BMKG Prediksi Adanya Ancaman La Niña terhadap Tanaman Pertanian Pada Semester II 2024

KABARIKA.ID, MAKASSAR – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia merilis kemungkinan adanya potensi gangguan cuaca terhadap sektor pertanian. Hal ini disebabkan perubahan cuaca dari El Niño ke La Niña.

Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari memperkirakan El Niño akan berakhir pada April 2024 dengan indikasi La Niña akan terjadi pada semester II tahun ini.

“Adanya La Niña ini dapat meningkatkan curah hujan. Utamanya di musim kemarau tahun 2024,” ujar Supari di Jakarta, Minggu (17/03/2024).

Menurut Supari, dampak fenomena tersebut tidak secara langsung menyebabkan curah hujan.

“Curah hujan tetap rendah, namun di atas normal dan tidak seperti biasanya,” kata Supari.

Ilustrasi pergerakan La Niña yang mengancam dunia pertanian Indonesia menurut BMKG. (Foto: Ist.)

Namun, hal ini tetap memerlukan antisipasi terutama bagi tanaman pangan atau pertanian yang sensitif terhadap curah hujan. Misalnya, seperti cabai dan bawang yang biasanya memerlukan cuaca kering untuk pertumbuhannya yang optimal.

Ia menekankan perlunya mengelola situasi ini sejak dini untuk mengantisipasi dampaknya.

“Diharapkan, sektor pertanian siap pada kemungkinan-kemungkinan potensi gangguan karena curah hujan yang meningkat di musim kemarau,” kata Supari.

Tahun 2024 menunjukkan indikasi awal akan terjadinya La Niña. Hal ini diketahui dari menurunnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik, baik wilayah tengah maupun timur.

Supari menceritakan bahwa dalam satu dekade terakhir, Indonesia selalu dihadapkan pada iklim ekstrem, baik El Niño, La Niña, maupun Indian Ocean Dipole (IOD).

Baru pada tahun 2016, ketika iklim dunia sedang netral, Indonesia mengalami musim kemarau yang normal.

“Jika La Niña benar-benar terjadi pada tahun 2024, maka musim kemarau akan lebih basah dibandingkan sebelumnya,” tandas Supari.

Meskipun hal ini akan memberikan manfaat bagi tanaman padi karena memiliki cukup air, namun hal ini tidak baik bagi tanaman hortikultura, seperti sayuran, dan lada karena terlalu banyak air.

Oleh karena itu, Supari menekankan perlunya memahami informasi iklim ekstrem untuk memitigasi risiko dan dampaknya.

Menurutnya, pemerintah harus meningkatkan literasi iklim di masyarakat, yaitu para petani yang didominasi oleh generasi muda.

Sementara itu, Wakil Ketua Kelompok Kerja I Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) sekaligus Guru Besar Meteorologi dan Klimatologi Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN), Prof. Edvin Aldrian mengatakan, Indonesia mempunyai keuntungan besar karena letaknya di jalur Samudera Pasifik hingga Samudera Hinda yang dikenal sebagai ‘aliran tembus’.

Sinyal laut inilah yang sangat penting untuk digunakan dalam prediksi El Niño enam bulan ke depan dengan bantuan pemodelan laut.

“Dengan memanfaatkan sinyal di laut, Indonesia bisa memprediksi kapan ENSO (anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik) akan datang, baik El Niño maupun La Niña.

Hal ini bisa digunakan untuk menyiapkan tanaman pangan dan mengantisipasi dampak musim kemarau, berupa kebakaran hutan dan kawasan. (*/mr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *