Menyebar dari Kelelawar ke Manusia, Virus Nipah: Langka Namun Mematikan

KABARIKA.ID, MAKASSAR – Virus Nipah yang ditularkan oleh kelelawar telah menginfeksi enam orang di negara bagian Kerala, India Selatan, dua di antaranya meninggal sejak virus itu muncul pada akhir Agustus lalu.

Lebih dari 700 orang, termasuk petugas kesehatan, telah menjalani tes untuk mengecek infeksi virus ini selama dua minggu terakhir. Otoritas negara bagian telah menutup beberapa sekolah, kantor dan jaringan transportasi umum di Kerala.

Menurut jurnal Nature (nature.com) wabah Nipah merupakan wabah keempat yang melanda Kerala dalam lima tahun terakhir, yang terbaru terjadi pada 2021.

Meskipun wabah tersebut biasanya terjadi di wilayah geografis yang relatif kecil, namun wabah ini dapat berakibat fatal. Beberapa ilmuwan khawatir bahwa peningkatan penyebaran di antara manusia dapat menyebabkan kematian, virus menjadi lebih menular.

Menurut Rajib Ausraful Islam, seorang dokter hewan yang berspesialisasi dalam patogen yang ditularkan oleh kelelawar di Pusat Penelitian Penyakit Diare Internasional, di Dhaka, Bangladesh, mengatakan, virus Nipah memiliki tingkat kematian antara 40-75 persen, tergantung pada jenis virusnya.

”Setiap wabah menimbulkan kekhawatiran. Setiap wabah memberikan patogen kesempatan untuk memodifikasi dirinya sendiri,” ujar Rajib.

Virus Nipah dapat menyebabkan demam, muntah-muntah, masalah pernapasan, dan peradangan di otak. Penyakit ini terutama dibawa oleh kelelawar buah, tetapi juga dapat menginfeksi hewan peliharaan seperti babi, dan juga manusia.

Petugas kesehatan di Kerala, India, mengangkut seseorang dengan gejala infeksi virus Nipah. (Foto: nature.com)

Penyakit ini menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh dari hewan atau manusia yang terinfeksi. Namun harus diingat bahwa belum ada vaksin atau pengobatan yang diakui secara resmi, meskipun para peneliti sedang dalam penelitian kandidat vaksinnya.

Virus Nipah pertama kali terdeteksi pada 1998, saat terjadi wabah di kalangan peternak babi di Malaysia. Dalam beberapa bulan, penyakit ini menyebar ke Singapura melalui babi yang terinfeksi. Wabah ini mengakibatkan hampir 300 kasus dan lebih dari 100 kematian.

Sejak itu, tidak ada wabah virus Nipah lainnya yang dilaporkan di Malaysia. Namun pada 2001, virus ini muncul di Bangladesh dan India, dimana wabah ini terus meningkat secara berkala.

Di Bangladesh, wabah ini terjadi hampir setiap tahun, dan penelitian telah menghubungkan infeksi ini dengan meminum getah nipah yang terkontaminasi dengan urin kelelawar.

Tidak jelas secara pasti kapan dan bagaimana virus tersebut berpindah dari kelelawar ke manusia dalam wabah di Kerala saat ini, namun para ilmuwan sedang menyelidikinya.

Ahli epidemiologi di Universitas Stanford di California, Stephen Luby mengatakan, jenis virus yang beredar di India dan Bangladesh berbeda dengan yang muncul di Malaysia.

Meskipun strain Malaysia menyebar dari hewan ke manusia, hanya terdapat sedikit penularan antarmanusia. Namun versi yang melatarbelakangi wabah terbaru di Kerala ini dapat ditularkan dari orang ke orang, dan jauh lebih mematikan.

”Hal ini mengingatkan kita bahwa ini adalah virus yang jahat” kata Luby.

“Meski berpotensi membunuh, virus Nipah tidak menyebar dengan mudah antarmanusia dibandingkan infeksi yang ditularkan melalui hewan, sehingga kecil kemungkinannya untuk menyebar ke luar batas negara,” kata Danielle Anderson, ahli virologi di Rumah Sakit Royal Melbourne, Australia.

Sebuah penelitian pada 2019 terhadap hampir 250 kasus virus Nipah di Bangladesh selama 14 tahun, menemukan bahwa sekitar sepertiga infeksi disebabkan oleh penularan dari orang ke orang.

”Saya tidak menyangka penyakit ini akan menyebar secara global. Tidak ada yang sebanding dengan apa yang kita lihat terkait Covid-19,” ,” kata Anderson.

Pakar penyakit menular baru dari Uniformed Services University Medical School di Bethesda, Maryland, Christopher Broder mengatakan, tingginya tingkat kematian akibat virus Nipah juga mengurangi peluang virus untuk menyebar dengan cepat ke seluruh populasi.

”Virus ini cenderung tidak untuk membunuh semua orang yang terinfeksi,” tegas Broder.

Ia menambahkan, jenis virus yang beredar di Kerala tidak banyak berubah sejak pertama kali muncul lebih dari dua dekade lalu di Bangladesh, meskipun wabah di masa depan bisa menjadi lebih besar jika virus tersebut bermutasi menjadi jenis yang lebih ringan, namun lebih menular.

“Kemungkinan juga terdapat varian yang sudah beredar, namun belum terdeteksi,” kata Broder.

Menurut Andrew Breed, ahli epidemiologi veteriner dari Universitas Queensland di Brisbane, Australia, langkah penting dalam mencegah wabah Nipah dan virus lain yang ditularkan oleh kelelawar, adalah mengembangkan cara yang lebih baik dalam mengelola satwa liar yang hidup dekat dengan masyarakat.

“Studi terhadap virus Hendra –patogen lain yang ditularkan oleh kelelawar dan berkerabat dekat dengan Nipah– menunjukkan bahwa kelelawar yang terinfeksi mengeluarkan lebih banyak partikel virus ketika mereka stres, sehingga meningkatkan kemungkinan penyakit tersebut menular ke manusia,” kata Breed.

Breed mengatakan, salah satu pendekatan yang dapat membantu mencegah wabah di masa depan adalah dengan merestorasi kawasan hutan, untuk menyediakan lebih banyak habitat bagi kelelawar, sehingga mereka berada pada jarak yang aman dari manusia.

Menurut Rajib, cara lain untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit yang ditularkan oleh kelelawar ke manusia, adalah dengan menanam lebih banyak pohon yang menghasilkan buah yang disukai kelelawar, tetapi tidak bagi manusia.

“Hal ini dapat membantu mencegah kelelawar yang terinfeksi mengontaminasi makanan. Kita perlu belajar bagaimana hidup aman dengan kelelawar,” tandas Rajib Ausraful Islam. (*/uca)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *