah) bagi Allah Swt.”

Hati selalu bening dalam menyuarakan kebenaran. Berbeda dengan otak yang seringkali dikendalikan oleh hawa nafsu, sehingga menjadi liar. Bahkan otak seringkali orang gunakan untuk memanipulasi sesuatu dengan kehendak atau tujuannya. Sementara hati, memiliki suara halus, jujur, dan selalu condong pada kebenaran.

Allah berfirman dalam Al-Qur an:
Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat” (Q.S. al-Isra’ [17]: 25).

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik, maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hati yang dalam bahasa Arab disebut Qalbun yang bermakna berbolak-balik atau berubah-ubah.

Menurut Muhammad Zaen, Qalb (hati) ibarat pagar antara halal dan haram, antara pengaruh setan dan pengaruh malaikat, dan pagar antara dunia dan akhirat.

Imam Ghazali menegaskan, hati adalah raja yang mengatur dan mengarahkan semua anggota badan, baik akal, nafs, mata, telinga dan tubuh manusia. Pernyataan ini menggambarkan bahwa hati adalah substansi yang menjadi kendali perilaku, baik atau buruknya perilaku sangat ditentukan oleh hati.

Nama Imam Ghazali sudah sangat populer di kalangan umat Islam, bahkan di kluar Islam. Dia dikenal sangat berakhlak, zuhud, sederhana, toleran, dan pemaaf. Karakter itulah yang membuatnya sangat terhormat dalam sejarah dan pemikiran Islam hingga saat ini.

Salah satu kitab karya Imam Ghazali yang sangat monumental adalah Ihya Ulumuddin,
Kitab ini telah dibaca oleh ratusan juta orang dari berbagai kalangan.
Oleh ulama-ulama fuqaha, kitab ini dijadikan rujukan standar dalam bidang fiqh. Sedangkan oleh para sufi, kitab ini memuat materi-materi pokok yang tidak boleh ditinggalkan. Ilmu fiqh dan tasawuf terdapat dalam kitab ini, sehingga menjadikan Ihya Ulumuddin sebagai kitab yang sangat hebat, karena di dalamnya terangkum berbagai jenis ilmu.

Sifat-sifat Hati Manusia

Manusia dalam penciptaannya memiliki empat macam sifat, yaitu sabaiyyah (kebuasan), bahimiyyah (kebinatangan), syaithaniyah (kesetanan), dan sifat rabbaniyah (ketuhanan).

Mengetahui semua hakikat perkara dan menguasai semua makhluk termasuk sifat-sifat rabbaniyyah. Manusia cenderung pada keinginan yang demikian.

Jika semua hal dipaksa berada di bawah siasat sifat rabbaniyyah, niscaya tetap dalam hati dari sifat rabbaniyyah, ilmu, hikmah, keyakinan, mengetahui hakikat-hakikat perkara secara keseluruhan, mengerti semua perkara yang sebenarnya, menguasai setiap sesuatu dengan kekuatan ilmu dan penglihatan hati.

Hati adalah laksana cermin. Jika hati diisi dengan hal-hal yang baik, maka cermin akan semakin jernis. Jika hati dikotori dengan dosa dan berbagai sifat terpuji, maka cermin hati semakin kabur. Ketajaman hati semakin berkurang.

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mempunyai penasihat dari hatinya, niscaya ada penjaga dari Allah kepadanya.”

Hati manusia akan tenteram dengan dzikir kepada Allah. Allah Swt berfirman:
Artinya: ”Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. ar-Ra’ad [13]: 28)

Hati dengan nalurinya mampu menerima hakikat dari segala yang diketahui. Ilmu yang
tersimpan dalam hati terbagi dua, yaitu aqliyyah (ilmu akal) dan syar iyah (ilmu agama). Ilmua aqliyyah terdiri dari dharuriyyah (yang diketahui dengan mudah) dan muktasabah (yang diperoleh dengan jalan diusahakan). Muktasabah mencakup duniawiyyah (urusan dunia) dan ukhrawiyyah (urusan akhirat).

(Penulis : Muhammad Ruslan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *